Share

Bab 6. Satya Marah

Suasana menjadi tegang ketika Satya tiba-tiba meluapkan kemarahannya kepada Andri, mantan suami Rika, yang sudah mengabaikannya bahkan berkata tidak sopan pada Rika. Satya bicara dengan suara keras memecah keheningan, hingga teriakkannya menghentikan langkah Andri.

“Hey! Apa maksud perkataanmu?” teriak Satya lantang. Andri berbalik dan menatap Satya dengan tatapan dingin. “Ah, ini bukan urusanmu. Kamu nggak tahu apa-apa. Jadi, nggak usah ikut campur!” balas Andri dengan suara tinggi. Ucapan Andri memancing emosi Satya.

“Aku tidak peduli! Yang jelas kamu tidak memiliki hak untuk menyakiti perasaan Rika dengan kata-kata kasar seperti itu!” bentak Satya tegas. Andri mengangkat bahunya. “Asal anda tahu. Rika, nggak bisa menerima kenyataan, kenapa aku mencari wanita lain,” ejeknya dengan senyuman miring. Terlihat senyuman mengejek, terukir di bibir Riana.

“Justru, Rika tahu. Melepaskanmu, adalah cara terbaik untuk memperbaiki hidupnya!” Satya meninggikan suaranya. Meski Rika tidak menceritakan tentang kisah hidupnya, Satya sudah menyelidiki semua yang berhubungan dengan Rika.

Andri tersenyum sinis. “Oh, bukankah kamu nggak tahu apa yang terjadi di antara kami berdua?” tanyanya dengan tatapan merendahkan. “Iya, jangan sampai terjebak dengan, Mbak Rika yang berpura-pura polos dan menarik perhatian laki-laki dengan menjual kesedihan,” sela Riana.

Satya menajamkan tatapannya. Dia menatap Andri dan Riana bergantian. Lalu, melangkah mendekat. Tangannya mengepal dengan wajah yang penuh kemarahan. “Aku cukup tahu siapa kamu. Aku tahu kamu kecewa, karena Rika tidak lagi mengikuti maumu, tapi bukan berarti kamu boleh menyakiti perasaannya dengan kata-kata kotor!” ucap Satya tegas.

Tatapan Andri acuh, dengan senyuman menyeringai. “Kamu bisa mempertahankan Rika sebaik yang kamu mau. Nanti, kamu akan tahu kalau Rika bukan wanita yang bisa membuatmu bahagia.” Andri berkata meyakinkan. Satya mengernyitkan keningnya.

“Apa definisi bahagia buatmu?” tanya Satya sinis. Andri mengangkat salah satu sudut bibirnya. “Kamu harus tahu, Rika nggak akan bisa memuaskanmu di ranjang!” bisik Andri dengan tatapan mengejek.

Satya menggertakkan giginya, tangannya mengepal dengan dada bergemuruh. Satya melirik Dinda, andai Dinda tidak berada di sana pastilah kepalan tangannya sudah mendarat di pipi laki-laki tidak punya malu yang berdiri di hadapannya.

“Kamu benar-benar memalukan! Apa kamu tahu siapa aku?” tanya Satya dengan nada mengancam. “Aku nggak tahu siapa kamu, tapi aku hanya ingin memperingatkanmu. Kamu nggak bisa mengubah kenyataan, bahwa kamu hanya membela seseorang yang nggak pantas, kamu pasti akan menyesal!”

Satya merasa kesal. Rika yang melihat Andri menyulut kemarahan Satya, berusaha langsung melerai. Rika menatap Riana tajam. “Riana! Cepat bawa calon suamimu pergi dari rumahku. Urusan kalian sudah selesai. Semua barang yang katanya menjadi milik kalian, sudah diangkut. Jadi, pergilah!” usir Rika menajamkan tatapannya ke arah Andri dan Riana. Satya menatap takjub dengan ketegasan Rika.

“Hey! Kamu nggak usah usir kami. Aku juga akan pergi dari sini. Aku sudah muak denganmu. Setiap hari bersamamu dan harus berpura-pura baik-baik saja, melihatmu berpakaian lusuh.  Nggak pernah memakai riasan. Benar-benar, nggak bisa membuatku bergairah. Aku yakin, siapapun laki-laki yang bersamamu pasti akan menyesal!” hina Andri ketus.

 “Cukup, Mas. Pergi dari sini!” teriak Rika dengan sorot mata penuh kebencian. Andri tersenyum menyeringai. “Nggak usah berteriak, Mbak. Kita juga akan pergi kok. Seharusnya, Mbak itu bisa introspeksi diri, agar nanti mendapatkan laki-laki yang menyayangi, Mbak dan nggak ditinggalkan lagi,” sela Riana tanpa rasa bersalah.

Hembusan nafas keluar dari mulut Rika, jemarinya meremas ujung bajunya. Tatapan mata Rika nyalang penuh amarah yang berusaha ditahannya.

 “Ayo, Sayang,” ajak Andri menggandeng mesra lengan Riana. Riana mengangguk dan tersenyum penuh kemenangan. Mereka berdua melangkah keluar dari rumah. Rika menatap mereka berdua dengan mata yang memancarkan kebencian yang mendalam. Kebencian yang membakar di dalam dirinya seperti bara api yang tak kunjung padam.

 “Tante, laki-laki itu pastilah sangat bodoh. Tante lebih cantik daripada wanita tadi, kenapa dia memilihnya?” celetuk Dinda. Satya dan Rika terkejut mendengar ucapan Dinda, mereka saling berpandangan. Hembusan nafas keluar dari mulut Satya. Dia lupa kalau ada Dinda di sana, yang sudah bisa memahami situasi yang terjadi.

“Sayang, keharmonisan hubungan antara laki-laki dan perempuan itu, bukan hanya melihat soal parasnya saja. Namun, semua karena hati, Sayang. Mungkin, mantan suami Tante sudah tidak mencintai Tante lagi. Jadi, dia nggak bisa melihat kebaikan ataupun kecantikan pasangannya lagi, kamu mengerti?”  Rika menjelaskan dengan lembut.

“Oh, berarti saat … saat mamaku meninggalkan Papa, dia sudah nggak mencintai Papa lagi.? Itulah sebabnya, dia nggak bisa melihat kebaikan papaku. Benar, ‘kan?” tanya Dinda dengan tatapan sendu, menyimpulkan ucapan Rika.  Mata Satya  mendelik mendengar komentar Dinda. Rika menarik nafas dalam-dalam berusaha menjelaskan.

“Sayang, masalah orang dewasa itu, tidak sesederhana yang kamu pikirkan, setiap pasangan memiliki masalah yang berbeda. Mungkin, mamamu bukan tidak mencintai papamu lagi. Hanya saja, dia perlu waktu untuk berpikir yang terbaik untuk hidupnya.” Rika berusaha memberi pengertian.

“Lalu, kenapa harus meninggalkanku?” protes Dinda dengan ekspresi wajah kesal. “Hmm, Tante yakin. Mamamu, pasti mempunyai alasan kuat untuk itu. Kenapa, dia meninggalkanmu. Mungkin saja, dia ingin melihatmu menjadi seorang wanita yang mandiri. Wanita kuat yang nggak manja,” jelas Rika mencoba menjaga perasaan Dinda dari kekecewaan.

 Dinda mengernyitkan keningnya, dia tampak berpikir dan mencerna ucapan Rika. Namun, seketika senyuman terbit di wajahnya. “Tante, benar. Mungkin, mama ingin aku menjadi wanita kuat dan nggak manja.” Rika mengembangkan senyum, seraya mengelus rambut panjang Dinda dengan penuh kasih sayang. Satya menatap Rika dengan kagum sembari mengulum senyum.

“Oh iya, silakan duduk. Aku sampai lupa mempersilakan kalian duduk,” Rika mempersilakan Dinda dan Satya duduk di ruang tamu. “Sebentar ya,Tante ambil minuman dulu.” Baru saja, Rika hendak melangkah. Ketika tangannya dicekal  Dinda. Spontan, Rika berbalik.

 “Ada apa, Sayang?” tanya Rika lembut. Dinda mendongak menatap Rika. “Tante, sekarang Tante hanya tinggal sendirian, ‘kan?” tanya Dinda penuh harap. “Iya, Sayang. Tante tinggal sendiri. Tapi, ada di Tina yang datang setiap pagi untuk membantu pekerjaan rumah di sini.”

 “Apa, Tante nggak takut sendirian?” tanya Dinda heran. Rika tertawa kecil mendengar pertanyaan Dinda. “Tentu saja, Tante nggak takut, Sayang,” balas Rika mengembangkan senyum.

Dinda mengalihkan pandangan pada papanya “Papa, bolehkah aku menginap di rumah Tante Rika?” tanya Dinda tiba-tiba, menatap Satya penuh harap. “Apa? Menginap di sini?” Satya mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan rumah Rika, yang tentu saja jauh berbeda dengan kediaman Satya.

“Jadi, bagaimana, Pah. Boleh, ya,” rajuk Dinda  manja dengan tatapan iba memohon. Satya menatap putrinya dengan tatapan lembut penuh kasih sayang. “Boleh, ya, Pah?” desaknya lagi penuh harap.

Putri Arhea

Halo, kakak terima kasih sudah mampir dan mendukung karyaku. Yuk tinggalkan komentarnya agar aku semangat. Happy reading.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status