Share

6

Author: Anggrek Bulan
last update Last Updated: 2025-09-17 16:20:19

"Sudah, Bu. Tinggal tunggu panggilan sidang pertama, nanti akan ada pemberitahuan lebih lanjut," kata petugas itu sopan.

"Terima kasih, Pak." Lila mengangguk lemah. Rasanya berat, tapi juga sedikit lega.

Lila yang sejak tadi wajahnya tegang akhirnya menyerahkan berkas terakhir di loket pendaftaran. Petugas mengangguk dan memberi tanda terima sederhana.

"Bismillah ya Allah, semoga semua berjalan lancar," gumam Lila lirih.

Raka yang sedari tadi menggenggam tangan ibunya ikut mengangguk kecil, meski tak benar-benar mengerti. “Ibu sudah selesai, ya?” tanyanya polos.

Lila tersenyum lemah dan mengusap kepala anaknya. “Iya, Nak. Sudah selesai.”

Ketika melangkah keluar, beberapa pasang mata masih terlihat menelanjanginya, karena insiden tadi. Raka ikut menoleh bingung ke arah orang-orang itu, lalu semakin erat memegang tangan ibunya. Tetapi kali ini tak menjadi pikiran Lila. Terserah orang mau bilang apa, yang penting dia sudah melakukan hal terbaik.

Di luar gedung pengadilan, Bayu menunggu dengan tangan di saku. Wajahnya tenang, tapi ada raut prihatin yang tidak bisa ia sembunyikan. Begitu melihat Lila keluar, ia tersenyum tipis.

“Kamu sudah selesai?" tanyanya pelan.

Lila mengangguk. “Iya." Dia mengira Bayu sudah pergi, tetapi nyatanya pria itu masih menunggu. Raka menatap penasaran pada pria itu, lalu bersembunyi setengah di balik tubuh ibunya.

Bayu menatap Lila sebentar, lalu berkata, "Kalau kamu mau, ayo jalan-jalan sebentar. Nggak jauh, cuma biar kamu bisa ... ya, melupakan semua keributan tadi.”

Lila ragu sejenak.

"Aku nggak tahu, Bayu. Rasanya masih sedikit pusing." Dia kemudian menatap Raka sebentar. Anak itu mengangguk pelan, seolah mendukung ibunya tanpa kata.

"Baiklah. Tapi sebentar saja," ujar Lila akhirnya.

Mereka berjalan menuju taman kecil tak jauh dari pengadilan. Udara siang itu cukup terik, tapi ada pepohonan rindang yang membuat tempat itu terasa teduh.

Sepanjang jalan, Raka sesekali menatap ibunya, lalu menggenggam lebih erat tangannya, seolah ingin memastikan sang ibu baik-baik saja. Lila merasakan genggaman kecil itu membuat hatinya lebih kuat.

Di bangku taman, Bayu membuka obrolan lebih dulu.

"Aku nggak tahan lihat kamu diperlakukan kayak gitu," ucap Bayu jujur. "Bukan cuma soal keluarga Imam, tapi juga komentar orang-orang. Kamu kelihatan sendirian banget.”

Lila diam, kata-kata itu menampar sekaligus menghangatkan hatinya. Tak bisa lagi berkata apa-apa.

Bayu sekilas menoleh pada Lila, pria itu mencoba mencairkan suasana.

"Kamu tahu nggak," katanya sambil melihat langit, "aku juga sering ke pengadilan. Tapi beda urusan."

Lila langsung melirik. "Kamu cerai juga?"

Bayu tertawa hambar. "Iya. Dulu. Aku sekarang duda anak satu. Namanya Rafi, umurnya lima tahun.”

Seolah mendapat panggilan, anak kecil yang tadi duduk di bangku bersama neneknya kini berlari ke arah mereka. Rafi langsung memeluk Bayu.

"Papa!" serunya riang.

Bayu menggendong putranya sebentar. “Rafi, ini Tante Lila. Bilang halo.”

Anak itu melambai malu-malu. “Halo.”

Lila tersenyum. “Hai, Rafi.” Ada rasa hangat melihat keceriaan polos itu.

Raka yang sejak tadi duduk di samping ibunya langsung menoleh. Lila mengusap bahunya. "Raka, sini, ada adik nih."

Bocah itu pun menghampiri sang ibu dengan wajah ceria. Wajah Bayu nampak senang saat berkenalan dengan Raka. Kini dua anak itu saling melirik, lalu tanpa disuruh, mereka mulai bermain bersama di rerumputan dekat bangku.

Melihat itu, Bayu berkata, "sepertinya mereka lebih cepat akrab daripada kita, ya."

Lila tersenyum tipis. "Anak-anak memang nggak ribet seperti orang dewasa."

Hening sejenak, hanya suara anak-anak yang tertawa. Lalu Lila menarik napas panjang. 

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu memilih bercerai, Lil?" tanya Bayu dengan sangat hati-hati. 

Hening sejenak, hanya suara anak-anak yang tertawa. Lalu Lila menarik napas panjang. "Aku capek, Bay."

Bayu menoleh. "Capek gimana?" Keningnya nampak berkerut. 

"Suamiku, dia selingkuh sama Mila. Yang tak lain adalah sepupuku sendiri." Suaranya serak. “Aku masih bisa terima kesalahan yang mereka buat. Tapi keluarganya? Mereka malah menyalahkanku. Fitnah, hinaan, sebar aib semua datang bertubi-tubi."

Bayu mendengarkan dengan serius. Matanya tak lepas dari wajah Lila yang berusaha tegar.

"Sekarang aku sampai nggak tahu harus marah ke siapa dulu," lanjut Lila lirih. “Kayaknya aku benar-benar sendirian.”

Bayu diam sesaat, lalu berkata pelan, "Kamu nggak salah, Lila. Suami kamu yang salah. Dan keluarganya, mereka cuma takut kelakuan buruknya terbongkar, makanya mereka balik menyalahkanmu."

Ada keheningan lagi, tapi suara anak-anak membuat suasana menjadi hidup lagi. Rafi tertawa kencang karena Raka menyodorkan bunga rumput ke hidungnya. Suasana itu sedikit mencairkan ketegangan.

Bayu melirik Lila. "Tahu nggak, aku dulu cerai karena istriku selingkuh juga. Awalnya aku marah luar biasa. Tapi lama-lama aku sadar, memendam marah nggak bikin hidupku lebih baik. Makanya aku cuma fokus ke Rafi sekarang."

Lila memandang Bayu. Ada rasa kagum di situ. Pria ini tidak banyak bicara, tapi ketika berbicara selalu menenangkan.

Bayu tersenyum tipis. “Kalau kamu ingin marah, marah saja. Kalau mau nangis, nangis. Nggak usah dipendam semua. Yang penting, jangan biarkan mereka bikin kamu percaya kalau kamu yang salah.”

Lila menghela napas panjang. “Sulit banget.” Wanita itu memejamkan matanya sebentar.

“Makanya,” Bayu sengaja menggoda, “kamu butuh teman ngobrol. Biar nggak ngenes sendirian.”

Ucapan Bayu itu membuat Lila tersenyum tipis, pertama kalinya sejak pagi tadi. "Kamu ini, ya.”

"Lho, beneran. Nanti kalau aku lihat kamu makin kurus karena stres, aku yang rugi. Soalnya aku pengen lihat kamu ketawa lagi."

Lila sempat terdiam. Candaan itu sederhana, tapi hangat. Seolah ada bagian kecil dari dirinya yang retak tapi mulai ditambal perlahan. Entah mimpi apa dia semalam sehingga bertemu lagi dengan Bayu.

Matahari mulai condong ke barat, waktu sepertinya bergerak sedikit cepat. Anak-anak masih asyik bermain, tapi Lila sadar mereka harus pulang.

Bayu merogoh saku, mengeluarkan ponsel. "Nomormu berapa? Biar kalau mereka makin keterlaluan, kamu bisa kasih tahu aku. Kamu nggak harus hadapi semuanya sendirian."

Lila ragu sebentar, lalu menyebutkan nomornya. Mereka bertukar kontak.

"Terima kasih, Bayu," kata Lila pelan.

Bayu menatap Lila serius. “Ini bukan soal kasihan, Lila. Aku cuma nggak pengen kamu terus disakiti orang-orang.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Pacar Tajir   Bab 119. Hak Asuh Rafi

    "Lila … kamu siap?" suara Bayu terdengar pelan, hampir tenggelam oleh hiruk-pikuk koridor pengadilan pagi itu.Lila menoleh. Ia mengenakan blouse putih sederhana, wajahnya pucat tapi tegar. "Siap atau nggak, hari ini harus selesai, Mas."Bayu mengangguk pelan, lalu menggenggam tangan istrinya erat. "Kita udah sejauh ini. Apa pun hasilnya, kita jalan bareng."Lila tersenyum tipis. "Aku percaya, Mas. Tuhan nggak bakal kasih luka dua kali di tempat yang sama."Langkah mereka beriringan memasuki ruang sidang. Udara di dalam terasa berat, mencekam. Suara bisik-bisik kecil dari beberapa pengunjung membuat jantung Lila berdegup semakin kencang.Di seberang, Farah sudah duduk. Mata perempuan itu sembab, wajahnya tampak lelah. Gaun formal yang dikenakan tak mampu menutupi getar di ujung jarinya. Ia menunduk dalam, seperti tak sanggup menatap Bayu dan Lila.Ketika hakim memasuki ruangan, semua berdiri. Suasana hening total."Sidang hari ini akan membacakan putusan atas perkara hak asuh anak ata

  • Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Pacar Tajir   Bab 118. Yang Ditunggu

    "Mas… tanganku dingin banget," bisik Lila pelan di dalam mobil yang perlahan berhenti di depan gedung tinggi penuh cahaya. Dari luar, sorak sorai, lampu kamera, dan lantunan musik gala malam terasa begitu megah.Bayu menatapnya lembut. Ia menggenggam tangan istrinya erat. "Kamu nggak perlu takut. Kamu cuma datang untuk mengambil apa yang sudah lama jadi hakmu, pengakuan."Lila tersenyum kaku, matanya menatap pantulan dirinya di kaca jendela. Gaun biru pastel yang ia kenakan tampak sederhana di antara kilauan gaun para tamu lain yang glamor. Tapi di balik kesederhanaan itu, ada keyakinan yang tumbuh pelan-pelan."Aku dulu cuma ibu rumah tangga yang nulis di sela-sela anak tidur, Mas," ucapnya lirih. ,"Aku nggak pernah nyangka harus berdiri di ruangan sebesar ini."Bayu terkekeh pelan. Justru itu yang bikin kamu beda. Mereka menulis karena ingin dikenal, kamu menulis karena ingin sembuh.”Lila menatapnya dalam. “Kamu yakin aku kuat?”“Yakin banget,” jawab Bayu, menatap lurus ke matanya.

  • Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Pacar Tajir   Bab 117. Penghargaan

    "Mas…” Suara Lila parau memecah sunyi pagi.Bayu baru saja menyeruput kopinya, ketika mendengar nada panik di ruang tengah. Ia segera menoleh dan mendapati Lila duduk di lantai, ponselnya bergetar tak berhenti, notifikasi terus berdenting bersahutan."Ada apa, Lil?" tanya Bayu cepat, mendekat.Lila menatap layar ponselnya dengan wajah pucat. "Aku… aku viral, Mas. Semua orang tahu. Lihat ini."Bayu jongkok di sebelahnya, menatap layar yang penuh dengan notifikasi dari media sosial: mention, DM, artikel berita.Judul-judulnya bertebaran di layar:“Aruna M Terungkap! Penulis Terkenal Ternyata Istri Pengusaha Lokal.""Lila Bayu, Perempuan yang Menulis dari Luka.""Kisah Nyata di Balik Novel ‘Kisah yang Bertahan di Antara Luka’."Sejak Dina memviralkan Lila kemarin, sampai pagi ini berita itu seakan terus menyebar. Lila masih begitu shock.Lila menggigit bibir, jemarinya gemetar. "Mas, aku takut … aku nggak siap jadi pusat perhatian begini."Bayu menarik napas panjang, lalu duduk di lanta

  • Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Pacar Tajir   Bab 116. Bangga Sekali

    116"Rafi, jangan asal coret, Nak. Hurufnya harus rapat, biar nggak kebaca kayak ular lagi."Suara lembut Lila terdengar dari ruang tengah sore itu. Raka duduk di sebelah adiknya, membantu mengeja beberapa kata untuk pelajaran Bahasa Indonesia. Di atas meja, tumpukan kertas, pensil warna, dan satu mug susus hangat menebar aroma melati.Bayu baru pulang dari kantor, menaruh tasnya di sofa, dan tersenyum kecil."Wah, kelihatannya ruang belajar ini berubah jadi kelas mini, ya?"Lila menoleh sambil tersenyum. "Lebih ramai daripada sekolah, Mas. Muridnya dua, tapi cerewetnya kayak sepuluh.""Eh, itu siapa ya datang?" Raka menengok ke arah pintu begitu terdengar suara bel pintu.Lila bangkit, membuka pintu, dan langsung disambut pelukan hangat dari seorang perempuan muda."Mbak Lila! Aku dadakan ke sini, kangen Rafi sama Raka.""Dina!" Lila tertawa kecil. "Masuk, sini. Wah, udah lama banget kamu nggak mampir."Dina, adik Bayu, membawa tas kecil berisi hadiah, dua mobil-mobilan untuk anak-an

  • Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Pacar Tajir   Bab 115. Kamu Jantungku

    Bab 115Layar ponsel Lila masih menyala menampilkan foto Bayu dan Farah di rumah sakit. Ia menatapnya lama, hingga akhirnya pintu rumah terbuka. Bayu berdiri di ambang, wajahnya lelah, mata merah karena kurang tidur."Mas…"suara Lila pelan. "Aku lihat fotonya."Bayu menatap istrinya tanpa berkata apa-apa beberapa detik, lalu mendekat perlahan. "Itu nggak seperti yang kamu pikir," katanya pelan. "Farah beneran sakit, Li. Dokter bilang dia drop karena tekanan batin."Lila menunduk. "Aku nggak marah."Bayu mengerutkan kening. "Nggak marah?"Lila menggeleng. "Cuma sedih. Karena sepertinya kita semua udah terlalu capek saling menyakiti."Bayu memegang tangannya erat. "Aku tahu. Makanya aku mau kamu ikut besok. Kita jenguk dia bareng. Aku nggak mau lagi ada yang salah paham."Lila terdiam beberapa saat, menatap mata suaminya. "Kamu yakin aku boleh datang?""Bukan boleh, Li. Aku mau kamu datang. Supaya semuanya berakhir dengan baik."Lila mengangguk pelan. "Kalau itu memang yang terbaik, aku

  • Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Pacar Tajir   Bab 114. Masih Tetap Farah

    "Mas, kamu baca ini?"Lila menunjukkan layar ponselnya pada Bayu. Di layar, ada unggahan dari akun anonim yang menuliskan:"Istri kedua, numpang kaya, sok alim tapi nggak becus urus anak."Bayu mengerutkan kening. "Aku udah lihat. Nggak usah dipikirin, Li. Mereka cuma cari perhatian."Lila menarik napas dalam. "Tapi orang-orang di komplek udah mulai bisik-bisik. Tadi waktu aku beli sayur aja, Bu Ratmi sempat nyeletuk—‘kalau bukan karena Bayu, Lila mana mungkin bisa tinggal di sini.’""Biarkan aja," ujar Bayu datar, menahan amarahnya. "Aku nggak mau kamu capek mikirin omongan orang. Mereka nggak tahu apa pun."Lila tersenyum tipis. "Aku nggak capek, Mas. Aku cuma… kasihan Rafi."Bayu menoleh cepat. "Rafi kenapa?"Lila menunduk, menatap ujung jarinya yang saling bertaut. "Tadi dia pulang sekolah, wajahnya murung. Aku tanya kenapa, katanya teman-temannya bilang aku ‘bukan ibu kandungnya’. Ada yang bilang aku cuma ikut numpang makan di rumah ayahnya."Bayu mengepalkan tangan di meja. "Kur

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status