Share

7

Author: Anggrek Bulan
last update Last Updated: 2025-09-17 16:20:28

"Dasar perempuan nggak tahu diri."

"Pantas saja ditinggal suami."

"Semoga segera dapat karma, kok ada sih saudara sejahat itu?"

Malam itu, layar ponsel Lila terus berkedip. Notifikasi dari media sosial menumpuk, komentar-komentar pedas, sindiran, bahkan fitnah yang terus disebarkan Rika dan Mila. Jari-jarinya gemetar setiap kali melihat satu per satu komentar itu.

"Ya Allah, sampai kapan semua ini?" Rasa sakit akibat pengkhianatan itu belum kering, sekrang ditambah dengan fitnah yang menyebar dengan cepat.

Lila menutup layar ponselnya cepat-cepat. Rasanya dadanya sesak sekali. Di tengah rasa terpojok itu, ponselnya kembali bergetar. Kali ini bukan notifikasi komentar, melainkan pesan dari Bayu.

[Jangan baca komentar. Fokus ke langkahmu sendiri. Mereka bisa ngomong apa saja, tapi kebenaran nggak akan hilang hanya karena suara mereka lebih keras.]

Lila memandang pesan itu lama. Ada ketenangan aneh yang merambat di dadanya. Jemarinya sempat ragu, tapi akhirnya ia membalas.

[Apa kamu pernah ngalamin juga?]

Tak butuh waktu lama, balasan dari Bayu pun langsung masuk.

[Iya. Waktu proses cerai dulu, mantan istriku juga bikin cerita macam-macam. Katanya aku suami nggak bertanggung jawab. Padahal kenyataannya dia yang pergi. Kadang orang lebih suka percaya drama ketimbang kebenaran, Lila. Tapi aku belajar satu hal: yang penting kita jalan terus. Biar waktu yang buktiin.]

Lila menarik napas panjang. Biar waktu yang buktiin? Kata-kata itu terasa seperti jangkar di tengah badai. Beberapa menit kemudian, pesan lain masuk dari Bayu.

[Besok sore, kalau kamu mau, ketemu di kafe depan taman kota, ya? Aku bawa Rafi. Kayaknya kamu butuh suasana lain selain baca komentar miring di medsos.]

Lila sempat ragu. Tapi entah mengapa, ia akhirnya mengetik balasan juga untuk Bayu.

[Oke.]

**

"Wah, rame ya Bu."

"Iya, rame sekali," jawab Lila sambil tersenyum tipis, yang tak bisa menutup kesedihan di wajahnya.

Sore itu, kafe kecil di depan taman kota cukup ramai. Lila datang dengan langkah ragu, menggandeng Raka. Yang wajahnya saat ini nampak riang.

Ternyata Bayu sudah duduk di pojok kafe, Rafi di sampingnya. Anak laki-laki lima tahun itu langsung melambai saat melihat Lila.

"Tante cantik, tante sedih ya?" suara polos Rafi langsung menyeruak begitu Lila duduk. "Jangan sedih, nanti aku kasih cokelat. Aku punya banyak."

Lila tersenyum kecut, tapi hatinya sedikit menghangat. "Terima kasih, Rafi."

Anak itu menyodorkan cokelat kecil dari saku bajunya. "Ini buat tante. Biar senyum lagi."

Bayu terkekeh melihat kelakuan putranya itu. "Dia suka sok bijak, padahal belum bisa baca koran."

Lila menatap Rafi lama-lama. Anak sekecil ini bisa bilang hal-hal yang bahkan orang dewasa pun jarang ucapkan. Tak lama, Raka yang biasanya pendiam justru duduk di dekat Bayu, bukan di samping Lila.

"Om," katanya pelan. "Aku suka main puzzle. Apa Rafi suka juga?"

Bayu tersenyum hangat. "Tanya Rafi aja. Dia jagonya puzzle. Sering bikin aku kalah."

Dua anak itu pun mulai ngobrol sendiri, dan dalam hitungan menit sudah akrab seperti teman lama yang bertemu kembali.

Lila memperhatikan pemandangan itu dengan campuran perasaan aneh. Imam tak pernah sabar bermain dengan Raka. Pulang kerja selalu marah, selalu sibuk dengan ponselnya. Tapi Bayu … pria ini bahkan tak keberatan menjawab setiap pertanyaan polos Rafi dan Raka satu per satu, dengan sabar, dengan tatapan penuh kasih.

"Kamu kelihatan kaget, atau sedang melamun?" Bayu memecah diam.

Lila menggeleng pelan. "Cuma aneh aja. Raka biasanya nggak gampang dekat sama orang."

Bayu menatap Raka yang sedang tertawa kecil karena Rafi memamerkan trik sulap kartu. "Anak-anak biasanya tahu siapa yang tulus sama mereka. Nggak bisa dibohongi."

Lila terdiam lagi. Kata-kata itu menusuk hatinya pelan. Di meja kecil itu, suasana terasa berbeda. Rafi sesekali menyuapi Raka potongan waffle. Raka, yang biasanya kaku, malah tertawa sampai matanya menyipit.

Lila melirik Bayu. "Kamu sabar banget, ya."

Bayu mengangkat bahu. "Biasa aja. Dulu mungkin nggak. Tapi setelah cerai, aku belajar banyak. Anak butuh ayah yang hadir, bukan cuma kirim uang tiap bulan."

Ada ironi di dada Lila. Imam bahkan tak pernah hadir, bahkan ketika mereka masih bersama.

Matahari sore menembus kaca kafe, memantulkan cahaya ke wajah dua anak yang kini tertawa bersama. Sekilas, bagi orang yang melihat, mereka berempat mungkin tampak seperti keluarga kecil yang harmonis.

Menjelang magrib, mereka bersiap pulang. Rafi memeluk kaki Bayu sebentar, lalu menatap ayahnya dengan wajah polos.

"Papa,” suaranya cukup keras hingga beberapa orang di meja sebelah melirik. "Apa Tante ini bakal jadi ibu baruku?"

Bayu terperanjat. Lila langsung terdiam di tempat.

Di sebelah mereka, Raka malah cekikikan, ikut tertawa bersama Rafi seolah pertanyaan itu lelucon paling lucu di dunia.

Bayu menggaruk tengkuknya kikuk. "Rafi … itu," ia berusaha mengalihkan, tapi wajahnya sudah memanas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Pacar Tajir   Bab 119. Hak Asuh Rafi

    "Lila … kamu siap?" suara Bayu terdengar pelan, hampir tenggelam oleh hiruk-pikuk koridor pengadilan pagi itu.Lila menoleh. Ia mengenakan blouse putih sederhana, wajahnya pucat tapi tegar. "Siap atau nggak, hari ini harus selesai, Mas."Bayu mengangguk pelan, lalu menggenggam tangan istrinya erat. "Kita udah sejauh ini. Apa pun hasilnya, kita jalan bareng."Lila tersenyum tipis. "Aku percaya, Mas. Tuhan nggak bakal kasih luka dua kali di tempat yang sama."Langkah mereka beriringan memasuki ruang sidang. Udara di dalam terasa berat, mencekam. Suara bisik-bisik kecil dari beberapa pengunjung membuat jantung Lila berdegup semakin kencang.Di seberang, Farah sudah duduk. Mata perempuan itu sembab, wajahnya tampak lelah. Gaun formal yang dikenakan tak mampu menutupi getar di ujung jarinya. Ia menunduk dalam, seperti tak sanggup menatap Bayu dan Lila.Ketika hakim memasuki ruangan, semua berdiri. Suasana hening total."Sidang hari ini akan membacakan putusan atas perkara hak asuh anak ata

  • Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Pacar Tajir   Bab 118. Yang Ditunggu

    "Mas… tanganku dingin banget," bisik Lila pelan di dalam mobil yang perlahan berhenti di depan gedung tinggi penuh cahaya. Dari luar, sorak sorai, lampu kamera, dan lantunan musik gala malam terasa begitu megah.Bayu menatapnya lembut. Ia menggenggam tangan istrinya erat. "Kamu nggak perlu takut. Kamu cuma datang untuk mengambil apa yang sudah lama jadi hakmu, pengakuan."Lila tersenyum kaku, matanya menatap pantulan dirinya di kaca jendela. Gaun biru pastel yang ia kenakan tampak sederhana di antara kilauan gaun para tamu lain yang glamor. Tapi di balik kesederhanaan itu, ada keyakinan yang tumbuh pelan-pelan."Aku dulu cuma ibu rumah tangga yang nulis di sela-sela anak tidur, Mas," ucapnya lirih. ,"Aku nggak pernah nyangka harus berdiri di ruangan sebesar ini."Bayu terkekeh pelan. Justru itu yang bikin kamu beda. Mereka menulis karena ingin dikenal, kamu menulis karena ingin sembuh.”Lila menatapnya dalam. “Kamu yakin aku kuat?”“Yakin banget,” jawab Bayu, menatap lurus ke matanya.

  • Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Pacar Tajir   Bab 117. Penghargaan

    "Mas…” Suara Lila parau memecah sunyi pagi.Bayu baru saja menyeruput kopinya, ketika mendengar nada panik di ruang tengah. Ia segera menoleh dan mendapati Lila duduk di lantai, ponselnya bergetar tak berhenti, notifikasi terus berdenting bersahutan."Ada apa, Lil?" tanya Bayu cepat, mendekat.Lila menatap layar ponselnya dengan wajah pucat. "Aku… aku viral, Mas. Semua orang tahu. Lihat ini."Bayu jongkok di sebelahnya, menatap layar yang penuh dengan notifikasi dari media sosial: mention, DM, artikel berita.Judul-judulnya bertebaran di layar:“Aruna M Terungkap! Penulis Terkenal Ternyata Istri Pengusaha Lokal.""Lila Bayu, Perempuan yang Menulis dari Luka.""Kisah Nyata di Balik Novel ‘Kisah yang Bertahan di Antara Luka’."Sejak Dina memviralkan Lila kemarin, sampai pagi ini berita itu seakan terus menyebar. Lila masih begitu shock.Lila menggigit bibir, jemarinya gemetar. "Mas, aku takut … aku nggak siap jadi pusat perhatian begini."Bayu menarik napas panjang, lalu duduk di lanta

  • Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Pacar Tajir   Bab 116. Bangga Sekali

    116"Rafi, jangan asal coret, Nak. Hurufnya harus rapat, biar nggak kebaca kayak ular lagi."Suara lembut Lila terdengar dari ruang tengah sore itu. Raka duduk di sebelah adiknya, membantu mengeja beberapa kata untuk pelajaran Bahasa Indonesia. Di atas meja, tumpukan kertas, pensil warna, dan satu mug susus hangat menebar aroma melati.Bayu baru pulang dari kantor, menaruh tasnya di sofa, dan tersenyum kecil."Wah, kelihatannya ruang belajar ini berubah jadi kelas mini, ya?"Lila menoleh sambil tersenyum. "Lebih ramai daripada sekolah, Mas. Muridnya dua, tapi cerewetnya kayak sepuluh.""Eh, itu siapa ya datang?" Raka menengok ke arah pintu begitu terdengar suara bel pintu.Lila bangkit, membuka pintu, dan langsung disambut pelukan hangat dari seorang perempuan muda."Mbak Lila! Aku dadakan ke sini, kangen Rafi sama Raka.""Dina!" Lila tertawa kecil. "Masuk, sini. Wah, udah lama banget kamu nggak mampir."Dina, adik Bayu, membawa tas kecil berisi hadiah, dua mobil-mobilan untuk anak-an

  • Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Pacar Tajir   Bab 115. Kamu Jantungku

    Bab 115Layar ponsel Lila masih menyala menampilkan foto Bayu dan Farah di rumah sakit. Ia menatapnya lama, hingga akhirnya pintu rumah terbuka. Bayu berdiri di ambang, wajahnya lelah, mata merah karena kurang tidur."Mas…"suara Lila pelan. "Aku lihat fotonya."Bayu menatap istrinya tanpa berkata apa-apa beberapa detik, lalu mendekat perlahan. "Itu nggak seperti yang kamu pikir," katanya pelan. "Farah beneran sakit, Li. Dokter bilang dia drop karena tekanan batin."Lila menunduk. "Aku nggak marah."Bayu mengerutkan kening. "Nggak marah?"Lila menggeleng. "Cuma sedih. Karena sepertinya kita semua udah terlalu capek saling menyakiti."Bayu memegang tangannya erat. "Aku tahu. Makanya aku mau kamu ikut besok. Kita jenguk dia bareng. Aku nggak mau lagi ada yang salah paham."Lila terdiam beberapa saat, menatap mata suaminya. "Kamu yakin aku boleh datang?""Bukan boleh, Li. Aku mau kamu datang. Supaya semuanya berakhir dengan baik."Lila mengangguk pelan. "Kalau itu memang yang terbaik, aku

  • Dikhianati Suami, Dinikahi Mantan Pacar Tajir   Bab 114. Masih Tetap Farah

    "Mas, kamu baca ini?"Lila menunjukkan layar ponselnya pada Bayu. Di layar, ada unggahan dari akun anonim yang menuliskan:"Istri kedua, numpang kaya, sok alim tapi nggak becus urus anak."Bayu mengerutkan kening. "Aku udah lihat. Nggak usah dipikirin, Li. Mereka cuma cari perhatian."Lila menarik napas dalam. "Tapi orang-orang di komplek udah mulai bisik-bisik. Tadi waktu aku beli sayur aja, Bu Ratmi sempat nyeletuk—‘kalau bukan karena Bayu, Lila mana mungkin bisa tinggal di sini.’""Biarkan aja," ujar Bayu datar, menahan amarahnya. "Aku nggak mau kamu capek mikirin omongan orang. Mereka nggak tahu apa pun."Lila tersenyum tipis. "Aku nggak capek, Mas. Aku cuma… kasihan Rafi."Bayu menoleh cepat. "Rafi kenapa?"Lila menunduk, menatap ujung jarinya yang saling bertaut. "Tadi dia pulang sekolah, wajahnya murung. Aku tanya kenapa, katanya teman-temannya bilang aku ‘bukan ibu kandungnya’. Ada yang bilang aku cuma ikut numpang makan di rumah ayahnya."Bayu mengepalkan tangan di meja. "Kur

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status