"Bu Rahayu, sebagai perkenalan dan ungkapan terimakasih karena sudah dikenalkan ke seluruh karyawan di perusahaan ini, saya mau traktir Ibu makan siang, bagaimana?" Ucap Ardhi ketika mereka berada di lift untuk naik ke lantai atas. Rencananya Rahayu akan mengantarkan Ardhi menuju ruang kerjanya dan memperkenalkan pada teamnya.
"Makan siang? Wah apa tidak merepotkan Pak Ardhi?" Tanya Rahayu, ia sebenarnya ragu menerima tawaran makan siang dari Ardhi, apalagi dirinya juga sudah membawa bekal. Namun Rahayu juga tak enak jika menolaknya.
"Enggaklah, namanya juga ucapan terimakasih masa merepotkan!" Ardhi tersenyum, membuat jantung Rahayu ingin melompat keluar karena menatap wajah ganteng Ardhi. Sebenarnya bukan hanya Rahayu, siapapun wanita yang melihat Ardhi pasti akan terpesona.
Betapa tidak, sebagai seorang pria, Ardhi bisa dibilang sebagai sosok pria sempurna. Ia memiliki wajah tampan, postur badan yang atletis dengan tinggi badan mencapai 175cm. Ardhi juga memiliki sifat yang ramah, baik hati dan tentunya otak yang cerdas karena lulusan universitas ternama di Inggris, yang tidak kalah penting ia adalah pewaris Darmawan group, perusahaan tempat Rahayu bekerja saat ini.
"Memperkenalkan Bapak ke seluruh karyawan sudah menjadi tugas saya Pak, jadi Bapak tak perlu sampai mentraktir untuk berterima kasih, lagipula saya sudah bawa bekal Pak Ardhi" Ucap Rahayu jujur, ia juga berusaha menolak secara halus tawaran Ardhi karena merasa tak enak.
"Bekal? Masakan rumah?" Mata Ardhi tiba-tiba berbinar antusias. Semenjak kembali ke Indonesia, Ardhi memang jarang memakan masakan rumahan. Bahkan untuk makan malam di rumah bersama Papanya pun ia pesan online.
"Iya Pak, saya selalu membawa bekal sendiri" Ucap Rahayu malu-malu, khawatir akan ditertawakan oleh Ardhi atau dibilang terlalu berhemat seperti yang dikatakan teman-teman sekerjanya.
"Aku punya ide, bagaimana kalau kita makan berdua di kantin hari ini, jadi bekalmu masih bisa di makan. Bagaimana, setuju?" Ucap Ardhi menyampaikan idenya untuk makan bersama dengan semangat.
"Boleh Pak Ardhi" ucap Rahayu menyetujui ide yang disampaikan oleh anak dari bosnya tersebut. Dia merasa tak enak jika menolaknya kali ini.
Setelah menunjukan ruang kerja Ardhi dan memperkenalkan Ardhi pada karyawan yang akan menjadi teamnya, Ardhi dan Rahayu segera berjalan menuju ke kantin. Kebetulan waktu sudah menunjukan jam dua belas siang yang artinya sudah waktunya untuk makan siang bagi para karyawan.
Rahayu mampir ke ruang kerjanya untuk mengambil bekal makan siangnya sebelum menuju kantin. Ardhi pun mengikuti Rahayu hingga ke ruang kerjanya sehingga membuat para karyawan berbisik-bisik melihat mereka berdua. Entah apa yang mereka bicarakan Rahayu dan Ardhi tak begitu mempedulikan.
Seperti biasa, Ardhi menanggapi setiap tatapan para karyawan dengan senyuman manis dan menganggukan kepala. Membuat para karyawati kembali salah tingkah.
***
"Siapa yang masak? pasti ART kamu yah?" tanya Ardhi dengan nada meledek saat Rahayu membuka bekal makan siangnya di hadapan Ardhi.
Rahayu memang tidak memesan makanan karena ia sudah membawa bekal sendiri, namun dia memesan minuman sebagai bentuk penghargaanya pada Ardhi yang sudah berniat mentraktirnya. Sementara Ardhi memesan Soto daging khas Betawi.
"Aku masak sendiri Pak Ardhi" Jawab Rahayu malu-malu, khawatir Ardhi meremehkan masakanya.
Tentu saja ia tak punya ART, ia hanya mampu membayar satu orang pengasuh yaitu Mbak Fitri, itupun tak diberikan tugas memasak. Hanya menjaga Athala selama dirinya bekerja.
"Masak sendiri? Wah kamu pinter masak juga dong berarti? benar-benar multitalenta yah kamu" Ardhi yang sedang menuang sambal ke mangkuk nya menghentikan sejenak aktivitasnya. Ia ingin tahu apa yang Rahayu bawa.
"Biasa aja kok Pak, ini bukan multitalent tapi kepepet kondisi!" Jawab Rahayu dengan santai, ia merasa tidak layak menerima pujian Ardhi yang menurutnya berlebihan.
Sebenarnya Rahayu bukan multitalenta tetapi dipaksa oleh keadaan sehingga harus bisa mengerjakan semuanya. Rahayu menyadari mahalnya biaya makan siang jika tak membawa bekal sendiri, itulah yang memaksa Rahayu untuk memasak dan membawa bekal setiap hari ke kantor.
"Wah, makananmu terlihat lebih enak dari punyaku, kalo boleh kita bisa tukeran yah?" Ucap Ardhi. Dua tahun di luar negri membuat Ardhi sangat rindu masakan rumah, apalagi melihat tumis kangkung, lele goreng dan sambal terasi yang dibawa Rahayu.
"Bapak mau?" Rahayu menawari Ardhi dengan ragu-ragu. Ia tak yakin Ardhi mau memakan masakanya mengingat Ardhi adalah anak bos perusahaan ini.
"Tentu saja aku mau, terimakasih Bu Rahayu" Tanpa ragu Ardhi mengambil makanan milik Rahayu dan menyodorkan mangkuk berisi soto betawi yang belum jadi dimakan ke hadapan Rahayu.
Rahayu tampak kaget karena ternyata Ardhi benar-benar menginginkan bekalnya. Ardhi segera memakan bekal Rahayu dengan lahap.
Ardhi tak menyangka masakan Rahayu benar-benar lezat, bahkan mengingatkan pada masakan mendiang Ibunya. Memakan masakan Rahayu terasa seperti sedang bernostalgia saat makan bersama Ibunya dulu.
"Masakanmu lezat sekali Bu Rahayu, aku sudah lama merindukan masakan rumahan seperti ini" Ucap Ardhi membuat hati Rahayu menghangat. Sikap Ardhi membuat Rahayu tiba-tiba mengingat Arkana yang selalu menyukai masakanya dan memujinya sambil menyantap masakan buatan Rahayu.
"Kamu kok gak makan? gak suka soto yah? aku pesenin yang lain kalo kamu gak suka Soto deh!" Ucap Ardhi, ia melambaikan tangan hendak memanggil pelayan kantin namun cepat-cepat dicegah oleh Rahayu.
"Eh gak usah, aku mau soto kok!" Ucap Rahayu, ia mulai menyantap Soto yang tadi dipesan oleh Ardhi. Rahayu menyunggingkan senyum tipis di bibirnya. Sedikit perasaan bangga ia rasakan karena masakanya dihabiskan oleh Ardhiansyah yang tak lain adalah bos nya.
Brakh!!Pintu rumah reyot itu terdobrak dengan keras, daun pintunya menghantam dinding dengan keras hingga nyaris copot dari engselnya. Suara dentuman itu menggema di seluruh ruangan, membuat Yanti dan Luna tersentak ketakutan."Apa-apaan ini?!" teriak Yanti kaget, wajahnya pucat pasi.Luna langsung berdiri, matanya membelalak saat melihat Ardhi berdiri di ambang pintu, diapit oleh empat bodyguard bertubuh kekar yang mengenakan seragam hitam. Wajahnya dingin, rahangnya mengeras, tatapannya penuh amarah yang membara.Di belakang Ardhi, Rahayu muncul dengan napas memburu. Matanya merah dan basah oleh air mata, tetapi sorot matanya tajam, penuh keberanian."Di mana anak-anakku?!" suara Rahayu bergetar, tapi penuh tekanan.Yanti mundur beberapa langkah, panik. “Ka-Kalian tidak boleh masuk!”Ardhi hanya melirik sekilas ke arah bodyguardnya. Salah satu dari mereka langsung melangkah maju, menyingkirkan Yanti dengan mudah seperti boneka kain.Luna ikut ketakutan, tangannya mencengkeram ujung
Rahayu tiba di sekolah Arkana dan Athala setelah pulang kerja untuk menjemput kedua putranya."Maaf Ibu, tadi anak-anak sudah dijemput oleh Omanya" ucap seorang guru yang terbiasa mengajar Athala."Omanya?" ucap Rahayu heran, seingatnya mertuanya Yanti tak pernah peduli pada kedua putranya. Tumben sekali dia mau menjemputnya. Pikiran buruk mulai melintas di kepala Rahayu.Tiba-tiba, ponselnya bergetar di dalam tas. Dengan tangan gemetar, Rahayu mengangkatnya.Suara di seberang terdengar dingin dan penuh kepuasan.“Kau mencari anak-anakmu, Rahayu?” suara Yanti terdengar tajam.Rahayu langsung menegang. “Di mana mereka?! Apa yang kau lakukan pada anak-anakku, Yanti?!”Terdengar tawa sinis dari seberang. “Jangan panik begitu, Rahayu. Mereka baik-baik saja bersamaku, ingat aku ini neneknya!.”Rahayu merasakan tubuhnya lemas, tapi ia memaksakan diri tetap berdiri. “Jangan macam-macam, Yanti. Kembalikan mereka sekarang juga!”“Kembalikan? Hah! Setelah semua yang kau lakukan padaku dan Sadew
Rahayu duduk di ruang kerja Pak Darmawan, di ruangan tersebut Ardhi dan Pak Darmawan sudah menunggu dengan serius.Rahayu menelan ludah. “Pak Darmawan, Pak Ardhi, maafkan... saya... saya ingin menjelaskan semuanya.” Suaranya bergetar.Ardhi menatapnya lembut. “Kami sudah mendengar gosip itu, tapi kami ingin mendengar langsung dari kamu.”Air mata hampir jatuh di pipi Rahayu. “Saya tidak enak, karena harus membawa-bawa Pak Darmawan dalam masalah pribadi saya, apalagi sampai gosip ini menyebar”“Siapa yang melakukannya?” tanya Pak Darmawan, matanya tajam penuh rasa ingin tahu.Dengan tangan gemetar, Rahayu mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan pesan-pesan dari Yanti. Ancaman demi ancaman terpampang jelas di layar.“Ini... mantan mertua saya, Bu Yanti. Dia mengancam akan menyebarkan gosip tentang saya jika saya tidak terus memberinya uang bulanan, meskipun saya sudah bercerai dari Sadewo,” jelas Rahayu dengan suara tercekat.Ardhi memandang bukti-bukti itu dengan rahang mengeras. “Ini k
Di pantry kantor, sekelompok karyawan berkumpul sambil menyeruput kopi pagi mereka. Suara bisikan mereka terdengar jelas, meski mencoba ditutupi dengan tawa kecil.“Kamu tahu nggak? Katanya Rahayu selingkuh sama Pak Darmawan,” bisik Rina, dengan mata berbinar penuh rasa ingin tahu.“Ah tidak mungkin, setahuku Rahayu selalu profesional,” sahut Rudi, staf IT, ia tahu benar bagaimana sifat Rahayu saat kemarin ia bersinggungan langsung denganya tentang kasus Luna yang hampir membuatnya kehilangan pekerjaan."Kamu gak tahu, sih! Foto-fotonya udah banyak kesebar! Pantas saja Pak Darmawan betah menduda, lah wong punya surgar baby“ celetuk Aryo."Kalau udah jadi ‘kesayangan’ bos besar, siapa yang berani sentuh?” Lusi menambahkan dengan nada sinis.“Aku nggak heran. Dari dulu Rahayu kan selalu kelihatan sok sibuk. Mungkin sibuknya bukan cuma kerja, tapi juga ‘melayani’ Pak Darmawan.”Gelak tawa kecil pecah, meskipun beberapa orang tampak tak nyaman. Tapi, rasa penasaran lebih menguasai mereka.
“Apa yang kamu inginkan dariku?” tanya Yanti, menatap Luna tajam.Luna tersenyum licik. “Aku tahu, kamu pasti tak mau kehilangan jatah bulanan dari Rahayu. Saya juga punya masalah dengan dia. Bagaimana kalau kita bekerja sama?”Yanti menyandarkan tubuhnya, mendengarkan dengan seksama.“Kerja sama seperti apa?” tanya Yanti, mulai tertarik dengan penawaran Luna.“Sederhana,” jawab Luna.“Aku mau karier Rahayu di kantor hancur, sementara kamu mau dia tetap tunduk, kan? Jika kita bisa membuatnya jatuh, dia akan datang meminta tolong. Dan saat itu, kamu bisa menekannya untuk tetap memberimu uang.” lanjut Luna, tersenyum licik.Mata Yanti menyipit. “Dan apa untungnya buatmu?”“Aku mau Rahayu pergi dari perusahaan. Kalau dia hancur, maka aku bisa mendapatkan perhatian Ardhiansyah lagi,” kata Luna tanpa ragu.Yanti tersenyum kecil, lalu mengangguk. “Baiklah Luna, mari kita buat hidup Rahayu berantakan.”Dua wanita licik itu bersalaman, membuat kesepakatan berbahaya yang akan menguji keteguhan
Rahayu duduk di mejanya, jantungnya berdebar kencang. Ia tahu jika tidak segera menemukan bukti, reputasinya akan hancur. "Aku harus menemukan siapa yang menjebakku…" pikirnya."Rahayu, apa semua baik-baik saja?" tanya Sintya cemas. Ia melihat ekspresi panik dan bingung di wajah sahabatnya."Sintya, aku difitnah! Tapi, aku tidak tahu bagaimana cara membuktikan bahwa aku tidak melakukanya" ucap Rahayu dengan suara bergetar. Sintya mendekat ke arah Rahayu, "Apa yang bisa ku bantu, Yu?" Rahayu menggeleng, ia sendiri tak tahu dari mana ia akan menyelesaikan masalah ini. Reputasinya bisa hancur dan dia bisa kehilangan pekerjaan jika sampai tak mampu membuktikanya.Sementara itu, di ruanganya Luna sedang tersenyum puas. "Kamu pasti kalah Rahayu, lihat saja sebentar lagi kamu akan dipecat! Hahaha..."***Rahayu akhirnya menemukan sedikit jalan terang untuk menemukan siapa yang telah memfitnahnya. Ia membuka laptop dan mulai memeriksa sistem keuangan. Tangannya gemetar, tetapi pikirannya fo
Rahayu yang sedang bersedih karena ucapan Luna, berusaha menenangkan diri dengan memesan minuman di kantin. Kondisi kantin sudah mulai sepi karena waktu istirahat dan makan siang kayawan sudah usai.Rahayu duduk di sudut kantin, menatap kosong ke depan. Meskipun tak pernah berniat membalas, tetap saja hatinya perih oleh perkataan Luna. Ia telah melalui banyak hal, pengkhianatan suaminya, pernikahanya yang hancur, dan kini penghinaan dari Luna yang dilakukan di hadapan banyak rekan kerjanya di kantor. Rahayu menarik napas dalam, mencoba menahan air matanya agar tak jatuh. Tanpa disadari, Ardhi memperhatikanya dari tadi. Ia tahu Rahayu seorang yang kuat, pantas saja ayahnya selalu membanggakan Rahayu. Namun, Ardhi juga paham kekuatan seorang wanita pasti ada batasnya."Boleh aku duduk di sini?" kata Ardhi yang tiba-tiba sudah muncul di hadapan Rahayu.Rahayu segera mengelap air matanya yang hampir jatuh. Ia sedikit tidak enak karena menggunakan waktu kerja untuk melamun di kantin. "Eh,
"Bu Rahayu, semua dokumen sudah saya siapkan. Kita akan segera mengajukan gugatan cerai. Apakah Anda yakin tidak ingin memberikan kesempatan lagi pada Pak Sadewo?" tanya Rama hati-hati. Saat itu, Rahayu sedang berada di kantor hukum ternama di Jakarta. Rama adalah pengacara yang dipilih Rahayu untuk menyelesaikan urusan perceraianya dengan Sadewo.Rahayu menarik napas panjang. "Tidak, Pak Rama. Ini sudah keputusan bulat. Saya ingin Sadewo keluar dari hidup saya secepatnya."Rama mengangguk, ia sepenunya memahami kondisi klienya. Kesalahan Sadewo memang benar-benar tak layak untuk diberikan maaf."Pastikan hak asuh kedua anaku jatuh padaku Pak Rama" pinta Rahayu.Rahayu memang hanya peduli pada kedua putranya untuk saat ini, masalah harta gono-gini bagi Rahayu tak menjadi masalah. Toh, Rahayu tak punya harta apapun semenjak menikah dengan Sadewo. Hanya rumah yang ditempati bersama, itupun masih kredit.Rahayu menandatangani berkas perceraian dengan mantap. Hatinya lega, meskipun ia ta
Setelah sampai di kantornya, Ardhi buru-buru menemui Luna yang sedang menunggu di ruang tunggu lobi tak jauh dari meja resepsionis. Wanita itu terlihat kesal hingga wajah cantiknya cemberut. Ia merasa tak seharusnya Rahayu dan petugas resepsionis melarangnya masuk. Dia adalah calon istri Ardhi, kedua orangtua Luna dan Ardhi sudah menjodohkan mereka berdua."Luna sorry aku sedikit terlambat karena melewati macet" Ucap Ardhi segera meminta maaf, wajah Luna yang terlihat ditekuk membuat Ardhi merasa tak nyaman. Mungkin gadis cantik itu merasa bosan karena terlalu lama menunggu."Aku merasa muak dengan karyawanmu yang bernama Rahayu!" Ucap Luna langsung menumpahkan kekesalanya.Ardhi malah terkekeh, menanggapinya."Kau tak boleh muak padanya, sudah kubilang berkali-kali dia adalah karyawan kepercayaan papaku!" Ucap Ardhi kembali mengingatkan Luna."Dia sangat norak dan kuno, bisa-bisanya dia melarangku masuk kantor hanya karena aku belum terdaftar sebagai karyawan di sini! Sangat tidak ma