Share

7. Masakan Rahayu

Author: Rinda
last update Huling Na-update: 2024-01-26 07:07:00

"Bu Rahayu, sebagai perkenalan dan ungkapan terimakasih karena sudah dikenalkan ke seluruh karyawan di perusahaan ini, saya mau traktir Ibu makan siang, bagaimana?" Ucap Ardhi ketika mereka berada di lift untuk naik ke lantai atas. Rencananya Rahayu akan mengantarkan Ardhi menuju ruang kerjanya dan memperkenalkan pada teamnya.

"Makan siang? Wah apa tidak merepotkan Pak Ardhi?" Tanya Rahayu, ia sebenarnya ragu menerima tawaran makan siang dari Ardhi, apalagi dirinya juga sudah membawa bekal. Namun Rahayu juga tak enak jika menolaknya.

"Enggaklah, namanya juga ucapan terimakasih masa merepotkan!" Ardhi tersenyum, membuat jantung Rahayu ingin melompat keluar karena menatap wajah ganteng Ardhi. Sebenarnya bukan hanya Rahayu, siapapun wanita yang melihat Ardhi pasti akan terpesona.

Betapa tidak, sebagai seorang pria, Ardhi bisa dibilang sebagai sosok pria sempurna. Ia memiliki wajah tampan, postur badan yang atletis dengan tinggi badan mencapai 175cm. Ardhi juga memiliki sifat yang ramah, baik hati dan tentunya otak yang cerdas karena lulusan universitas ternama di Inggris, yang tidak kalah penting ia adalah pewaris Darmawan group, perusahaan tempat Rahayu bekerja saat ini.

"Memperkenalkan Bapak ke seluruh karyawan sudah menjadi tugas saya Pak, jadi Bapak tak perlu sampai mentraktir untuk berterima kasih, lagipula saya sudah bawa bekal Pak Ardhi" Ucap Rahayu jujur, ia juga berusaha menolak secara halus tawaran Ardhi karena merasa tak enak.

"Bekal? Masakan rumah?" Mata Ardhi tiba-tiba berbinar antusias. Semenjak kembali ke Indonesia, Ardhi memang jarang memakan masakan rumahan. Bahkan untuk makan malam di rumah bersama Papanya pun ia pesan online.

"Iya Pak, saya selalu membawa bekal sendiri" Ucap Rahayu malu-malu, khawatir akan ditertawakan oleh Ardhi atau dibilang terlalu berhemat seperti yang dikatakan teman-teman sekerjanya.

"Aku punya ide, bagaimana kalau kita makan berdua di kantin hari ini, jadi bekalmu masih bisa di makan. Bagaimana, setuju?" Ucap Ardhi menyampaikan idenya untuk makan bersama dengan semangat.

"Boleh Pak Ardhi" ucap Rahayu menyetujui ide yang disampaikan oleh anak dari bosnya tersebut. Dia merasa tak enak jika menolaknya kali ini.

Setelah menunjukan ruang kerja Ardhi dan memperkenalkan Ardhi pada karyawan yang akan menjadi teamnya, Ardhi dan Rahayu segera berjalan menuju ke kantin. Kebetulan waktu sudah menunjukan jam dua belas siang yang artinya sudah waktunya untuk makan siang bagi para karyawan.

Rahayu mampir ke ruang kerjanya untuk mengambil bekal makan siangnya sebelum menuju kantin. Ardhi pun mengikuti Rahayu hingga ke ruang kerjanya sehingga membuat para karyawan berbisik-bisik melihat mereka berdua. Entah apa yang mereka bicarakan Rahayu dan Ardhi tak begitu mempedulikan.

Seperti biasa, Ardhi menanggapi setiap tatapan para karyawan dengan senyuman manis dan menganggukan kepala. Membuat para karyawati kembali salah tingkah.

***

"Siapa yang masak? pasti ART kamu yah?" tanya Ardhi dengan nada meledek saat Rahayu membuka bekal makan siangnya di hadapan Ardhi. 

Rahayu memang tidak memesan makanan karena ia sudah membawa bekal sendiri, namun dia memesan minuman sebagai bentuk penghargaanya pada Ardhi yang sudah berniat mentraktirnya. Sementara Ardhi memesan Soto daging khas Betawi.

"Aku masak sendiri Pak Ardhi" Jawab Rahayu malu-malu, khawatir Ardhi meremehkan masakanya.

Tentu saja ia tak punya ART, ia hanya mampu membayar satu orang pengasuh yaitu Mbak Fitri, itupun tak diberikan tugas memasak. Hanya menjaga Athala selama dirinya bekerja.

"Masak sendiri? Wah kamu pinter masak juga dong berarti? benar-benar multitalenta yah kamu" Ardhi yang sedang menuang sambal ke mangkuk nya menghentikan sejenak aktivitasnya. Ia ingin tahu apa yang Rahayu bawa.

"Biasa aja kok Pak, ini bukan multitalent tapi kepepet kondisi!" Jawab Rahayu dengan santai, ia merasa tidak layak menerima pujian Ardhi yang menurutnya berlebihan.

Sebenarnya Rahayu bukan multitalenta tetapi dipaksa oleh keadaan sehingga harus bisa mengerjakan semuanya. Rahayu menyadari mahalnya biaya makan siang jika tak membawa bekal sendiri, itulah yang memaksa Rahayu untuk memasak dan membawa bekal setiap hari ke kantor.

"Wah, makananmu terlihat lebih enak dari punyaku, kalo boleh kita bisa tukeran yah?" Ucap Ardhi. Dua tahun di luar negri membuat Ardhi sangat rindu masakan rumah, apalagi melihat tumis kangkung, lele goreng dan sambal terasi yang dibawa Rahayu.

"Bapak mau?" Rahayu menawari Ardhi dengan ragu-ragu. Ia tak yakin Ardhi mau memakan masakanya mengingat Ardhi adalah anak bos perusahaan ini.

"Tentu saja aku mau, terimakasih Bu Rahayu" Tanpa ragu Ardhi mengambil makanan milik Rahayu dan menyodorkan mangkuk berisi soto betawi yang belum jadi dimakan ke hadapan Rahayu.

Rahayu tampak kaget karena ternyata Ardhi benar-benar menginginkan bekalnya. Ardhi segera memakan bekal Rahayu dengan lahap.

Ardhi tak menyangka masakan Rahayu benar-benar lezat, bahkan mengingatkan pada masakan mendiang Ibunya. Memakan masakan Rahayu terasa seperti sedang bernostalgia saat makan bersama Ibunya dulu.

"Masakanmu lezat sekali Bu Rahayu, aku sudah lama merindukan masakan rumahan seperti ini" Ucap Ardhi membuat hati Rahayu menghangat. Sikap Ardhi membuat Rahayu tiba-tiba mengingat Arkana yang selalu menyukai masakanya dan memujinya sambil menyantap masakan buatan Rahayu.

"Kamu kok gak makan? gak suka soto yah? aku pesenin yang lain kalo kamu gak suka Soto deh!" Ucap Ardhi, ia melambaikan tangan hendak memanggil pelayan kantin namun cepat-cepat dicegah oleh Rahayu.

"Eh gak usah, aku mau soto kok!" Ucap Rahayu, ia mulai menyantap Soto yang tadi dipesan oleh Ardhi. Rahayu menyunggingkan senyum tipis di bibirnya. Sedikit perasaan bangga ia rasakan karena masakanya dihabiskan oleh Ardhiansyah yang tak lain adalah bos nya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Dikhianati Suami Pengangguran, Dinikahi CEO   52. Will you marry me?

    “Rahayu…” suara Ardhi terdengar tenang, tapi dalam. “Kamu telah melalui begitu banyak luka, dan tetap berdiri. Kuat, meski sendiri. Dan aku tahu… kamu gak butuh siapa pun untuk menyelamatkanmu. Tapi izinkan aku… untuk jadi orang yang berjalan bersamamu, bukan di depan, bukan di belakang. Tapi di sampingmu.”Rahayu menahan napas. Air matanya sudah menggenang.“Aku gak mau terburu-buru, tapi setidaknya kamu tahu… aku serius. Aku mencintaimu. Dan aku ingin membangun kehidupan yang sehat, jujur, dan utuh—bersama kamu.”"Will you marry me?" Rahayu menutup mulutnya dengan tangan, terkejut… terharu… nyaris tak percaya bahwa ini sungguh terjadi. Satu-satunya jawaban yang bisa ia berikan hanyalah anggukan pelan dengan air mata yang akhirnya jatuh juga.“Ya… aku bersedia.” lirih Rahayu.Ardhi tersenyum penuh lega, lalu menyematkan cincin di jari manis Rahayu. Ia berdiri, dan keduanya saling menatap lama, hangat, dan tenang.***Pernikahan Rahayu dan Ardhi digelar secara mewah namun tetap bersif

  • Dikhianati Suami Pengangguran, Dinikahi CEO   51. Cabang baru Darmawan Group

    Riuh tepuk tangan menggema di seluruh ruangan, sesaat setelah Pak Darmawan memotong pita merah yang membentang di depan pintu utama, sebuah simbol resmi dibukanya cabang ke-12 Darmawan Group.Ardhi berdiri di samping ayahnya, tampak gagah dalam setelan jas abu muda. Tak jauh dari mereka, Rahayu berdiri dengan anggun di antara jajaran manajer senior dan staf utama, mengenakan blazer biru tua yang mencerminkan wibawa dan profesionalisme.Di sisi lain, para pemegang saham, mitra strategis, dan perwakilan investor turut berdiri sejajar dengan Pak Darmawan, menyambut momen penting ini dengan penuh antusias.Pak Darmawan melangkah ke podium kecil yang telah disiapkan. Dengan suara mantap dan senyum penuh keyakinan, ia menyampaikan pidato pembukaan.“Cabang ke-12 ini bukan hanya angka. Ini adalah hasil dari kerja keras, dedikasi, dan konsistensi seluruh tim Darmawan Group. Sebuah pencapaian sekaligus pengingat... bahwa untuk tetap menjadi yang terdepan, kita harus terus bertumbuh dan berinov

  • Dikhianati Suami Pengangguran, Dinikahi CEO   50. Secercah kebahagiaan

    Beberapa hari setelah penangkapan Sadewo, kehidupan Rahayu mulai berangsur tenang. Meski luka dan letih masih terasa, ia bisa bernapas lebih lega. Tak ada lagi pesan ancaman. Tak ada ketakutan untuk membuka ponsel, atau khawatir anak-anak dibawa pergi tanpa izin.Pada suatu sore, setelah jam kantor selesai dan mereka juga baru selesai melakukan meeting, Ardhi mendatangi Rahayu yang sedang merapikan dokumen dengan dua cup es krim stroberi dan cokelat. “Lelah hari ini?” tanyanya santai, menyerahkan satu cup es krim coklat ke Rahayu.Rahayu tersenyum tipis. “Lumayan. Tapi es krim ini bisa sedikit memperbaikinya.”Rahayu akhirnya memilih duduk di sofa kecil yag tersedia di ruangan meeting, Ardhi mengikutinya. Mereka berbagi cerita ringan, tanpa membahas pekerjaan dan tanpa tekanan. Hanya tawa kecil yang perlahan mengisi ruang di antara mereka. Seorang office girl yang membersihkan ruang meeting hanya tersenyum mengangguk, lalu kembali fokus pada pekerjaanya.“Arkana dan Athala sehat?” t

  • Dikhianati Suami Pengangguran, Dinikahi CEO   49. Lubang yang digali sendiri

    Hingga malam menjelang, Rahayu tetap tak menggubris pesan apa pun dari Sadewo. Beberapa kali ia melihat ponselnya bergetar, nama Sadewo muncul berkali-kali di layar, namun ia tak pernah menyentuh tombol hijau itu. Ia hanya menatap layar yang menyala, lalu membiarkannya padam kembali, tanpa ekspresi.Di tempat lain, Sadewo mulai gelisah. Nafasnya memburu, dadanya naik turun penuh amarah yang menumpuk.“Kurang ajar! Perempuan itu benar-benar keras kepala!” gerutunya, membanting ponsel ke meja usang yang dipenuhi abu rokok dan gelas kopi kosong.Ia kembali menyentuh layar, menekan nama Rahayu sekali lagi. Menunggu. Berharap. Mungkin kali ini Rahayu akan mengangkat, akan ketakutan, dan akan memohon padanya agar tak menyebarkan apa pun ke publik. Tapi hasilnya tetap nihil.Nada sambung... ...lalu mati dengan sendirinya. Dihubungi berkali-kali, namun tetap tak digubris.“Baik!” gumam Sadewo, matanya menyipit penuh dendam. Tangannya bergerak cepat menulis pesan terakhir, pesan yang dia kira

  • Dikhianati Suami Pengangguran, Dinikahi CEO   48. Hati yang mulai menghangat

    Rahayu membuka pesan itu.Dan dadanya kembali sesak."Rahayu, aku tak main-main. Kutunggu kabar uang 150 juta itu. Atau... ku hancurkan kariermu!"Tangannya mencengkeram ponsel erat-erat, rahangnya mengeras. Ardhi yang duduk di sebelah langsung menoleh, menangkap perubahan ekspresi di wajah Rahayu.“Pesan dari dia lagi?” tanyanya pelan.Rahayu tidak langsung menjawab. Matanya masih terpaku pada layar ponsel.Bibirnya terkatup rapat. Tapi di matanya, tak ada lagi ketakutan yang ada hanya amarah dan tekad untuk melawan mantan suaminya.Rahayu menunjukkan ponselnya pada Ardhi, matanya menatap lurus penuh tekanan yang tertahan.“Sadewo mengirim pesan ancaman lagi,” ucapnya pelan, tapi jelas.Ardhi membaca sekilas isi pesan itu, lalu menoleh padanya dengan ekspresi tenang namun tegas.“Bagus,” katanya. “Simpan semua pesan itu. Jika dia benar-benar melakukannya, kita akan lebih mudah menjeratnya dengan pasal UU ITE, seperti yang dikatakan Pak Fadly.”Rahayu mengangguk. Ada sesuatu dalam nad

  • Dikhianati Suami Pengangguran, Dinikahi CEO   47. Menyewa pengacara

    Pagi itu, kantor berjalan seperti biasa. Deretan meja dipenuhi tumpukan dokumen dan suara keyboard yang tak henti mengetik. Namun, bagi Rahayu, hari ini terasa berbeda. Perutnya terasa mual bukan karena lapar, tapi karena tekanan yang membayangi pikirannya sejak semalam.Menjelang jam makan siang, ponselnya bergetar. Sebuah pesan singkat masuk dari Ardhi:"Jam 12.30 kita keluar sebentar ya. Aku udah atur pertemuan dengan pengacara itu. Kita makan siang sekalian."Rahayu menatap pesan itu sejenak, lalu membalas singkat:"Baik, terima kasih Ardhi."Tepat pukul 12.30, Ardhi sudah menunggu di lobi kantor. Mengenakan kemeja biru muda dan jaket semi-formal, ia tampak lebih tenang dari biasanya, tapi sorot matanya jelas menunjukkan bahwa ini bukan sekadar makan siang biasa."Siap?" tanyanya lembut saat Rahayu menghampirinya.Rahayu mengangguk, meski hatinya berdebar kencang.Mereka naik ke mobil dan melaju ke sebuah restoran tenang di kawasan Senopati. Tempat yang tak terlalu ramai, tapi cuku

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status