Chapter: Bab 90 Akhir bahagia"Sayang, aku harus kembali ke Bandung untuk menyelesaikan tesisku" ucap Miranda, meminta ijin pada suaminya.Miranda kini kembali tinggal di kediaman keluarga Rajasa. Bedanya, kini sikap Bu Merry berbeda seratus delapan puluh derajat dari pada dahulu. Bu Merry kini sangat menyayangi Miranda dan Mahesa, ia baru menyadari bahwa Miranda adalah perempuan yang baik dan berhati tulus. Miranda kembali fokus menyelesaikan study pasca sarjananya, sebentar lagi Miranda akan mendapatkan gelar psikolog sesuai dengan keinginanya."Mau aku temani?" Tanya Rajasa, kali ini ia benar-benar tak ingin membiarkan istrinya sendirian di Bandung."Tak usah Mas, aku hanya sebentar di sana, nanti aku pulanh setiap Sabtu dan Minggu. Kalo boleh apakah Mahesa bisa tinggal di sini saja sementara aku di Bandung, Mas?" tanya Miranda, ia masih sedikit trauma meninggalkan Mahesa di daycare saat dia bekerja dan kuliah di Bandung."Tentu saja, Mahesa akan aman bersamaku" ucap Rajasa. Miranda tersenyum lega mendengar jaw
Last Updated: 2025-01-20
Chapter: Bab 89 Ditangkap polisi"Aku harus melapor ke polisi!" Ucap Rajasa serius"Untuk apa, Mas?" Tanya Miranda khawatir melihat reaksi suaminya setelah mengetahui bahwa Tommy yang menculik Mahesa."Tentu saja untuk memberikan dia hukuman!" Rajasa menjawab dengan amarah yang membara di hatinya."Aku rasa tidak perlu, bukankah Mahesa bilang, Tommy memperlakukanya dengan baik? Bahkan Mahesa juga sampai merindukanya" Miranda mencoba menjelaskan dengan hati-hati, ia hanya tidak ingin memperpanjang masalah dengan melaporkan pada polisi. Namun Miranda juga khawatir jika Rajasa salah paham dengan sikapnya."Dia sudah membahayakan Mahesa, Mir? Kamu mau diamkan dia begitu saja?" Benar saja, Rajasa tak terima dengan sikap istrinya."Tidak Mas, aku kenal Tommy dengan baik" Miranda merasa yakin, ada alasan yang masuk akal mengapa Tommy sampai tega menculik Mahesa."Kamu kenal dia dengan baik? Lalu bagaimana dengan aku Mir? Apakah kamu juga mengenalku dengan baik? Aku suamimu dan dia orang lain, kamu sedang membela laki-laki l
Last Updated: 2024-12-07
Chapter: Bab 88 Penculik yang baik hatiKondisi Mahesa semakin hari semakin membaik. Miranda dengan telaten menunggui putranya, ia sangat siaga jika Mahesa membutuhkan sesuatu. Begitu juga dengan Rajasa, ia pun rela meninggalkan pekerjaanya di perusahaan untuk sementara demi menemani Miranda dan Mahesa di rumah sakit.Hingga saat ini, belum diketahui siapa yang telah menculik Mahesa. Miranda dan Rajasa pun masih enggan menanyakan langsung pada putranya yang baru sembuh dari sakit dengan alasan khawatir akan memunculkan trauma. Mereka lebih berfokus pada kesembuhan Mahesa dari pada harus mengusut penculik tersebut untuk saat ini.HP Rajasa bergetar, ternyata Bu Merry yang menelpon. Rajasa pun segera mengangkat telpon dari mamahnya."Halo, Mah" Ucap Rajasa menjawab panggilan dari Bu Merry"Rajasa, bagaimana keadaan Mahesa? Apakah sudah bisa di bawa ke Jakarta? Mamah sudah kangen" Ucap Bu Merry"Sudah mulai membaik Mah, tapi untuk saat ini biarkan dulu kondisi Mahesa stabil baru kita bawa pulang. Begitu saran dokter" Rajasa me
Last Updated: 2024-12-07
Chapter: Bab 87 Bertemu Mahesa"Mahesa, itu Mahesa kita Mas!" Pekik Miranda saat melihat Mahesa di ruang ICU rumah sakit.Miranda tak dapat menahan air matanya, perempuan muda itu menangis di pelukan Rajasa. Perasaan Miranda dan Rajasa campur aduk saat ini, mereka senang karena bisa kembali melihat putranya namun juga sedih karena kondisi Mahesa saat ini. Di sisi lain, mereka penasaran bagaimana Mahesa bisa sampai di rumah sakit ini. Namun juga bersyukur karena ada yang menolong putranya."Apakah Bapak dan Ibu adalah orang tua pasien?" Ucap seorang dokter yang tiba-tiba mendekati Miranda dan Rajasa. Miranda langsung menghapus air matanya demi melihat dokter tersebut."Ya, benar! Kami orang tuanya, kami juga membawa semua dokumen yang dibutuhkan sebagai bukti bahwa kami adalah orang tua kandungnya" Ucap Rajasa mantap."Baiklah, ikut saya!" Ucap dokter tersebut tanpa basa-basi. Dokter laki-laki yang terlihat seumuran dengan Rajasa tersebut berjalan menuju sebuah ruangan, diikuti oleh Miranda dan Rajasa.Miranda dan R
Last Updated: 2024-11-20
Chapter: Bab 86 Sebuah harapan"Mas, ada telpon dari rumah sakit" Ucap Miranda menyampaikan pada suaminya dengan penuh harap."Apa ada kabar baik, Mir?" Rajasa pun tak kalah berharap mendapatkan kabar baik"Ya, ada pasien anak tanpa orang tua dan tanpa identitas yang baru saja dirujuk ke rumah sakit tersebut, mungkin saja itu Mahesa, Mas!" Ucap Miranda bersemangat"Ayo kita ke sana sekarang juga, Mir!" Ajak Rajasa, Miranda pun setuju.Mereka tidak mau membuang waktu lagi untuk segera menemukan putra semata wayangnya. Miranda pun segera bersiap dengan membawa berbagai macam perlengkapan, mulai dari alat mandi dan bantu ganti, mengingat daerah yang akan di tuju cukup jauh dari kediaman mereka."Perjalanan kita cukup jauh Mas, apakah tidak apa-apa jika menggunakan mobil? Aku khawatir Mas akan kecapean di jalan" Ucap Miranda pada suaminya."Tak apa sayang, kita akan lebih fleksibel jika menggunakan kendaraan pribadi" Jawab Rajasa sambil menaikan koper ke dalam bagasi.Tak menunggu lama, mereka kemudian segera berjalan
Last Updated: 2024-11-20
Chapter: Bab 85 Mahesa Kritis"Om, Mahesa pusing, mau bobo" Ucap Mahesa pada pria yang ada di dekatnya. Pria itu kemudian membopong Mahesa ke dalam kamar dan menidurkanya. Ia menyadari bahwa suhu tubuh anak kecil itu terasa sangat panas, tidak seperti biasanya. "Gawat, anak ini demam" Ucap pria tersebut."Mahe, om keluar sebentar membeli obat dan makanan, Mahe bobo dulu ya!" Ucap pria tersebut."Om, kapan Mahe pulang? Mahe kangen Mamah om" Ucap Mahesa menyampaikan kerinduanya pada Miranda."Hm,, sabar yah! Nanti kalau sudah waktunya Mahesa bisa bertemu Mamah!" Pria itu beralasan. Mahesa mengangguk pelan, Anak kecil itu terlihat sangat lemah dan lelah. Ia kemudian memejamkan matanya dan tertidur sambil merasakan rasa lelah di tubuhnya. Tak menunggu lama, pria penculik itu kemudian pergi meninggalkan Mahesa. Ia membeli obat penurun panas untuk anak dan sebungkus bubur ayam. Setelah keduanya didapatkan, pria itu segera kembali ke rumah di mana Mahesa berada."Mahesa, Om datang! Mahesa makan dulu terus minum obat y
Last Updated: 2024-11-19
Suamiku Hilang saat Aku Hamil
Tiga tahun menikah, Indira dan Farhan hidup dalam kesederhanaan yang penuh cinta. Meski belum juga dikaruniai anak, Farhan tak pernah mengeluh maupun mendesak. Ia mencintai Indira dengan tulus, atau setidaknya itulah yang selalu Indira yakini.
Hingga suatu hari, Indira membawa kabar yang selama ini mereka nantikan: ia hamil. Tapi kebahagiaan itu tak bertahan lama. Beberapa bulan setelah kabar bahagia itu, Farhan menghilang tanpa pesan, tanpa jejak, seolah ditelan bumi tanpa tanda ataupun firasat apapun sebeumnya. Semua nomor tak aktif, semua akun media sosial lenyap, dan tak ada satu pun orang yang tahu ke mana Farhan pergi.
Dalam kondisi hamil, Indira harus menanggung beban kehilangan, kecemasan, dan tekanan batin yang nyaris meremukkan tubuh dan jiwanya. Ia menelusuri setiap kemungkinan, menggantungkan harapan pada setiap petunjuk yang samar, hingga tak ada lagi air mata yang tersisa. Sebenarnya kemana Farhan pergi? Apakah dia masih hidup ataukah ...
Read
Chapter: 32. Aku bisa mengantarmu bertemu FarhanMobil Aksara melambat, kemudian berhenti tepat di depan rumah kedua orang tua Indira. Setelah turun dari mobil, Aksara segera mengetuk pintu dan mengucap salam. Aksara menunggu pintu dibuka dengan perasaan cemas, tak tau bagaimana respon Indira saat melihat kedatanganya. Meski begitu, hatinya telah mantap untuk datang menemui Indira. Bagaimanapun respon Indira, dia ta akan membiarkan Indira mengalami penderitaan seorang diri.Setelah menunggu beberapa saat, pintu dibuka perlahan. Seorang perempuan masih menggunakan atasan mukena putih muncul dari balik pintu. Wajahnya terlihat sembab dan matanya merah, sudah dipastikan dia habis menangis."Kak Aksa?" Ucap Indira dengan suara serak.Aksara merasakan sesak yang menekan dadanya. Jemarinya sempat tergerak, ingin menyapu kesedihan dari wajah itu, tapi segera ia urungkan. “Indira…” suaranya lirih, nyaris pecah, “kamu… baik-baik saja?”Indira menunduk, matanya menghindar. Alih-alih menjawab, ia membuka pintu lebih lebar. “Mari masuk, Kak.”A
Last Updated: 2025-09-26
Chapter: 31. Indira, kita hadapi bersama?Aku spontan menoleh, mataku membesar. “Musibah?” suaraku nyaris tercekat.“Mertuanya Indira baru meninggal, dua hari lalu,” kata Livia perlahan.“Ibunya Farhan?” tanyaku, keningku berkerut, tak percaya dengan kabar itu.“Ya, siapa lagi mertuanya Indira?” jawab Livia lembut.Aku terdiam sesaat, pikiranku langsung melayang ke sosok Farhan. “Apa Farhan tahu?” tanyaku lirih, lebih seperti berbicara pada diriku sendiri.Livia menggeleng pelan. “Soal itu aku kurang tahu. Tapi yang jelas, aku tidak melihat Farhan di pemakaman ibunya.”"Sepertinya pria itu benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya!” geramku, rahangku mengeras hingga gigi terasa bergemeletuk. Nafasku memburu, berusaha menahan bara yang sejak tadi mendidih di dada.Livia menatapku, keningnya berkerut dalam, matanya dipenuhi rasa tak percaya. “Kamu sudah menemukan Farhan?” tanyanya hati-hati, seolah khawatir dengan ledakan emosi yang sedang kutahan.“Ya!” suaraku meninggi tanpa sengaja. “Dia bersembunyi di sebuah desa kecil, me
Last Updated: 2025-09-23
Chapter: 30. Perhatian Aksara “Apa itu, Pak Bram?” tanyaku cepat, tak sabar mendengar fakta yang hendak diucapkan Pak Bram. “Farhan membawa kabur uang perusahaan sebesar dua ratus lima puluh juta sebelum pergi,” ucapnya pelan namun tegas. “Dua ratus lima puluh juta?” Suaraku meninggi tanpa kusadari. “Untuk apa uang sebanyak itu?” Amarahku semakin mendidih, hanya saja kini kutahan agar tidak meledak di tempat. Pak Bram menghela napas, lalu menatapku lurus. “Untuk membangun rumah yang sekarang ia tinggali bersama Mayangsari dan anaknya. Sisanya, mungkin untuk biaya hidupnya hingga saat ini” Kata-kata itu menghantamku seperti palu godam. Gambar rumah dalam foto yang kulihat semalam seketika berubah menjadi simbol pengkhianatan yang lebih dalam dari yang kubayangkan. Aku menggeleng, seolah tak percaya dengan apa yang disampaikan Pak Bram tentang Farhan. “Untuk kasus itu, perusahaan sudah melaporkannya ke pihak kepolisian,” lanjut Pak Bram dengan nada berat. “Sekarang, status Farhan resmi masuk dalam Daftar
Last Updated: 2025-09-20
Chapter: 29. Fakta terbesarPOV AksaraPak Bram sudah duduk di sudut kafe yang kami sepakati semalam. Dari kejauhan kulihat tubuhnya sedikit membungkuk, matanya fokus pada secangkir kopi yang masih mengepulkan asap tipis. Aku melangkah cepat melewati beberapa meja yang dipenuhi aroma kopi panggang dan suara orang bercakap-cakap pelan.“Aduh, maaf Pak Bram, saya agak terlambat,” ucapku begitu sampai di hadapannya. Aku menarik kursi di seberang meja dan duduk, merapikan napas setelah bergegas dari rumah sakit.Pak Bram mendongak, garis kelelahan tampak di wajahnya namun ia menyunggingkan senyum kecil. “Tidak apa, Dokter Aksa. Saya tahu pekerjaan Anda pasti padat.”Aku membalas senyumnya singkat, lalu memesan segelas kopi pada pelayan yang lewat. Saat pelayan pergi, aku kembali menatap Pak Bram. Ada keseriusan yang tergambar jelas di matanya, membuatku tahu bahwa percakapan kami kali ini tidak akan ringan.“Jadi… apa yang Bapak temukan tentang Farhan?” tanyaku perlahan, berusaha menjaga nada suara tetap tenang mesk
Last Updated: 2025-09-19
Chapter: 28. Fakta paling menyakitkanPOV AksaraNamun betapa kagetnya aku ketika yang kuterima bukanlah kalimat balasan atas pertanyaanku, melainkan sebuah foto. Di layar ponsel tampak seorang pria duduk santai di teras rumah, jemari tangan kanannya mengapit sebatang rokok. Ekspresinya tenang, seolah sedang menikmati sore tanpa beban.Aku mengamati foto pria itu dengan seksama. "Apakah benar ini Farhan?" bunyi pesan teks dari Pak Bram yang masuk ke ponselku.Aku terdiam. Farhan… Aku bahkan belum pernah bertemu dengannya, tak tahu seperti apa wajahnya selain dari cerita Indira. Dengan tangan sedikit gemetar, aku meneruskan foto itu kepada Livia, berharap dia bisa memberi kepastianTak sampai satu menit, balasan pesan dari Livia masuk. "Itu benar Farhan, suami Indira. Apakah kamu berhasil menemukannya?"Jantungku berdegub kencang saat membaca pesan Livia. Pak Bram telah berhasil menemukan Farhan.Aku segera membalas pesan Pak Bram, memastikan bahwa pria di foto itu memang Farhan.Tak lama kemudian ponselku kembali bergeta
Last Updated: 2025-09-19
Chapter: 27. Jawaban dari Pak BramNamun sedetik kemudian, keraguanku perlahan memudar. Pak Bram adalah orang yang direkomendasikan langsung oleh Reza—seseorang yang sudah lama kupercaya. Rasanya tak mungkin ia akan memperkenalkanku pada seseorang yang berniat menipuku. Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan gejolak di dadaku, lalu memantapkan hati untuk mengikuti instruksi Pak Bram.“Baik, Pak. Saya akan kirimkan dana akomodasi sekarang juga,” ucapku mantap. Bagiku, biaya itu tidak seberapa dibanding berharganya Indira di hidupku. Meski aku sadar, mungkin aku sudah bukan siapa-siapa lagi baginya.Setelah telepon ditutup, aku segera membuka aplikasi perbankan untuk mentransfer uang yang diminta Pak Bram. Jantungku masih berdebar, separuh karena harapan, separuh karena cemas apakah langkahku benar.Tiba-tiba suara Livia memecah konsentrasiku. Saat aku menoleh, ia sudah berdiri santai di ambang pintu ruang praktik.“Sudah selesai dengan semua pasienmu, Dok?” tanyanya dengan nada ringan, bibirnya melengkung memben
Last Updated: 2025-09-17
Chapter: 52. Will you marry me?“Rahayu…” suara Ardhi terdengar tenang, tapi dalam. “Kamu telah melalui begitu banyak luka, dan tetap berdiri. Kuat, meski sendiri. Dan aku tahu… kamu gak butuh siapa pun untuk menyelamatkanmu. Tapi izinkan aku… untuk jadi orang yang berjalan bersamamu, bukan di depan, bukan di belakang. Tapi di sampingmu.”Rahayu menahan napas. Air matanya sudah menggenang.“Aku gak mau terburu-buru, tapi setidaknya kamu tahu… aku serius. Aku mencintaimu. Dan aku ingin membangun kehidupan yang sehat, jujur, dan utuh—bersama kamu.”"Will you marry me?" Rahayu menutup mulutnya dengan tangan, terkejut… terharu… nyaris tak percaya bahwa ini sungguh terjadi. Satu-satunya jawaban yang bisa ia berikan hanyalah anggukan pelan dengan air mata yang akhirnya jatuh juga.“Ya… aku bersedia.” lirih Rahayu.Ardhi tersenyum penuh lega, lalu menyematkan cincin di jari manis Rahayu. Ia berdiri, dan keduanya saling menatap lama, hangat, dan tenang.***Pernikahan Rahayu dan Ardhi digelar secara mewah namun tetap bersif
Last Updated: 2025-07-16
Chapter: 51. Cabang baru Darmawan GroupRiuh tepuk tangan menggema di seluruh ruangan, sesaat setelah Pak Darmawan memotong pita merah yang membentang di depan pintu utama, sebuah simbol resmi dibukanya cabang ke-12 Darmawan Group.Ardhi berdiri di samping ayahnya, tampak gagah dalam setelan jas abu muda. Tak jauh dari mereka, Rahayu berdiri dengan anggun di antara jajaran manajer senior dan staf utama, mengenakan blazer biru tua yang mencerminkan wibawa dan profesionalisme.Di sisi lain, para pemegang saham, mitra strategis, dan perwakilan investor turut berdiri sejajar dengan Pak Darmawan, menyambut momen penting ini dengan penuh antusias.Pak Darmawan melangkah ke podium kecil yang telah disiapkan. Dengan suara mantap dan senyum penuh keyakinan, ia menyampaikan pidato pembukaan.“Cabang ke-12 ini bukan hanya angka. Ini adalah hasil dari kerja keras, dedikasi, dan konsistensi seluruh tim Darmawan Group. Sebuah pencapaian sekaligus pengingat... bahwa untuk tetap menjadi yang terdepan, kita harus terus bertumbuh dan berinov
Last Updated: 2025-07-16
Chapter: 50. Secercah kebahagiaanBeberapa hari setelah penangkapan Sadewo, kehidupan Rahayu mulai berangsur tenang. Meski luka dan letih masih terasa, ia bisa bernapas lebih lega. Tak ada lagi pesan ancaman. Tak ada ketakutan untuk membuka ponsel, atau khawatir anak-anak dibawa pergi tanpa izin.Pada suatu sore, setelah jam kantor selesai dan mereka juga baru selesai melakukan meeting, Ardhi mendatangi Rahayu yang sedang merapikan dokumen dengan dua cup es krim stroberi dan cokelat. “Lelah hari ini?” tanyanya santai, menyerahkan satu cup es krim coklat ke Rahayu.Rahayu tersenyum tipis. “Lumayan. Tapi es krim ini bisa sedikit memperbaikinya.”Rahayu akhirnya memilih duduk di sofa kecil yag tersedia di ruangan meeting, Ardhi mengikutinya. Mereka berbagi cerita ringan, tanpa membahas pekerjaan dan tanpa tekanan. Hanya tawa kecil yang perlahan mengisi ruang di antara mereka. Seorang office girl yang membersihkan ruang meeting hanya tersenyum mengangguk, lalu kembali fokus pada pekerjaanya.“Arkana dan Athala sehat?” t
Last Updated: 2025-07-11
Chapter: 49. Lubang yang digali sendiriHingga malam menjelang, Rahayu tetap tak menggubris pesan apa pun dari Sadewo. Beberapa kali ia melihat ponselnya bergetar, nama Sadewo muncul berkali-kali di layar, namun ia tak pernah menyentuh tombol hijau itu. Ia hanya menatap layar yang menyala, lalu membiarkannya padam kembali, tanpa ekspresi.Di tempat lain, Sadewo mulai gelisah. Nafasnya memburu, dadanya naik turun penuh amarah yang menumpuk.“Kurang ajar! Perempuan itu benar-benar keras kepala!” gerutunya, membanting ponsel ke meja usang yang dipenuhi abu rokok dan gelas kopi kosong.Ia kembali menyentuh layar, menekan nama Rahayu sekali lagi. Menunggu. Berharap. Mungkin kali ini Rahayu akan mengangkat, akan ketakutan, dan akan memohon padanya agar tak menyebarkan apa pun ke publik. Tapi hasilnya tetap nihil.Nada sambung... ...lalu mati dengan sendirinya. Dihubungi berkali-kali, namun tetap tak digubris.“Baik!” gumam Sadewo, matanya menyipit penuh dendam. Tangannya bergerak cepat menulis pesan terakhir, pesan yang dia kira
Last Updated: 2025-07-10
Chapter: 48. Hati yang mulai menghangatRahayu membuka pesan itu.Dan dadanya kembali sesak."Rahayu, aku tak main-main. Kutunggu kabar uang 150 juta itu. Atau... ku hancurkan kariermu!"Tangannya mencengkeram ponsel erat-erat, rahangnya mengeras. Ardhi yang duduk di sebelah langsung menoleh, menangkap perubahan ekspresi di wajah Rahayu.“Pesan dari dia lagi?” tanyanya pelan.Rahayu tidak langsung menjawab. Matanya masih terpaku pada layar ponsel.Bibirnya terkatup rapat. Tapi di matanya, tak ada lagi ketakutan yang ada hanya amarah dan tekad untuk melawan mantan suaminya.Rahayu menunjukkan ponselnya pada Ardhi, matanya menatap lurus penuh tekanan yang tertahan.“Sadewo mengirim pesan ancaman lagi,” ucapnya pelan, tapi jelas.Ardhi membaca sekilas isi pesan itu, lalu menoleh padanya dengan ekspresi tenang namun tegas.“Bagus,” katanya. “Simpan semua pesan itu. Jika dia benar-benar melakukannya, kita akan lebih mudah menjeratnya dengan pasal UU ITE, seperti yang dikatakan Pak Fadly.”Rahayu mengangguk. Ada sesuatu dalam nad
Last Updated: 2025-07-10
Chapter: 47. Menyewa pengacaraPagi itu, kantor berjalan seperti biasa. Deretan meja dipenuhi tumpukan dokumen dan suara keyboard yang tak henti mengetik. Namun, bagi Rahayu, hari ini terasa berbeda. Perutnya terasa mual bukan karena lapar, tapi karena tekanan yang membayangi pikirannya sejak semalam.Menjelang jam makan siang, ponselnya bergetar. Sebuah pesan singkat masuk dari Ardhi:"Jam 12.30 kita keluar sebentar ya. Aku udah atur pertemuan dengan pengacara itu. Kita makan siang sekalian."Rahayu menatap pesan itu sejenak, lalu membalas singkat:"Baik, terima kasih Ardhi."Tepat pukul 12.30, Ardhi sudah menunggu di lobi kantor. Mengenakan kemeja biru muda dan jaket semi-formal, ia tampak lebih tenang dari biasanya, tapi sorot matanya jelas menunjukkan bahwa ini bukan sekadar makan siang biasa."Siap?" tanyanya lembut saat Rahayu menghampirinya.Rahayu mengangguk, meski hatinya berdebar kencang.Mereka naik ke mobil dan melaju ke sebuah restoran tenang di kawasan Senopati. Tempat yang tak terlalu ramai, tapi cuku
Last Updated: 2025-07-09