Kebetulan Milla memang belum bisa tidur. Setelah menutup telepon, dia langsung turun ke bawah dan mengemudi menuju studio Graham.Malam sudah larut. Studio parfum berada di pinggiran kota, jalanan semakin lama semakin sepi. Dia menyalakan lampu jauh.Setelah beberapa saat, Milla tanpa sengaja melirik ke kaca spion dan tatapannya langsung menjadi gugup. Dia menyadari bahwa mobil yang mengikutinya dari tadi sepertinya sama terus.Dia sudah berkendara selama satu jam, mana mungkin bisa kebetulan searah terus dengan mobil yang sama?Dia mulai mengatur kecepatan mobilnya sambil memperhatikan mobil off-road hitam di belakang.Sebenarnya mobil itu tidak mencolok, jaraknya juga tidak terlalu dekat. Mungkin karena suasana hatinya hari ini sedang tidak stabil, jadi dia lebih peka dan merasakan ada yang janggal.Sepuluh menit kemudian, mobil itu masih mengikuti dari kejauhan dengan kecepatan yang sama. Milla mulai mengerutkan alis dan melirik ke arah GPS.Di depan ada jalan kecil yang cukup terpe
Milla terkejut hingga jantungnya berdebar-debar. Secara refleks, dia mengambil ponsel untuk menelepon polisi.Saat ini, pria di luar jendela bertanya, "Bu Milla ya? Aku asisten Pak Zeno. Apa mobilmu mengalami masalah?"Jari Milla yang hendak menekan tombol panggilan terhenti. Dia memperhatikan pria di luar jendela dengan saksama, merasa wajahnya cukup familier. Memang, pria itu pernah terlihat bersama Zeno sebelumnya.Namun, bertemu dengan Zeno pada saat seperti ini membuat Milla lebih merasa takut dan bukan senang.Dia ragu-ragu menurunkan jendela mobil. Saat itu, Zeno juga keluar dari mobilnya dan mendekat. "Bu Milla? Benar-benar kamu! Aku mengenali plat nomor mobilmu.""Pak Zeno!" Milla terlihat tegang. "Kenapa kamu juga di sini?""Aku punya tanah yang sedang dibangun pabrik di dekat sini. Aku baru saja selesai inspeksi dan mau balik ke kota," jelas Zeno. "Mobilmu kenapa?""Habis bensin," jawab Milla dengan jujur."Kalau begitu, mau naik mobilku untuk kembali nggak?" usul Zeno."Ah
Milla tidak tidur semalaman.Pukul 4 pagi, Joy mengirim pesan padanya. Setelah diselidiki oleh detektif pribadi, plat nomor mobil off-road hitam yang diingatnya memang tidak bermasalah dan identitas pemilik mobil juga tidak mencurigakan. Orang itu tinggal di dekat desa tempat kejadian semalam.Jadi, kesimpulan dari detektif adalah itu bukan aksi penguntitan, hanya kebetulan."Menurutku itu bukan kebetulan." Milla menggenggam ponselnya beberapa saat sebelum akhirnya menelepon Joy. Dia tetap pada pendiriannya."Intuisimu?" tanya Joy.Milla tidak menjawab secara langsung. "Waktu mobil itu mengikutiku, aku merasa sangat nggak nyaman. Aku nggak percaya itu cuma kebetulan semata.""Tapi, pemilik mobil dan orang-orang di sekitarnya sudah diperiksa, semua aman. Tapi, aku akan terus minta mereka selidiki." Joy memercayai Milla, hanya saja memang belum ada bukti."Sudahlah, nggak perlu buang tenaga." Milla berkata, "Meskipun instingku benar, pelaku di balik ini pasti sudah merancang semuanya den
"Aku belum sempat mengucapkan terima kasih secara resmi padamu soal semalam," Milla membuka pembicaraan lebih dulu.Zeno tersenyum sambil menggeleng pelan. "Sejak pertama kita kenal, kamu sudah sering bilang terima kasih padaku.""Itu artinya kamu memang selalu membantuku," Milla mengenang masa lalu, bibirnya melengkung membentuk senyum kecil. "Tapi aku belum pernah benar-benar membalas kebaikanmu.""Kalau begitu, utang saja dulu."Zeno tetap tampak tenang. Mereka duduk saling berhadapan, tetapi tidak banyak yang dibicarakan.Di tengah suasana yang mulai canggung, dokter masuk bersama perawat untuk memeriksa hasil EKG yang telah direkam sejak pagi, lalu melakukan beberapa pemeriksaan dasar. Setelah itu, dokter berkata, "Kondisi tubuhmu nggak ada masalah. Asalkan nanti cukup istirahat di rumah dan jangan terlalu sering mengalami perubahan emosi yang drastis.""Jadi aku sudah boleh keluar rumah sakit sekarang?" tanya Milla.Dokter mengangguk.Zeno melirik ke arahnya sambil tersenyum. "Ke
Chris memicingkan matanya dan berbicara dengan nada sinis, "Pak Zeno mungkin terlalu lama hidup sendiri, jadi sudah lupa apa itu dinamika dalam hubungan, ya?"Persaingan yang kekanak-kanakan antara kedua pria itu membuat Milla merasa lelah. Dia merasa enggan terus berada di tengah mereka, sehingga akhirnya memutuskan untuk berdiri. "Aku ke toilet dulu. Kalian lanjutkan saja."Begitu Milla pergi, perseteruan antara Chris dan Zeno tidak perlu lagi ditutupi."Orang yang muncul tadi malam, itu kamu yang atur, 'kan?" tanya Chris. Ucapannya terdengar seperti pertanyaan, tapi nadanya penuh keyakinan."Apa maksudmu, Pak Chris? Orang yang mana?" Zeno tersenyum samar, meski raut wajahnya tetap tegang.Chris mencibir dingin. "Kita sama-sama tahu, nggak usah basa-basi.""Kamu cemburu?" Zeno berdiri perlahan dengan sorot mata yang gelap dan menantang. "Lalu ke mana saja kamu semalam? Hari ini muncul di sini dan mulai sok peduli? Kamu takut?""Takut sama semua sumpah yang dulu kamu ucapkan pada adik
Begitu mobil tiba di Grand Amary, Milla turun dan memperhatikan suara di belakangnya. Tepat saat dia melangkah masuk ke rumah, mobil Chris langsung menyala dan memutari taman bunga sekali, lalu melaju pergi. Dia tidak berlama-lama di sana.'Nggak masalah,' batin Milla sambil menggeleng pelan. Kemudian, dia masuk ke rumah untuk mandi dan naik ke ranjang untuk tidur. Saat dia masih berulang kali membolak-balik posisi di ranjang, telepon dari ibunya masuk."Milla, kamu sudah tidur?""Belum ... ada apa, Bu?""Sebentar lagi aku naik pesawat. Besok siang sampai rumah, kamu sempatkan untuk pulang, ya. Ada hal penting yang mau Ibu bicarakan," kata Nayla."Ada apa memangnya?" Milla sedikit gugup, mengira ibunya mengetahui bahwa dia menyembunyikan kondisi kesehatannya."Aku dengar kamu akan pergi ke Melasa untuk menghadiri perayaan 100 tahun Keluarga Angle?" Nayla ternyata menyinggung soal itu."Iya. Kenapa Ibu bisa tahu?"Milla merasa agak heran. Setelah Graham menyampaikan kabar itu, dia belum
Tiga hari kemudian.Di dalam kotak surat yang sudah berdebu, Nayla menerima sepucuk surat balasan. Isinya adalah ajakan untuk bertemu langsung di sebuah kafe tengah kota.Sore itu, Nayla berdandan rapi dan datang ke kafe yang dimaksud. Tak lama kemudian, muncullah seorang wanita tua berambut putih dengan aura yang luar biasa. Mereka saling mengenali lewat benda penanda yang telah disepakati, lalu duduk berhadapan."Nggak nyangka setelah sekian tahun, kamu masih bersedia membalas suratku," ucap Nayla penuh rasa syukur sambil memandang wanita tua di depannya."Aku dan mendiang ibu mertuamu adalah sahabat sejati," jawab wanita tua itu dengan penuh semangat. "Meski di tahun-tahun terakhir sebelum dia meninggal kami jarang bertemu karena jarak, tapi begitu dia menitipkan keluarganya padaku, aku sudah bersumpah akan melindungi kalian sampai napas terakhirku. Jadi, nggak perlu sungkan. Katakan saja, apa yang bisa kubantu?""Terima kasih banyak, Tante Winaya."Nayla tersenyum haru. "Putriku ak
Setelah menutup telepon, Chris terdiam cukup lama. Kemudian, dia menelepon Wilson dan menyampaikan perintah Tessa padanya, "Cari orang yang bisa dipercaya, wakilkan aku untuk ketemu sama seseorang besok ...."Wanita apanya .... Chris sama sekali tidak ingin menghabiskan waktunya."Baik."Wilson juga merasa permintaan Tessa terlalu aneh. Setelah menutup panggilan itu, dia langsung menelepon untuk mencari wajah asing di tim pengawal Grup Mahendra dan memastikan tidak ada kesalahan untuk pertemuan besok.....Sore keesokan harinya.Milla mendorong pintu restoran tempat janji temu, di tangannya menggenggam setangkai mawar merah muda.Siang tadi, ibunya tiba-tiba bersikap misterius lewat telepon dan menyuruhnya datang ke tempat ini sambil membawa mawar sebagai penanda untuk bertemu seseorang.Katanya, orang itu akan menjadi pelindung rahasia selama Milla berada di Negara Melasa. Yang perlu dilakukan hanyalah bertemu langsung. Setelah itu, semua akan menjadi jelas.Ini adalah permintaan lang
Hara berdiri di samping sambil menyilangkan tangan di dada. Baginya, Milla tidak mungkin bisa membuat kejutan apa pun. Dia telah membayar orang untuk meredam berita tentang Milla yang dibersihkan tuduhannya dan bahwa pelaku sebenarnya sudah menyerahkan diri. Jadi, mana mungkin bisa ditemukan lagi berita itu?Orang-orang di sekeliling juga belum memahami apa yang sedang dilakukan Milla.Di sisi lain, Bertrand memberi isyarat pada bawahannya untuk mendekat, lalu berbisik, "Bantu Milla cari jalan keluar. Aku nggak mau dia dipermalukan di depan komunitas bisnis Huari.""Baik." Bawahannya langsung menyanggupi, lalu bertanya, "Tapi, apakah Bapak sudah memikirkan bagaimana memperlakukannya ke depan?"Bertrand memicingkan mata dengan tenang. "Kakek ingin aku mendekatinya, maka aku akan mendekatinya. Selebihnya nggak perlu kupikirkan. Lagi pula, aku rasa bahkan kakek sendiri masih belum menentukan sikapnya.""Selama ini, dia sudah beberapa kali menyuruh orang menyelidikinya diam-diam. Suruh ora
Mendengar rencana Milla, Joy langsung tertawa cekikikan di telepon. "Kali ini Hara pasti bakal kena batunya lagi!""Itu harga yang harus dia bayar karena baru pulang ke Huari langsung berniat cari masalah denganku. Anggap saja ini paket sambutan dariku untuk dia," kata Milla dengan nada datar."Paket pelajaran dari Milla, pasti bakal heboh!" Joy masih tertawa saat menutup telepon.Milla menyimpan ponselnya, lalu pergi ke toilet untuk merapikan riasan dan memastikan dirinya kembali dalam kondisi prima sebelum keluar.Saat kembali ke ruang pesta, suasana sudah jauh lebih panas. Bahkan Hara yang sejak awal memilih bersikap rendah hati, kini mulai menonjolkan diri dan memancarkan pesona ke sekelilingnya.Itu semua karena seorang sosok penting telah tiba di pesta malam itu.Milla mengedipkan mata pelan saat memandang pria yang tampil bersih dan rapi itu. Tak disangka, Bertrand juga datang.Dari kejauhan, Bertrand tampak lebih kurus dan putih. Sesekali, dia mengangkat saputangan untuk menut
"Anakku memang sudah dewasa," kata Mona sambil tersenyum puas mendengar ucapan Hara."Setelah melewati semua yang terjadi, tentu saja aku sudah jauh lebih matang," kata Hara dengan bangga sambil memutar-mutar ujung rambutnya."Selain itu, aku juga sudah cari tahu. Bertrand itu punya kebiasaan suka kebersihan sejak kecil, bahkan cenderung perfeksionis! Wanita seperti Milla yang pernah terseret kasus hukum, apa menurutmu dia masih terlihat bersih bagi Bertrand? Dia pasti bahkan ogah melihatnya! Jijik!"Mendengar hal itu, mata Mona langsung menajam dan buru-buru berkata, "Kalau begitu, Ibu harus mengeluarkan sedikit uang untuk menekan lagi catatan masa lalumu."Menyinggung tentang masa lalu Hara yang pernah dipenjara di luar negeri, Hara pun menggertakkan giginya penuh dendam, "Itu semua gara-gara Milla! Setiap kali aku dipermalukan, pasti ada hubungannya dengan dia!""Ibu tenang saja. Kali ini aku sudah siap dengan semua rencana. Aku akan perhitungkan semua dendam lama dan baru sekaligus
Milla mengendarai mobil Kenrick untuk mengantarnya pulang.Di dalam mobil, dia langsung memuji, "Baru berpisah beberapa lama saja, penilaianku terhadapmu sudah berubah!"Kenrick hanya melambaikan tangan dengan santai. "Di divisi medis baru di luar negeri, aku bukan cuma mengurus riset, tapi juga urusan bisnis. Lama-lama, ya belajar juga. Oh ya, bagaimana ceritanya kamu bisa kenal dengan Khavin? Dari cara bicara kalian, sepertinya banyak hal terjadi di perayaan Keluarga Angle waktu itu?""Jangan banyak tanya."Milla tidak langsung menjawab. "Aku berani bertaruh, kamu pasti lebih baik nggak tahu apa yang terjadi."Setelah jeda sejenak, dia bertanya dengan perhatian, "Bagaimana persiapan untuk lomba sepeda gunung?"Kenrick duduk lebih tegak dan menjelaskan, "Dari pihak Jauhari Medis, kita hanya bertugas menyediakan bantuan medis dasar dan baru bergerak kalau ada keadaan darurat. Jadi dari pihak kita, semuanya beres.""Tapi, aku lihat Keluarga Hutapea kerjanya amatiran dan Grup Domani juga
"Ibu sudah menyuruh orang melindungiku, mana mungkin aku nggak tahu?" Milla mengangkat wajah dan balik bertanya."Apalagi, Guru juga sudah bilang, aku punya bakat indra penciuman yang nggak kalah dengan Keluarga Yunandananda. Kalau ke depannya aku nggak bisa dimanfaatkan oleh mereka, cepat atau lambat aku akan dianggap sebagai musuh. Jadi wajar saja kalau harus berjaga-jaga lebih awal.""Oh ...."Nayla akhirnya bisa sedikit bernapas lega, takut putrinya yang cerdas ini menyadari sesuatu."Tapi perjalanan ke Keluarga Yunanda kemarin juga nggak sepenuhnya sia-sia. Selama di sana, aku bertemu beberapa produsen luar negeri di acara perayaan mereka. Beberapa hari ini, divisi parfum Jauhari sudah menandatangani dua kontrak besar berkat itu. Jadi, rasanya tetap sepadan," Milla berkata sambil mencoba mencairkan suasana."Dua kontrak itu mana bisa dibandingkan dengan keselamatanmu?" Nayla menghela napas. "Yang Ibu harapkan cuma kamu sehat dan selamat. Hidup sederhana pun nggak masalah."Milla t
Graham memanggil dokter ke rumah untuk melakukan pemeriksaan, lalu menyebarkan kabar bahwa dirinya sedang sakit.Karena sebelumnya dia memang sempat tersengat listrik di perayaan Keluarga Yunanda, tidak ada seorang pun yang meragukan kabar tersebut. Graham sekalian memilih menutup diri di rumah selama tujuh hari dan semua pelayan di rumah diperintahkan untuk menjaga mulut rapat-rapat.Tujuh hari kemudian.Chris mengantar Milla dan Graham ke bandara untuk pulang ke negara asal. Chris sendiri masih ada urusan lain di Melasa, sehingga dia perlu tinggal dua hari lagi.Setelah menukar tiket, Milla dan Graham duduk di ruang tunggu VIP sambil menunggu penerbangan. Tak disangka, mereka bertemu dengan keluarga Hara.Begitu melihat Milla, Hara langsung menunduk panik dan buru-buru mengeluarkan cermin rias untuk merapikan riasan.Setelah memastikan riasannya sempurna, dia sengaja berjalan santai melewati mereka, lalu berpura-pura kebetulan bertemu dan menyapa, "Wah, ini Milla, bukan? Kamu juga pe
Baru saja sebuah pesta berakhir, di sisi lain, pesta lain pun segera dimulai. Milla merasa cukup lelah menghadapi semua ini. Apalagi, entah mengapa Graham dan Chris tidak ikut datang.Alfie memerintahkan orang untuk membawanya ke kamar agar bisa beristirahat, bahkan sudah menyiapkan beberapa set pakaian ganti untuknya. Namun, Milla yang suasana hatinya sedang kurang baik, hanya merapikan riasan seadanya lalu turun ke bawah.Paloh mendorong kursi roda Alfie sambil melapor, "Tuan, semuanya sudah diatur. Nanti Nona Milla pasti akan mencari Tuan Bertrand untuk berterima kasih secara pribadi. Saat itu, Tuan Bertrand akan membawanya ke ruang sebelah dan suasananya akan pas."Sudut bibir Alfie terangkat membentuk senyum samar, lalu memerintahkan, "Awasi Chris.""Dia tidak ikut datang, sepertinya ada urusan mendadak dan harus keluar pulau untuk menyelesaikannya," jawab Paloh.Alfie mengangguk, "Kalau begitu awasi pelabuhan, jangan biarkan dia kembali!""Baik!"Sementara itu, Milla turun ke lan
"Yang membawa orang untuk mengamankan barang bukti penting adalah Bertrand, sehingga membuktikan dugaanku nggak salah. Kalau nggak, hasil uji silikon karet pada pistol itu pasti sudah diubah. Aku benar-benar harus berterima kasih pada Bertrand," jelas Milla."Oh?"Alfie melirik Bertrand sejenak, lalu berkata, "Kamu memang melakukan hal yang sangat teliti!"Setelah berhenti sejenak, Alfie kembali menatap ke depan dan berkata, "Tapi, semua itu tetap sia-sia. Pelaku sebenarnya sudah menyerahkan diri dalam perjalanan kalian menuju kantor polisi. Sekalipun tanpa bukti uji itu, Milla tetap nggak bersalah!""Benar kata Kakek, uhuk uhuk."Bertrand mengangguk patuh, lalu berjalan pelan di belakang sambil mendorong kursi roda.Alfie menoleh ke arah Milla dan berkata, "Kalau soal berterima kasih, anak muda seperti kalian punya caranya sendiri, nanti saja dibicarakan. Sekarang kita pergi makan dulu.""Baik."Milla mengangguk dan Bertrand menatapnya sambil tersenyum.Seketika itu juga, Milla merasa
"Aku tahu ini bukan Kota Huari, juga bukan wilayahmu. Jadi, aku akan tetap mendampinginya," kata Chris melihat Graham mulai gelisah. Suaranya terdengar pelan, berusaha menenangkan."Kamu yang temani?" Graham menyeringai dingin. "Kamu pikir tubuhmu terbuat dari baja dan kulitmu nggak bisa ditembus peluru ya?"Di sekitar mereka mulai terdengar bisikan pelan dari para penonton dan suara batuk Bertrand juga sesekali terdengar.Milla melirik ke arah Chris, melihat keyakinan di matanya. Sepertinya dia memang sudah punya rencana. Perasaan Milla menjadi sedikit tenang.Dia pun maju dan menggandeng tangan Graham sambil membujuk, "Sudahlah, Guru. Ayo kita balik. Marah-marah juga nggak akan menyelesaikan apa-apa, 'kan?""Yang ditahan itu kamu! Bukan aku! Aku marah buat apa!" Graham pura-pura kesal dan menepis tangan Milla, lalu bertumpu pada tongkatnya dan masuk ke mobil.Begitu iring-iringan mobil kembali ke lokasi acara, mereka melihat Alfie sudah berdiri di sana bersama sejumlah orang untuk me