"Insyaallah, Mas Arkan. Semoga, Mbak Andri sehat-sehat terus sampai lahiran nanti. Dan nggak ada drama yang membuat kepala pecah ya, Mas," ucap Pak Basuki tetangga samping rumah Arkan.Arkan hanya terkekeh pelan mendengar candaan itu."Bismillah semoga aja, Pak. Tapi keknya kalau hamil nggak ada drama kek ada yang kurang, Pak. Apalagi, kita udah nunggunya lama, terus pernah berdoa nggak apa kita riweh sama drama mereka asal Andri bisa segera hamil.""Dan sekarang beneran terkabul ya, Mas," ledek Pak Basuki kembali dan langsung mendapat tawaan dari Arkan.Setelah itu, satu persatu para tamu pun berpamitan pada Arkan dan keluarganya. Suasana pun kembali sepi, hanya menyisakan keluarga besar Arkan, Pak RT, Pak Ustadz serta dua orang sesepuh masjid yang dibawa oleh Pak Ustadz ke sana.Arkan pun menjamu empat orang tamu kebesarannya itu bersama dengan Oom Nathan dan juga Ayah Revan di sana.Suasana di antara mereka sedikit hening, sampai akhirnya Ayah Revan mulai bersuara."Pak Ustadz, pun
Magrib mulai menyapa. Semua persiapan empat bulanan telah selesai semua. Rumah Arkan terasa lebih hangat dari biasanya. Keluarga besar dari pihak Andri dan Arkan pun nampak berkumpul bersama di sana.Mereka semua duduk lesehan sambil mengobrol ringan di garasi, karena ruang tamu rencananya untuk para jemaah masjid.Di sana pula, aroma dupa dan bunga melati nampak menguar. Beberapa buah, kopi dan rokok tersedia di sudut ruangan sebagai sarat untuk menghargai keluarga yang sudah lebih dahulu wafat.Sebenarnya, untuk pembakaran dupa itu tak termasuk. Namun, karena keluarga Arkan awalnya adalah keluarga non muslim, jadi ia kadang tetap menjunjung tinggi adat yang dibawa oleh sang papa.Sesekali, Arkan keluar masuk rumah, mengecek segala persiapan takut ada yang terlewat. Sementara Andri, duduk berselonjor di ruang tengah. Kedua kakinya saat itu tengah di pijat oleh Arsy, sementara punggungnya di pijat oleh Nadira."Duh, sering-sering aja kalian berdua begini. Bahagia kali aku jadi kakak,"
Waktu pun berlalu begitu cepat. Setelah drama menyebalkan tentang Optimus Prime dan juga bantal dingin, Arkan akhirnya memutuskan membeli sebuah freezer kecil tempat untuk Andri menaruh bantalnya.Awalnya, Arkan sedikit ragu untuk membelinya, namun setelah dipikir-pikir, sepertinya nanti ia pun akan membutuhkannya, mengingat jika bayi yang dikandung sang istri itu kembar, pasti akan sedikit lebih repot apalagi jika keduanya rebutan ASI. Makanya, ia pun nekat untuk beli.Tak hanya drama bantal yang harus dingin agar tidur malam bisa lebih nyenyak, Arkan pun harus selalu menstok banyak cemilan dengan dua varian yang berbeda.Karena, ngidamnya Andri dari awal tak pernah berubah. Jika pagi ia menginginkan yang pedas gurih dan malam selalu ingin makan yang manis dan dingin.Kehamilan Andri pun kini sudah menginjak 4 bulan. Arkan pun berencana untuk mengadakan acara selamatan kecil-kecilan sebagai tanda syukur karena kehamilan sang istri.Dan malam itu, keluarga Andri yang diwakili oleh And
"Kenapa, Mas?" tanya Andri dengan polosnya.Arkan mendengus kesal, lalu mengusap wajahnya dengan kasar."Dek, kamu lihat itu jam," ucapnya sambil menunjuk ke arah sudut kamar. "Ini udah hampir jam setengah sebelas malem, Dek. Dan kamu minta meluk Optimus Prime? Astagfirullah!"Andri menunduk, lalu membelai pelan perutnya. "Tapi dedek yang minta, Mas. Kalau udah dia yang minta aku bisa apa?""Dede, dede, dede terus! Terus aja jadiin dede sebagai alasan keinginan kamu yang nggak masuk akal itu! Kamu nggak tau ini udah malem? Aku tuh capek, Andri, capek!" seru Arkan dengan sedikit frustasi.Andri terdiam. Dadanya terasa sakit melihat Arkan yang memarahinya itu. Matanya mulai berkaca-kaca dan tak lama ia pun terisak.Arkan yang berada disebelahnya, mengacak rambutnya frustasi, lalu mendesah pelan."Ya udah, ayo," ucapnya seraya bangkit dari tidurnya.Andri menggeleng pelan. "Nggak usah, Mas. Aku tahu kamu pasti capek, kan?"Arkan menggeleng. "Nggak, Dek. Maaf, tadi Mas cuma kelepasan emo
Dering alarm di ponsel Andri menggema di seluruh ruangan. Arkan menggeliat pelan, mencari keberadaan ponsel yang sedikit memekak telinga. Setelah menemukannya, ia bergegas untuk mematikannya.Kumandang adzan subuh pun mulai terdengar di mushola dekat rumah mereka. Arkan bergegas bangun, mengucek matanya dan melirik ke arah Andri yang masih nampak terlelap.Arkan mengecup pucuk kepalanya dengan lembut, lalu berbisik pelan, "cintanya aku, ayo bangun, udah shubuh."Andri menggeliat pelan, lalu perlahan membuka kelopak matanya."Cepet banget, Mas, udah subuh aja," gumam Andri, suaranya sedikit serak khas bangun tidur.Arkan hanya tersenyum lalu kembali mengecup pipi sang istri. "Bangun dulu, sholat subuh, baru tidur lagi kalau mau," ucapnya lembut.Andri hanya mengangguk, lalu segera bangun dari tidurnya. Keduanya pun bergegas untuk melakukan solat subuh berjamaah.Setelah selesai sholat subuh, Andri kembali ke ruang keluarga. Ia ngin melakukan senam hamil di pagi hari."Adek, senamnya ja
Motor pun kembali melaju menuju tempat es krim pilihan Andri. Sesuai keinginannya tadi, ia meminta es krim berukuran jumbo dengan topping yang bervariasi.Arkan pun hanya bisa menghela napas pelan melihat apa yang diinginkan sang istri, karena sama sekali tak bisa menolak. Apalagi, Andri selalu beralasan bahwa itu adalah keinginan sang anak."Udah? Masih ada lagi yang mau dibeli nggak?" tanya Arkan berusaha selembut mungkin.Andri menggeleng tegas. "Nggak ada, Mas. Mas mau beli apa buat makan malem?" tanya Andri seraya naik ke motornya."Makan kebab tadi aja, Dek. Sayang kalau nggak di makan," jawab Arkan sambil melajukan kembali motornya.Andri terdiam sebentar, lalu memeluk tubuh suaminya dari belakang."Kalau nasi goreng atau kwetiau mau nggak, Mas?" tanya Andri mengalihkan perhatiannya.Arkan menggeleng pelan, sedikit aneh, semoga ia tak mengidam apa-apa lagi, batinnya."Ketoprak gimana?" tanya Andri kembali seolah tak putus asa."Nggak, Dek. Kenapa sih? Adek mau lagi?" tanya Arka
Saat Arkan tengah memanaskan motornya, tiba-tiba suara Andri kembali menggema dari ambang pintu. "Mas, adek ikut!" serunya seraya menutup pintu dengan cepat. Arkan mengernyit heran. "Ikut? Katanya tadi males gerak? Kok tiba-tiba pingin ikut?" Andri menggeleng pelan lalu segera naik ke atas motornya. "Nggak tau, anakmu labil, Mas. Tadi males, sekarang malah semangat banget, jadi heran aku." Arkan hanya diam tak menanggapi ocehan Andri. Ia bergegas melajukan motornya dengan kecepatan pelan cenderung sedang. "Dek, kalau misalnya Mas kekencangan kasih tau ya," ucap Arkan hati-hati. Andri menggeleng pelan, lalu memeluk pinggang suaminya. "Kamu lelet banget jalannya, Mas, keburu ngidamku berubah lagi nanti ini." "Astagfirullah, itu perut apa otonom daerah? Kenapa bisa berubah secepat itu? Curiga keknya bayinya nggak cuma kembar dua," gumam Arkan lirih namun masih bisa terdengar oleh Andri di belakang. Andri hanya terkekeh pelan, seraya menyenderkan kepalanya di pundak sang
Andri kembali menggigit donat itu, dan tiba-tiba ...Ia segera bangkit dan berlari kilat menuju kamar mandi.Hoek! Hoek!Tak lama, Arkan menyusulnya dengan langkah yang cukup panik. Ia pun bergegas memijat pelan tengkuk Andri agar lebih rileks dan nyaman.Setelah beberapa saat, perut Andri pun akhirnya sedikit lebih baik.Wajahnya kembali pucat, membuat Arkan merasa tak tega karenanya."Mual banget, Dek?" tanya Arkan sedikit khawatir.Andri mengangguk lemah. Tapi, belum ada satu menit, ia melangkah dengan santai menuju kulkas dan membukanya."Mas, rujak cingurnya nggak kamu makan kah?" tanya Andri dengan raut wajah yang berbinar seperti menemukan harta karun.Arkan menggeleng pelan. "Aku nggak doyan, Dek.""Kalau gitu Adek makan ya," ucapnya seraya membawa piring berisi rujak ke ruang tengah.Arkan hanya bisa melongo melihat kelakuan sang istri yang sedikit random itu. Bukan kah tadi dia habis mual karena makan donat? Kenapa sekarang jadi bahagia sekali melihat rujak cingur. Benar-ben
Setelah hampir satu jam berkeliling mencari donat yang diminta Andri, Arkan pun kembali dengan sekotak donat empuk rasa vanila. Memang tak seperti yang diinginkan Andri tadi -donat rasa es krim vanila- tapi, apa bedanya? Toh sama-sama rasa vanila, pikir Arkan.Arkan membuka pintu dengan perlahan, sepi. Itu lah yang ia rasakan pertama kali."Adek, Mas pulang," ucapnya seraya menutup pintu dengan perlahan dan menguncinya.Hening, tak ada jawaban sama sekali. Arkan mengernyit heran, lalu segera melangkah ke ruang keluarga.Begitu tiba di ruangan itu, ia pun mendesah pelan. Andri sudah terlelap di sana sambil memeluk boneka teddy bear-nya dengan mulut yang sedikit terbuka. Bahkan, irama nafasnya terlihat begitu teratur, seolah tak ada drama 'ngidam' seperti yang tadi ia minta.Arkan menatap sekotak donat di tangannya, lalu menatap istrinya. Ia menghela napas panjang, seolah sedang menahan tawa dan rasa pasrah."Boleh gua timpuk nggak, sih, ni orang. Udah ngerjain, minta ngidam malem-malem