“Edwin Stein, Thalia Vale ….”
Hanya dengan mengucapkan nama kedua orang itu saja, amarah di dalam dada Anya terasa menggelegak. Segala rasa sakit, penghinaan, dan kekecewaan yang selama ini Anya pendam, kini berubah menjadi kemarahan yang tak terbendung.
Anya merasa ia harus bertindak, bukan hanya untuk membalas dendam, tetapi juga untuk membuktikan bahwa ia tidak akan menjadi seseorang yang lemah dan mudah ditindas!
‘Tapi, apa yang bisa kulakukan?’
Seketika Anya menyadari ketidakberdayaannya. Walaupun ia memiliki tekad dan kebencian yang begitu besar, tetapi ia tidak memiliki dukungan yang dapat diandalkan untuk dapat menuntaskan kebenciannya terhadap Edwin dan Thalia ataupun untuk mengubah keadaannya sendiri.
Satu-satunya hal yang dapat Anya lakukan hanyalah menarik kontribusinya terhadap kemajuan perusahaan Stein selama tiga tahun ini. Namun, hal itu tidak akan cukup untuk membuat Edwin dan keluarganya serta Thalia merasakan penderitaan yang dialaminya selama tiga tahun ini.
Anya ingin menghancurkan mereka secara menyeluruh, membuat Edwin dan keluarga Stein menyesal telah memanfaatkannya dan Thalia harus ikut merasakan penghinaan yang diterimanya selama ini.
Kemarahan dan keinginan untuk membalas dendam membakar semangatnya. Hanya saja ia menyadari bahwa tanpa rencana yang jelas, semua itu hanya akan berakhir sia-sia.
‘Aku bahkan tidak tahu siapa diriku yang sebenarnya. Benar-benar menyedihkan,’ batin Anya sembari tersenyum getir, lalu menyeka air mata dari wajahnya.
Anya berusaha menenangkan dirinya dengan menarik napas perlahan-lahan dan kembali menatap Reinhard yang masih menunggu tanggapannya.
Ia mengembalikan ponsel Reinhard dan berucap, “Maaf kalau aku sudah menuduhmu. Aku─”
Sebelum Anya sempat menjelaskan, Reinhard telah lebih dulu menyelanya, “Siapa laki-laki dan wanita itu? Kamu mengenal mereka?”
“Mereka … sahabat dan suamiku,” cicit Anya dengan lirih.
“Suami dan sahabat?” Satu alis Reinhard terangkat. Tanpa bertanya pun ia dapat memahami jelas permasalahan yang telah terjadi. Apa lagi kalau bukan pengkhianatan terselubung!
Satu hal yang paling Reinhard benci adalah pengkhianatan. Terlebih dilakukan oleh orang terdekat yang dipercaya.
Tiba-tiba saja dada Reinhard terasa memanas. Ia tidak tahu kenapa ia ikut merasa murka mendengar hal tersebut.
Namun, perhatiannya beralih ketika Anya bergumam dengan suara bergetar, “Bajingan itu … tidak pernah benar-benar mencintaiku. Sejak awal dia hanya memanfaatkan dan menipuku saja.”
Kepala Anya kembali tertunduk. Hatinya terasa teriris, perih. Ia mengepalkan kedua tangannya dengan erat, menahan kebencian dan emosi yang memenuhi dadanya serta air mata yang ingin mengalir dari pelupuk matanya.
Reinhard memandangnya dengan wajah datar. “Seharusnya kamu tidak menikahi lelaki berengsek seperti itu.”
Entah kenapa, hanya dengan melihat ekspresi sedih wanita di hadapannya, Reinhard merasa marah. Namun, Reinhard tidak menunjukkannya dengan gamblang karena ia merasa masalah ini tidak ada kaitan dengannya.
Perlahan Anya mengangkat wajahnya. Ia memaksakan diri untuk tersenyum meskipun terasa pahit. “Kamu benar … Aku memang terlalu bodoh. Tidak tahu kalau dia adalah lelaki berengsek. Bahkan dia lebih rendah dari binatang!” geramnya.
Reinhard malah tersenyum mendengar umpatan kasar yang dilontarkan wanita itu.
Menyadari sikap dan tutur katanya yang sudah terlalu berlebihan, Anya pun berkata dengan canggung, “Maaf, sepertinya aku sudah terlalu emosional.”
“Tidak apa-apa. Dia pantas dipanggil seperti itu. Setidaknya, kamu juga merasa lebih baik daripada harus memendamnya, bukan?”
Mendengar tanggapan pria itu, Anya pun tertegun sejenak. Kedua tangannya tergenggam di depan dadanya, merasakan ketenangan dari ucapan pria itu. Ia merasa asing, karena tiba-tiba mendapatkan perhatian yang sudah lama tidak ditemukannya dari orang di sekitarnya.
“Siapa kamu sebenarnya, Tuan?” selidik Anya tiba-tiba. “Kenapa Anda bersikap baik pada saya?”
Anya terlalu sibuk menyalahkan pria itu dan larut dalam kesedihannya sendiri sampai lupa menanyakan identitas pria itu. Ia yakin pria di hadapannya ini jelas bukan orang biasa, Tidak mudah mendapatkan rekaman video dari sebuah hotel ataupun restoran bintang lima seperti Grand Luxury tanpa koneksi dari internal tempat tersebut.
Anya kembali mengingat bekas luka memanjang pada punggung pria itu. Ia semakin yakin jika pria di hadapannya ini bergelut dalam dunia yang sangat berbahaya.
“Namaku Reinhard Xavier Hernandez,” ucap Reinhard memperkenalkan dirinya kepada wanita itu.
Anya tersentak. Nama itu terasa tidak asing. Tiba-tiba gejolak di dalam dadanya berkecamuk hebat. Terlebih ketika ia menyelami lebih lama sepasang netra keemasan pria itu.
Kedua alis Anya menyatu. Kepalanya berdenyut sesaat. “Kenapa sepertinya … aku pernah mendengar namamu di suatu tempat?”
Gumaman pelan dari bibir wanita itu membuat Reinhard tersentak. Wanita itu tampak berpikir keras. Alis tebal Reinhard yang terbentuk rapi ikut berkerut saat melihat wanita itu menggigit bibir bawahnya dan telunjuknya juga sibuk memainkan ujung surainya.
Kedua gerakan kecil yang dilakukan Anya tanpa sadar tersebut mengingatkan Reinhard pada sosok Alicia. Gadis itu juga memiliki kebiasaan dan gestur yang mirip dengan Anya saat sedang memikirkan sesuatu hal ataupun sedang merasa gelisah.
Tiba-tiba saja terbesit sebuah harapan konyol di dalam hatinya, tetapi ia segera menepisnya.
‘Ini … pasti hanya kebetulan saja,’ batin Reinhard, menghibur dirinya sendiri.
Ia kembali menatap Anya yang masih tampak berpikir keras. “Apa kamu hidup di zaman batu, Anya Stein? Kenapa kamu bisa tidak mengenal nama besar keluargaku?” ledeknya.
“Hernandez,” gumam Anya lagi.
Detik berikutnya wanita itu terkesiap. “Jangan bilang kalau keluarga Hernandez yang kamu maksud adalah keluarga Hernandez yang terkenal itu?” terkanya.
Anggukan kecil yang diberikan pria itu membuat netra Anya terbelalak lebar.
Syok? Tentu saja!
Sebelumnya Anya tidak pernah tertarik menyelami berita seperti selebriti ataupun petinggi negara sekalipun. Seluruh hidupnya hanya berputar di dalam keluarga Stein saja. Namun, tidak ada yang tidak tahu mengenai nama besar keluarga Hernandez!
Dari gosip yang didengar Anya di kediaman Stein, keluarga Hernandez memiliki pengaruh besar dalam perekonomian dan politik, bahkan para pejabat negara harus memperhitungkan tindakan mereka.
Salah satu orang yang memiliki pengaruh besar dalam keluarga tersebut adalah seorang tuan muda bernama Reinhard Xavier Hernandez. Pria itu merupakan putra sulung dari Reagan William Hernandez, pemilik perusahaan Hernandez Group–salah satunya adalah Hotel Grand Luxury.
Selain itu, keluarga Hernandez juga diisukan memiliki bisnis ilegal yang dilakukan di bawah naungan organisasi bawah tanah bernama Dark Wolf!
Karena alasan inilah, tidak ada yang berani mencari masalah dengan keluarga ini. Berani menentang mereka berarti siap untuk menghadapi konsekuensi yang fatal!
Meskipun tidak ada yang melihat secara langsung sosok putra Reagan tersebut, tetapi melihat kepercayaan diri yang dimiliki pria yang tersenyum angkuh padanya saat ini, Anya yakin pria ini tidak mungkin berani membohonginya dengan menggunakan nama besar Hernandez, kecuali dia sudah gila!
Detak jantung Anya pun berpacu cepat. Dalam sekejap ia menyadari jika ia telah terlanjur terjebak dan bercinta dengan pria berkuasa yang berbahaya sepertinya!
Jangan lupa tinggalkan komentar kalian, gems, gift dan rate bintang 5 ^^
Di depan ruang obygn di rumah sakit Lawrence, terlihat banyak para pasangan muda yang menanti untuk melakukan pemeriksaan dan konsultasi. Salah satu ruang pemeriksaan terbuka, lalu seorang wanita muda tampak didorong keluar dengan kursi roda oleh salah seorang perawat. Di sampingnya tampak seorang wanita paruh baya berpenampilan anggun yang mendampinginya. “Semoga kondisi kesehatan menantu dan calon cucu Anda makin membaik, Nyonya,” ucap sang perawat kepada wanita paruh baya yang tidak lain adalah Selina Anderson. Selina membawa menantunya untuk melakukan pemeriksaan kandungan di salah satu dokter kenalannya. Ia merasa cemas karena Alicia terus merasa mual berkepanjangan. Padahal saat keluar dari rumah sakit, Alicia sudah membaik dan dapat makan meskipun sedikit. Akan tetapi, sejak kemarin pagi tidak ada satu pun suapan yang dapat ditelannya kecuali sesuatu yang cair seperti sup. Meskipun mual adalah hal yang wajar selama kehamilan, Selina tidak ingin mengambil risiko sedikit pun
Reinhard terlihat kesal. Sebenarnya ia ingin sekali turun tangan sendiri untuk menangani Ken. Akan tetapi, karena ia harus menjalani pemulihan di rumah sakit, Reinhard meminta para bawahan Dark Wolf untuk menggantikannya memberikan pelajaran kepada pria itu.Dalam kondisi terluka parah dan faktor usia yang tak lagi muda, Ken meregang nyawa lebih cepat setelah mengalami berbagai penyiksaan yang diperintahkan Reinhard.Meskipun menyesal tidak dapat menanganinya sendiri, tetapi Reinhard merasakan kelegaan yang luar biasa dengan kematian pria itu. Satu ancaman bagi Alicia telah lenyap, dan Reinhard bisa memenuhi janjinya kepada Regis.“Kamu sudah mengirimkan hasilnya kepada Regis?” tanya Reinhard.Ia memang meminta Austin menyelesaikan tugas itu sebagai bagian dari syarat yang diberikan Regis. Untuk memastikan mayat itu benar-benar Ken Stewart, Reinhard sengaja meminta otopsi. Ia tidak ingin tertipu seperti Alexei dulu, yang sempat terkecoh oleh kematian palsu Ken.“Tenanglah. Aku sudah m
Dua minggu sudah Reinhard dirawat di rumah sakit. Hari ini akhirnya ia sudah diperbolehkan pulang setelah selama seminggu ini ia mengajukan protes dan keluhannya terhadap dokter yang menanganinya. Bahkan ia tak segan-segan mengancam pimpinan rumah sakit.Apa yang terjadi? Kenapa Reinhard melakukannya?Jawabannya sangat sederhana. Reinhard sudah tidak betah berada di rumah sakit itu.Seperti yang diputuskannya dua minggu lalu, ia dan Alicia akhirnya berbagi kamar rawat bersama agar bisa menjalani masa pemulihan bersama.Akan tetapi, Alicia sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit minggu lalu karena kondisinya sudah lebih membaik. Meski demikian, ia tetap diwajibkan menjalani bedrest di rumah hingga benar-benar pulih sepenuhnya.Karena itulah, Reinhard merasa sangat kesepian berada di dalam kamar rawat itu sekarang. Ia berulang kali mengajukan permohonan untuk pulang, tetapi ditolak karena luka-lukanya masih memerlukan perawatan intensif.Hari ini, setelah berbagai protes dan ancama
“Apa yang kamu lamunkan, hum?” Reinhard mengetuk pelan kening Alicia, mengalihkan kembali perhatian wanita itu padanya.Alicia tersentak kecil. Ia menggeleng cepat, lalu memasang senyum lebar seolah tidak ada apa-apa.Reinhard menghela napas pelan. “Aku tahu … meskipun kamu tahu kamu hamil sekalipun, pasti kamu tetap akan mengikutiku, bukan?” terkanya, mengira Alicia masih memikirkan tentang hal yang terjadi sebelumnya.Alicia terkekeh kecil. “Kamu sangat mengenalku dengan baik, Suamiku,” ucapnya, tidak menyangkal sedikit pun tuduhan Reinhard.Saat itu, Alicia memang tidak berpikir panjang. Satu-satunya hal yang dipedulikannya hanyalah keselamatan pria itu.Reinhard mendesah berat, tetapi ada kehangatan dalam sorot matanya. “Sayang, kamu tahu kan kalau aku mencintaimu?”Alicia mengangguk.“Mulai sekarang ada nyawa lain yang harus kamu jaga. Tapi, di atas semua itu, kamu yang menjadi prioritasku. Karena itu, jangan pernah berbuat nekat seperti tadi lagi dan jangan pernah berpikir untuk
“Ah, ya ampun. Turunkan aku, Xavier. Aku pusing,” seru Alicia histeris.Reinhard segera menghentikan putarannya dan menurunkan Alicia dengan hati-hati di atas ranjang. Wajahnya menyiratkan kekhawatiran yang mendalam.“Maafkan aku, Sayang. Aku sampai lupa diri karena terlalu bahagia mendengar kabar ini,” ucap Reinhard seraya menangkup wajah Alicia dengan kedua tangannya, menatapnya seolah-olah wanita itu adalah seluruh dunianya.“Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit pusing saja,” timpal Alicia berusaha menunjukkan senyuman meyakinkan, meskipun kepalanya masih sedikit berdenyut.“Kamu yakin?” Reinhard menatapnya lekat-lekat, seolah mencari tanda-tanda ketidaknyamanan yang mungkin disembunyikan Alicia. “Mau aku panggilkan dokter saja?”Alicia tertawa kecil, menggeleng pelan. “Aku baik-baik saja, Xavier. Serius. Jangan berlebihan.”Reinhard mendesah lega, tetapi tidak sepenuhnya puas. Ia duduk di tepi ranjang, menggenggam tangan Alicia dengan lembut.Raut wajah Reinhard berubah sendu dan dipen
Selang beberapa waktu, ciuman mereka semakin dalam, membuat Alicia cukup kewalahan untuk mengikuti liarnya gairah yang diberikan Reinhard melalui ciuman tersebut.“Ummph─”Deru napas Alicia terasa semakin pendek. Ia pun bergegas melepaskan tautan bibir mereka lebih dulu agar bisa menghirup udara secepatnya. Tanpa sengaja ia mendorong dada Reinhard terlalu kuat hingga pria itu meringis perih karena luka di bahunya terasa kembali berdenyut.Mata Alicia pun membelalak panik. “Ah, astaga!”Alicia pun bergegas memeriksa luka pria itu, membuka beberapa kancing baju pasien yang dikenakan Reinhard. Melihat bercak darah yang merembes pada perban di bahu pria itu, rasa bersalah pun menggelayuti hati Alicia. Ia menggigit bibir bawahnya dan menatap Reinhard dengan sorot mata berkaca-kaca.“Maafkan aku … aku─”Sebelum Alicia sempat menyelesaikan ucapannya, Reinhard telah menarik lengannya dan membawanya jatuh ke dalam pelukannya lagi.“Xavier ….” Alicia mengerjap dengan bingung. Ia berniat mendoron