"Ra! Sayang, kita bisa bicarakan ini baik-baik." Gading hendak mendekat, namun Laura melangkah mundur dan kini seorang pria bertubuh tinggi sedang berdiri di depannya. Melindungi istrinya dengan begitu gagah. "Minggir!" bentak Gading, "Laura istriku itu artinya aku adalah suaminya. Mau kamu aku pecat sekarang juga, hah?!""Majikan kami hanya Nona Laura sementara anda adalah benalu yang tidak tau diri!""Kurang ajar! Apa kamu bilang?""Masih kurang jelas, atau perlu kaca besar agar anda bisa melihat bagaimana diri anda yang sebenarnya? Tanpa Nona Laura, anda hanyalah pria jalanan yang terombang-ambing! Jangan lupakan masa lalu anda yang kelam, Pak Gading. Seharusnya anda berterima kasih pada kebaikan Nona Laura, bukan malah berselingkuh di belakangnya seperti ini.""Tau apa kamu, hah? Kamu itu hanya bodyguard, brengsek!""Dia memang bodyguard, Mas, tapi pekerjaannya lebih mulia daripada kamu! Semua pekerjaku bekerja demi anak dan istri mereka sementara kamu ... menggerogoti harta kelua
Dua hari kemudian ...."Saya terima nikah dan kawinnya Hesty binti Bambang Suprapto dengan Mas Kawin uang tunai sebesar seratus ribu rupiah dibayar ... tunai!""Sah?""Sah!""Alhamdulillah."Gading mengulas senyum kemenangan sementara Hesty memberengut kesal karena akhir dari pencariannya berujung pada sosok Gading."Nah, kalau begini kan Perumahan kita gak menanggung banyak dosa. Apalagi dosa zina, ngeri!" Bu Hanum berbicara sambil bergidik ngeri. Ekor matanya melirik Hesty yang terlihat sangat tidak bersemangat pada acara pernikahannya yang kedua ini. "Semoga setelah membuang Reyhan, kamu mendapat suami yang jauh lebih baik ya, Hes," sindirnya satir. Beberapa tetangga mengangguk mengaminkan sedangkan Hesty melengos kesal. Lain Hesty, lain Gading ... pria itu tersenyum jumawa bersikap seakan-akan tetangga kanan kiri dan depan rumah istrinya tidak tahu menahu seluk beluk kejadian dua hari y
Ting ...Tong ...Bel rumah Maya berbunyi nyaring ketika semua anggota keluarga sedang sarapan bersama. Bu Saroh yang kebetulan sudah menandaskan makanan di piring pun pamit untuk melihat siapa yang bertamu di pagi-pagi begini."Siapa, Bu?" tanya Maya."Hesty, Mbak Maya. Boleh saya bukakan pintu pagar?"Maya dan Ibu mengangguk sementara Abian sedang menyelesaikan sarapannya sedikit terburu-buru karena harus berangkat ke Restoran pagi ini."Silahkan masuk!" Bu Saroh membuka pintu rumah cukup lebar dan membiarkan Hesty beserta keluarganya masuk dan duduk di sofa menunggu Maya keluar."Bilang sama Mbak Maya, cepetan, kita ada yang mau dibicarakan!" ucap Hesty ketus.Bu Saroh hanya mengangguk tanpa menimpali. Sikap Hesty masih saja sama meskipun karma yang Tuhan berikan sudah bertubi-tubi datang kepadanya. Bu Saroh kembali ke dapur dan kembali lagi dengan beberapa gelas minuman hangat di atas nampan. "Silahkan diminum, Mbak Maya sebentar lagi selesai sarapan.""Hem!" Hesty hanya berdeh
"Jadi begini, Mas Gading ...." Abian menarik napas panjang. Sepertinya pagi ini ia akan terlambat datang ke Restoran karena harus menghadapi avatar dan istrinya. "Saya memang pemilik Restoran, pemilik yang asli karena itu adalah Restoran yang saya bangun dari kerja keras saya sendiri. Mengenai hal mengapa saya tidak bisa mengosongkan satu posisi padahal saya adalah yang paling berkuasa karena ... saya tidak mau memecat pekerja yang lain sementara kinerja mereka benar-benar bagus selama ini.""Oh jadi menurut Mas Abian pekerjaan saya tidak bagus? Saya mantan pemimpin Persatuan besar loh!" ucap Gading pongah. "Seharusnya anda berterima kasih karena ada mantan petinggi Perusahaan yang melamar kerja di Restoran anda!""Tidak masalah," sahut Abian pada akhirnya. Lama-lama gemas juga dengan gaya bicara Gading yang semakin dibiarkan justru semakin sombong. "Bagi saya lebih baik para pekerja dari kalangan orang-orang yang biasa saja asal memiliki etika dan kinerj
"Brengsek! Kalau pakai mobil yang benar dong!" Guntur menggerutu. Motornya terjatuh tepat di sisi kanan trotoar karena sebuah mobil yang tiba-tiba melaju kencang di sebelahnya.Sebuah mobil berwarna merah menyala berhenti di tepi jalan. Dada Guntur naik turun. Napasnya tersengal, merasa geram karena ia menganggap jika si empunya mobil sedang menghina dirinya yang hanya memakai motor butut. "Jangan mentang-mentang bawa mobil mahal lalu kamu bisa seenaknya menggunakan jalan!" hardik Guntur sambil melayangkan jemari telunjuknya. Pintu mobil terbuka. Sebuah kaki jenjang dan mulus membuat jakun Gading naik turun. Jantungnya berdegup kencang, berharap jika sosok yang keluar dari dalam mobil mahal itu bukanlah Laura Florine. Jika tidak, maka hancurlah harga diri Gading untuk yang kesekian kalinya."Mata kamu ternyata masih jeli juga pada barang-barang mahal, Mas."Gading melengos. Suara ini. Suara milik calon mantan istrinya. "Tapi sayang ... mata kamu agak rabun kalau melihat wanita." La
Hesty mematung. Begini amat nasib yang ia terima. Lebih enak bersama Reyhan meskipun pria itu rela dipenjara karena memang sudah bekerja di jalan yang salah. Namun Reyhan berkata benar, dia tidak punya pilihan lain, gaya hidup Hesty dan Bu Sur dulu menuntutnya untuk selalu mendapat uang yang banyak. Kini, perlahan Hesty menyadari kalau semua yang terjadi mungkin adalah karma yang ia terima karena kurangnya rasa syukur.Wanita yang siang ini hanya mengenakan tang top serta celana pendek itu terduduk lemas di atas sofa. Bayangan waja Reyhan menari-nari di pelupuk matanya. "Tidak ada jalan lain, Mas," kata Hesty frustrasi. "Mas mau kita hidup kelaparan? Kalau Mas menolak usul dari Ibu, lebih baik kita sudahi saja pernikahan ini.""Eh, gak bisa gitu dong, Hes! Kamu ini apa-apaan sih, masa cuma karena pekerjaan saja minta cerai. Kekanakan banget!""Kekanakan kamu bilang, Mas? Kalau kamu gak bekerja, aku juga pengangguran, lalu
Laura hanya menoleh sekilas, lalu menatap bungkusan cilok yang ada di tangan keponakannya."Sudah beli jajannya? Ayo!"Abigail mengangguk. Dia berlari menuju dimana mobil Tantenya berada sementara Gading memanggil-manggil nama Laura membuat wanita itu terpaksa menghentikan langkah."Ba-- bagaimana kabar kamu?" tanya Gading basa-basi. Mantan istrinya terlihat begitu cantik dengan baju yang sedikit kedodoran."Menurut kamu?" sahut Laura balik bertanya. "Akta perceraian sudah aku kirim ke rumah istri kamu, sudah kamu terima kan?"Gading mengangguk. Kini, penyesalan terasa begitu menusuk ke dalam relung hatinya. Melepaskan Laura sama halnya dengan melepas berlian yang tengah bersinar indah."Maafkan aku, Ra!"Laura yang hendak berbalik kini lagi-lagi menghentikan langkah."Aku sadar kalau aku banyak salah, maaf sudah menyakiti kamu, Ra. Maaf sudah mengkhianati pernikahan kita dulu. Maafkan aku ...."Jantung Laura berdegup kencang. Perlahan tangannya mengusap perut yang masih rata. Entah.
. . Dua bulan berlalu, perut Maya sudah semakin membuncit dan seminggu lagi adalah jadwal bayinya dilahirkan. Namun sepertinya Tuhan berkehendak lain, pagi ini ... istri Abian itu merasakan mulas yang teramat sangat. Celana tidur yang ia pakai sudah basah karena air ketuban yang pecah. Maya memanggil-manggil Abian yang sedang berada di dalam kamar mandi. "Kenapa, May?" Abian keluar hanya memakai handuk, bahkan buih sabun masih menempel di tubuhnya. Pria itu panik, takut jika ada apa-apa dengan istrinya menjelang melahirkan."Mas, sshhh ... perutku," keluhnya.Mata Abian melotot tatkala melihat sprei yang sudah basah ditambah dengan celana yang istrinya kenakan pun sama basahnya."Sepertinya mau lahiran," adu Maya sambil meringis.Abian mengusap sisa sabun di tubuhnya tanpa membilas lebih dulu menggunakan air. Dengan gerakan cepat, ia berganti pakaian tanpa peduli apakah Maya melihat