Share

Eti yang Pongah

Penulis: Lian Nai
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-13 11:01:10

 

"Ah, banyak omong! Seret wanita ini keluar, tunggu apa lagi, hah?"

 

Dua orang satpam saling pandang lalu menarik tangan Maya dengan kasar. Hampir saja ponselnya terlepas dari genggaman sehingga membuat Maya naik pitam.

 

"Lepaskan!" bentak Maya geram. 

 

Bruk ...!!!

 

Maya didorong kasar oleh seseorang yang tidak lain adalah Eti. 

 

"Bikin malu tau nggak, Mbak?"

 

Dada Maya naik turun. Dia berusaha berdiri dan mengibaskan celananya yang kotor akibat terjatuh di halaman Restoran.

 

"Nih lihat, video kamu viral di Perumahan kita," ucap Eti sinis. "Makanya, jangan cari gara-gara di Restoran suamiku. Sana pergi! Suamimu pasti ada di rumah wanitanya yang lain, buktinya saja dia tidak keluar dan membelamu. Menyedihkan!"

 

Kedua tangan Maya mengepal. Belum sempat Eti berbalik, Maya dengan cepat menarik rambut tetangganya itu membuat Eti mengadu kesakitan.

 

"Aakkkhhh ... Mas, tolong ...!!!"

 

Satria berlari keluar dan berteriak, "Bantu istriku, bodoh! Kalian berdua memang satpam lamban!"

 

Dua orang satpam segera menarik tangan Maya. Semakin ditarik, maka semakin kuat pula cengkeraman tangan Maya di rambut Eti. 

 

Menyadari banyak pasang mata yang melihat, Maya mengalah daripada reputasi Restoran suaminya hancur saat itu juga. Apalagi Abian tentu tidak bisa datang hari ini karena ada urusan di luar kota.

 

"Aduh!" pekik Eti. Maya mendorong kepala wanita itu dengan keras dan berlalu begitu saja membawa segumpal perasaan kesal di dalam dada.

 

"Tetangga gila! Nggak waras! Jangan main-main kamu sama aku!" teriak Eti kalap. Ia menangis sejadi-jadinya melihat banyak sekali rambutnya yang ikut rontok di sela-sela jari Maya. "Aku nggak mau tau, Mas ... pecat suaminya!" 

 

Satria mengangguk iba. Dia mengusap kepala Eti dan membawa istrinya kembali masuk ke dalam Restoran.

 

"Sialan! Lihat aja, bakal aku buat dia malu se antero Perumahan!" ucap Eti menggebu-gebu. 

 

"Ssstt, udah! Malu di lihat banyak pengunjung," bisik Satria. Dia membawa istrinya masuk ke ruangan Abian. Ruangan yang sebenarnya hanya Abian lah yang boleh masuk ke dalam sana.

 

Sementara di tengah jalan, Maya menangis sambil mengendarai motor. Dia malu, kesal, geram tapi tidak bisa berbuat banyak karena Abian tidak mungkin bisa datang dengan segera.

 

Ia menepikan motornya di sebuah Cafe ternama yang cukup jauh dari rumahnya. Maya memilih tempat duduk paling ujung dan meluapkan tangisnya tanpa suara. 

 

Wanita cantik dengan rambut sebahu itu mengambil ponselnya yang tadi sempat menghubungi Abian melalui video call. Dan ternyata tersambung. Abian sengaja tidak memutus panggilan dari Maya karena samar-samar ia mendengar keributan dari seberang sana.

 

"Mas ...?" 

 

Maya kaget ketika mendapati wajah suaminya yang nampak panik di layar ponselnya.

 

"Kamu bikin Mas khawatir, May. Kenapa, ada apa? Mas sedikit mendengar kamu sedang ribut, iya?"

 

Maya kembali menangis. Kali ini Abian dibiarkan melihat muka istrinya yang berantakan. Kesal karena tidak bisa melawan Eti dan Satria sendirian, juga kesal ... mengapa dia harus abai pada bisnis suaminya itu. Seharusnya Maya bisa sesekali berkunjung ke Restoran agar semua pekerja bisa mengenalnya. 

 

Penyesalan hanyalah tinggal penyesalan. Maya pikir semua pekerja yang mengenalnya saat ia datang bersama Abian dulu masih ada, namun ternyata Satria mengganti semua pekerja yang ada. 

 

Hampir lima menit lamanya Abian mendengar dan melihat wanita yang begitu ia cintai menangis di sebuah Cafe sendirian. Hatinya pilu. Iba. Ia memutuskan akan pulang hari ini juga setelah Maya tenang dan menceritakan semua yang terjadi.

 

"Sudah lega?" tanya Abian lembut ketika melihat Maya mulai tenang. "Mau cerita ke Mas?"

 

"Tadi di Restoran ...."

 

 Maya menceritakan semua yang terjadi di Restoran. Bagaimana Satria dan istrinya yang ternyata adalah tetangga mereka mempermalukan Maya bahkan sebelum istri Abian itu mengatakan siapa dirinya.

 

"Kurang a j a r sekali dia!" geram Abian. Maya mengangguk membenarkan dengan sisa-sisa sesenggukan akibat menangis terlalu lama. "Aku harus bagaimana, Mas? Kembali ke sana dan mengatakan jika aku adalah istrimu tentu saja mereka tidak percaya. Bahkan ... tadi aku menekan panggilan video Mas agar mereka bisa melihat wajahmu dan mereka tau siapa aku. Tapi ... Satria lebih dulu mengusirku dengan tidak hormat. Dia tidak memberiku kesempatan untuk mengatakan siapa aku," papar Maya sedih.

 

Wajah Abian memerah. Satria adalah kepala pelayan baru yang direkrut Abian dengan grusa-grusu karena kepala pelayan yang lama mendadak resign.

 

"Aku bisa saja bikin keributan yang lebih heboh, Mas. Tapi, aku tidak mau membuat reputasi Restoran kamu memburuk karena ulahku. Ya ... meskipun tadi aku sempat ...."

 

"Dek, dengarkan Mas!" Maya menatap wajah Abian di depan layar. "Sekarang pulang lah, hari mulai sore. Malam ini juga Mas akan pulang dan kita selesaikan masalah ini bersama. Mas curiga jika satu bulan belakangan Satria mencurangi pendapatan Restoran."

 

"Jangan takut! Sudah saatnya memang kamu menunjukkan siapa diri kamu, Sayang. Kamu istri Abian, pengusaha sukses. Kamu harus percaya diri akan itu."

 

Maya mengangguk ragu. "Maafkan aku."

 

"Kamu sudah melakukan hal yang benar, hanya saja setelah Mas pulang nanti ... Mas ingin melihat kamu berubah menjadi wanita yang tegas dan pemberani. Oke?"

 

Lagi-lagi Maya hanya bisa mengangguk. Setelah berbagi perasaan kesal yang bercokol sejak pulang dari Restoran tadi, kini Maya sedikit lebih tenang karena malam ini juga Abian akan pulang.

 

***

 

Maya keluar dari dalam Cafe tanpa memperdulikan notifikasi di ponselnya yang menjerit-jerit. Ia tahu, pasti berita tentangnya datang ke Restoran tadi sudah menyebar ke grup penghuni Perumahan Citra Kencana. 

 

"Tagih uangmu, Lia! Jangan sampai dia memutar balikkan fakta dan mengatakan kalau kamu yang berhutang," sindir Bu Sur sarkas. "Berani-beraninya orang baru di Perumahan ini bikin kerusuhan. Kasihan sekali, Eti. Kalau aku jadi dia, sudah aku jambak balik tadi."

 

"Tagih uangmu, Lia!" seru Bu Hanum. "Ngakunya banyak tabungan berupa emas, nyatanya ... halu!"

 

Maya turun dari motor dan berjalan mendekati tiga wanita beda usia yang sedang duduk di depan rumah Dahlia. Perasaan janggal yang ia terima sebab ucapan Bu Joko tadi kini benar-benar Maya rasakan kebenarannya. 

 

"Lagi ngomongin saya?"

 

"Sukur kalau merasa," sahut Bu Sur ketus. "Nggak tau malu, orang baru udah berani berhutang." Bu Sur berbicara sambil sesekali mencebik.

 

"Mana berani sekali bikin keributan di Restoran suami Eti," sambung Bu Hanum. "Untung saja nggak dilaporkan kamu, Mbak Maya. Lagipula malu-maluin banget nyamperin suami di tempat kerja. Eh, nggak taunya suaminya entah kemana."

 

Dahlia sedikit merasa lega karena dua wanita di depannya mengalihkan pembicaraan perihal hutang.

 

Maya menarik napas dalam dan meredam emosinya perihal kejadian di Restoran. Yang perlu ia atasi saat ini adalah sikap dan ucapan Dahlia yang sudah membuat citranya hancur di Perumahan ini.

 

"Jadi Mbak Dahlia bilang ke orang-orang kalau saya meminjam uang?" tanya Maya. Wajah Dahlia memucat. "Bukannya tadi kamu yang pinjam uang ke saya gara-gara ditagih siapa tadi ... ehm ... Bu Joko ya? Dia bilang Mbak Dahlia macet bayar cicilan emas. Begitu kan?"

 

 

Bersambung 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rahmat Wahyono
cerita awal yg berbulet² n membosankan....mau nerusin kok males...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dikira Miskin Saat Menghadiri Hajatan Tetangga   Terungkap

    Tubuh Gading mematung. Lagi-lagi pertemuannya dengan Laura membawa kilas pedih pada masa lalu. "O-- oh, hai, Ra," sapa Gading kikuk. "Sama suami kamu lagi?"Laura bergeming sementara Hesty menatap heran ke arah suaminya. "Mas kenal suami Laura?" tanya Hesty menyelidik.Gading mengedikkan bahu. Dia menurunkan Seila dan menjawab. "Kapan hari kan Mas ketemu Laura sama suaminya. Gading, Mas!" Gading menjulurkan tangannya di depan Reyhan. "Reyhan, Mas," sahut mantan suami Hesty datar. "Kalau begitu kami pamit dulu. Permisi!"Reyhan berjalan sembari menggandeng tangan Mazaya sementara Laura mengekor di belakang mereka dengan air mata yang menganak sungai. "Mas ...." Panggil Hesty lirih. Gading menoleh. Wajahnya berubah sendu ketika bertemu Laura untuk yang kesekian kalinya. "Dia ... mantan suamiku," aku Hesty."Dia?"Hesty mengangguk. "Sepertinya dia baru keluar dari penjara. Entah bagaimana ceritanya, Mas Reyhan ... tidak mau membahas luka yang sudah aku ciptakan."Gading seketika men

  • Dikira Miskin Saat Menghadiri Hajatan Tetangga   Dipermainkan Takdir

    "D-- dia istri kamu, Mas?" tanya Hesty gagap. Kedua matanya memanas melihat Mazaya, gadis kecil yang begitu Reyhan lindungi ternyata putri dari wanita yang sudah ia hancurkan rumah tangganya. "D-- dia ...?"Reyhan terkekeh getir. Dia melepaskan genggaman tangannya pada Mazaya dan mempersilahkan wanita di sampingnya menggendong putri kecil yang beberapa menit lalu ia cari-cari."Kalau wanita seperti kamu saja bisa membuangku tanpa berpikir dua kali, apa kamu pikir ada wanita lain yang mau menerimaku sebagai suami, Hes?" tanya Reyhan perih. "Aku hanyalah pria kotor yang rela melakukan apa saja demi memenuhi gaya hidup istriku dan keluarganya. Tapi itu dulu ... sekarang, aku hanyalah seorang pria yang berjuang untuk keluarganya. Untuk Emak dan Bapakku di kampung. Apalagi setelah aku tahu bahwa putriku hidup dengan layak, sepertinya memang aku harus meredam ego. Demi masa depannya. Demi mentalnya. Jaga dia!"Reyhan melengos sembari mengusap sudut matanya yang berair. Sejenak kemudian, dia

  • Dikira Miskin Saat Menghadiri Hajatan Tetangga   Istri Reyhan?

    "Apa kabar, Hes?" Reyhan bertanya dengan nada dingin. Bertanya kabar mantan istrinya dengan air muka begitu tenang. "Putriku sudah sebesar ini ya? Boleh aku gendong?"Seila menggeleng kata tangan Reyhan terangkat ke udara. Gadis kecil itu berlari bersembunyi di belakang tubuh Bu Sur dan berceloteh gemas. "Kata Papa gak boleh! Jangan gendong Seila, Om," ucapnya cadel. Hati Reyhan berdenyut nyeri. Seila, bayi mungil yang dulu selalu nyaman berada dalam gendongannya kini menolak pelukan darinya dengan dalih dilarang oleh Papa. Papa siapa yang Seila maksud, batin Reyhan."Om cuma mau peluk. Boleh?"Seila menggeleng takut. Kedua mata Reyhan memanas dengan satu tangan yang kembali menggenggam erat jemari Mazaya. Gadis kecil yang usianya sepadan dengan Seila."M-- Mas sudah bebas?" tanya Hesty dengan suara bergetar. Ada perasaan bersalah yang teramat dalam untuk mantan suakmunya itu. Bagaimana dulu Hesty memilih bercerai karena Reyhan kedapatan tertangkap polisi sedang mengedarkan barang ha

  • Dikira Miskin Saat Menghadiri Hajatan Tetangga   Mengasuh anak dari wanita lain

    "Nanti siang aku mampir ke Restoran ya, Mas?"Hesty yang sedang menyuapi putrinya berbicara manja pada Gading. Sejak setahun yang lalu suaminya bekerja di Restoran milik Abian dan kehidupan Hesty perlahan-lahan mulai membaik. Gaji yang Abian tawarkan memang tidak kaleng-kaleng. Apalagi selama ini Restoran itu terkenal dengan hidangan yang lezat. Ada harga, ada rasa."Memangnya nanti siang mau kemana?" tanya Gading menelisik. "Jalan-jalan?"Hesty nyengir. Dia mengangguk ragu dan melirik Bu Sur yang juga tengah sarapan bersama mereka di ruang makan. "Boleh ya, Mas?""Boleh, sekalian ajak Ibu."Bu Sur mengangkat kepalanya. Matanya memanas. Untuk pertama kalinya dia merasakan kehangatan dari hubungan rumah tangga Hesty. Kegagalan di masa lalu membuat wanita muda itu banyak belajar bahwa menerima kekurangan pasangan jauh lebih baik daripada harus saling menuntut."Bapak gak sekalian, Ding?"Gading tertawa lebar. "Ki

  • Dikira Miskin Saat Menghadiri Hajatan Tetangga   Anak siapakah itu?

    "Apa kabar anak Ayah hari ini? Bunda nakal gak? Kamu menyusu dengan baik kan?" goda Abian sembari mengambil alih sang putra dari gendongan Ibunya. "Jelas dengan baik lah, kan Ayah sudah kehilangan jatah menyusu," sahut Ibu sarkas.Maya dan Abian mematung. Keduanya tergelak ketika menyadari ucapan Ibu terlalu frontal sore ini."Ibu apa-apaan sih, ada Bu Saroh tuh, gak baik bicara seperti itu. Bikin kita malu aja!" gerutu Abian yang dibalas tawa renyah oleh Ibu."Diskusi apa sama Maya, Ibu boleh tau?"Abian mengangguk. Mereka berjalan menuju ruang makan sementara Abimanyu ia serahkan pada Bu Saroh."Tolong ajak Abimanyu sebentar ya, Bu.""Dengan senang hati, sini anak manis," sahut Bu Saroh yang tersenyum lebar mendapatkan tubuh Abimanyu yang mungil dalam dekapan. "Jadi aku tadi mampir ke rumah Mbak Hesty, Bu," kata Abian bercerita. "Kebetulan kepala dapur di Restoran Cempaka resign, dia ikut istrinya pulang kampung dan cari kerja disana saja katanya. Aku pikir, daripada aku ambil ora

  • Dikira Miskin Saat Menghadiri Hajatan Tetangga   Belajar dari Kesalahan

    Satu minggu kemudian ....Abian pulang dengan membawa rasa rindu pada istri dan anaknya. Bahkan pria itu sekarang lebih sering berada di rumah dan menghandle Restoran dari rumah. "Baru pulang, Mas Gading?" Abian yang menutup pintu pagar sengaja menyapa Gading yang baru pulang dari bekerja. Mamang pergi mengantar Emak dan Bapak yang sudah kembali ke kampung, itu sebabnya sekarang Abian membawa mobil sendiri."Iya, Mas," sahut Gading sambil mengulas selarik senyum. Gading terlihat kelelahan mendorong gerobak yang sudah ia pisahkan dari motornya. Peluh membasahi bajunya yang nampak lusuh. Benar-benar ... kesalahan membuat Gading dan Hesty berubah banyak beberapa bulan belakangan. Abian merasa kasihan. Dulu, ia sengaja menolak memperkerjakan Gading karena memang kurang suka dengan gaya bicara tetangganya itu. Apalagi dulu Gading masih menjunjung tinggi sikap sombong dan pongah membuat Abian jengah dan enggan beruru

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status