Share

Tetangga Bebal

Penulis: Lian Nai
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-13 11:02:06

 

"A-- apa sih, Mbak Maya! Tanya-tanya nggak jelas!" sahut Dahlia gugup. Maya bersedekap dada. Telinganya terngiang-ngiang ucapan sang suami bahwa setelah ini dia harus berani bersikap tegas dan pemberani. "Bagian mana yang nggak jelas? Ah, kalau begitu biar saya kirim rekaman CCTV di depan rumah saya ke grup, biar semua orang tau kalau sebenarnya ...."

 

Bu Sur dan Bu Hanum saling pandang, lalu ....

 

"Ha ... ha ... ha ...." Mereka tertawa lebar bersama membuat Dahlia pun mau tidak mau menarik garis bibirnya. "Rekaman CCTV? Setelah tabungan emas, bikin keributan di Restoran Eti, ngutang ke Lia, sekarang dia bilang kalau di depan rumahnya ada rekaman CCTV? Astaga, Mbak Maya ... sebegitu halu-nya ya, kamu," ucap Bu Hanum setelah meredakan tawanya.

 

Bu Sur terlihat menyeka sudut matanya karena tertawa terlampau terbahak. "Sudahlah, Bu Hanum. Beri dia kesempatan buat nunjukin rekaman CCTV itu. Mana?"

 

"Sejujurnya aku takut kalau ternyata suami yang selama ini kamu akui itu ternyata suami orang, Mbak Maya. Kamu bukan pelakor kan?"

 

Maya menarik napas dalam mendengar tuduhan yang kesekian kalinya dari mulut tetangganya. Entah mengapa, Maya seakan dikucilkan disini. Apakah benar hanya karena dia yang sehari-hari tidak memakai perhiasan seperti tetangga yang lain? Tidakkah sikap mereka sangat keterlaluan?

 

"Y-- ya, gimana ya ... secara kami jarang lihat suami kamu di rumah. Kadang ada, kadang tiba-tiba berminggu-minggu nggak kelihatan batang hidungnya."

 

"Suami saya sedang mengurus pembangunan  untuk Restoran baru, Bu Sur," jawab Maya tanpa berdusta. "Jadi semua yang ibu-ibu tuduhkan semuanya tidak benar. Saya bukan pelakor, dan suami saya ...."

 

"Suami Mbak Maya pemilik Restoran, begitu?" sela Bu Hanum cekikikan. "Duh, Mbak. Makin lama makin ngelantur kamu ini."

 

Dahlia mengangguk cepat. Ingin rasanya ia menyudahi obrolan sore ini karena takut jika Maya membuka kedoknya di depan Bu Sur dan Bu Hanum. 

 

"Lagipula nih ya, Mbak Maya. Pakai logika saja sudah bisa disimpulkan dengan jelas, mana ada pemilik Restoran dan istri dari pemilik Restoran tinggal di Perumahan biasa seperti ini. Rumah yang kalian beli juga ukurannya nggak besar-besar amat," nyinyir Bu Sur menimpali. "Kalau memang kalian sengaja beli rumah disini, ya ... seenggaknya rumah kalian itu yang seperti rumah di depan rumah saya itu. Tau kan rumah yang baru dibangun itu? Megah, mewah, bertingkat ... duh, pasti yang punya itu orang kaya," sambung Bu Sur.

 

"Jangan sampai Mbak Maya juga mau bilang kalau rumah yang dalam proses pembangunan itu juga rumah kamu," sindir Bu Sur cekikikan. Bu Hanum dan Dahlia pun ikut tertawa meskipun sebenarnya ucapan Bu Sur tidak bisa dikatakan sebagai guyonan semata. 

 

Maya lagi-lagi meredam emosinya yang bercokol di dalam hati. Tiga manusia paruh baya di depannya ini memang cukup bebal. Hanya kebenaran yang bisa membungkam mereka.

 

"Kita pulang saja, Bu Sur. Lama-lama ikutan halu saya kalau dekat-dekat Mbak Maya."

 

Bu Hanum melenggang meninggalkan depan rumah Dahlia disusul Bu Sur di belakangnya sembari memainkan pergelangan tangan seperti biasa.

 

"Semoga jantung Bu Sur dan Bu Hanum baik-baik saja saat mengetahui kebenarannya nanti," ucap Maya lantang.

 

Bu Sur dan Bu Hanum mengedikkan bahu lalu tertawa terbahak bersama. Mereka pergi setelah berteriak lantang. "Tetangga baruku tukang halu!"

 

Wajah Maya memerah. Tidak menyangka jika tetangga yang ia anggap ramah ternyata menilai orang lain hanya dari seberapa banyak perhiasan yang dipakai. 

 

Dahlia canggung. Ia hendak berbalik masuk ke dalam rumah tapi suara Maya membuat jantungnya berdebar hebat. "Saya tidak menyangka kalau Mbak Dahlia ternyata ular."

 

"Semua orang boleh menghinaku hari ini, Mbak. Kamu pun bebas memfitnahku di depan semua orang. Tapi ingat ... suatu hari nanti aku pastikan kamu menyesal sudah berbuat seperti ini."

 

Maya meninggalkan Dahlia yang cemberut di depan pintu rumahnya. Setelah memasukkan motor ke halaman rumah, Maya memilih masuk tanpa menoleh lagi ke arah dimana tetangganya itu berada. 

 

Ting ....

 

Ponselnya berdenting menandakan ada pesan yang masuk ke dalam sana. 

 

Ting ....

 

Maya yang semula berselonjor di atas sofa pun meraih ponsel yang tergeletak di atas meja. Rasa penasaran membuatnya mau tidak mau membuka pesan yang ternyata datang dari grup ibu-ibu Perumahan Citra Kencana.

 

|Halo, ibu-ibu yang cantik. Besok Eti mau mengadakan acara di Restoran Mas Satria. Tolong datang ya, tanpa pasangan saja karena ini acara . Eti sengaja mau berbagi, mumpung suami dapat rejeki lebih nih. Besok makan gratis!|

 

Maya mencebik membaca pesan Eti. Ingin membalas, tapi ia sadar itu hanya akan membuatnya dipermalukan oleh orang-orang yang terlanjur termakan oleh ucapan Eti yang menjelek-jelekkan dirinya.

 

|Wah seru nih, makan gratis. Mbak Maya ikut kan? Eh, tapi masih punya muka ya?|

 

Balasan dari Dahlia sungguh membuat Maya naik pitam. 

 

"Ular!" desis Maya geram. Merasa namanya disebut, Maya sengaja memberi balasan yang mungkin nanti akan membuat grup semakin heboh. Biarlah, batin Maya.

 

|Tentu saja saya ikut, Mbak Lia. Mbak Dahlia juga ikut kan, makan gratis loh ini ... Oh ya, ini rekaman CCTV tadi siang. Boleh dong diintip dulu|

 

Maya mengirim rekaman CCTV dimana disana terlihat dengan jelas sosok Dahlia yang terlihat panik karena kedatangan Bu Joko. Lalu berjalan mendatangi Dahlia dan merampas tiga lembar uang berwarna merah dari tangan Maya.

 

Suara mereka berdua terdengar jelas. Suasana Perumahan yang sepi, ditambah letak CCTV yang ada di sudut lampu gantung depan rumah Maya membuat rekaman yang Maya bagikan terdengar jernih.

 

*(Bunyi rekaman CCTV ....)

 

"Anu ... itu ... boleh saya pinjam uang 300 ribu? Dompet saya kebetulan ikut terbawa suami, semua kartu ATM dan uang tunai ada disana. Tolong ya, Mbak."

 

"Nanti kalau suami sudah pulang, bakal saya ganti."

 

"Tolong dong, Mbak Maya. Saya pinjam loh ini bukan minta-minta. Buruan, udah ditunggu sama teman di dalam."

 

"Ayo dong, Mbak Maya. Kita tetangga loh ini, saya pinjam dan janji kalau suami pulang saya balikin. Masa nggak percaya sama tetangga depan rumah sih?" sindir Dahlia. "Cuma 300 ribu, nggak banyak kok!"

 

(Selesai ....)

 

|Hapus, Mbak! Aku bisa melaporkan tindakan kamu tau nggak?| 

 

|Ini CCTV editan! Mana ada aku pinjam uang sama kamu, Mbak Maya!|

 

|Hapus, cepat!|

 

Pesan Dahlia berulang kali masuk dalam grup Perumahan Citra Kencana. Maya terkekeh dan meletakkan ponselnya di tempat semula dengan perasaan puas. Tidak peduli jika nanti masih ada yang tidak percaya dan bahkan berbalik membully-nya lagi. 

 

Tring ....

Tring ....

Tring ....

 

Nama Dahlia terpampang jelas di layar ponsel Maya. Wanita itu tergelak melihat sikap tetangganya yang kalang kabut seperti sekarang ini.

 

Maya sengaja mengabaikan panggilan Dahlia. Hingga terdengar gedoran yang cukup nyaring pada pagar rumahnya.

 

"Keluar kamu, Mbak Maya!"

 

"Tetangga tidak tau diri kamu ya!"

 

"Keluar!"

 

 

Bersambung

 

 

*Keterangan (Bunyi rekaman CCTV....) dan (Selesai....) hanya sebagai pemisah untuk dialog yang di bawah ya, biar pembaca tidak kebingungan karena ada banyak dialog disana. Terima kasih. 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Jee Esmael
Wahhh makin seru nih. Ajar dong may tetangga ga tahu diri itu biar sekalian kompleks tahu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dikira Miskin Saat Menghadiri Hajatan Tetangga   Terungkap

    Tubuh Gading mematung. Lagi-lagi pertemuannya dengan Laura membawa kilas pedih pada masa lalu. "O-- oh, hai, Ra," sapa Gading kikuk. "Sama suami kamu lagi?"Laura bergeming sementara Hesty menatap heran ke arah suaminya. "Mas kenal suami Laura?" tanya Hesty menyelidik.Gading mengedikkan bahu. Dia menurunkan Seila dan menjawab. "Kapan hari kan Mas ketemu Laura sama suaminya. Gading, Mas!" Gading menjulurkan tangannya di depan Reyhan. "Reyhan, Mas," sahut mantan suami Hesty datar. "Kalau begitu kami pamit dulu. Permisi!"Reyhan berjalan sembari menggandeng tangan Mazaya sementara Laura mengekor di belakang mereka dengan air mata yang menganak sungai. "Mas ...." Panggil Hesty lirih. Gading menoleh. Wajahnya berubah sendu ketika bertemu Laura untuk yang kesekian kalinya. "Dia ... mantan suamiku," aku Hesty."Dia?"Hesty mengangguk. "Sepertinya dia baru keluar dari penjara. Entah bagaimana ceritanya, Mas Reyhan ... tidak mau membahas luka yang sudah aku ciptakan."Gading seketika men

  • Dikira Miskin Saat Menghadiri Hajatan Tetangga   Dipermainkan Takdir

    "D-- dia istri kamu, Mas?" tanya Hesty gagap. Kedua matanya memanas melihat Mazaya, gadis kecil yang begitu Reyhan lindungi ternyata putri dari wanita yang sudah ia hancurkan rumah tangganya. "D-- dia ...?"Reyhan terkekeh getir. Dia melepaskan genggaman tangannya pada Mazaya dan mempersilahkan wanita di sampingnya menggendong putri kecil yang beberapa menit lalu ia cari-cari."Kalau wanita seperti kamu saja bisa membuangku tanpa berpikir dua kali, apa kamu pikir ada wanita lain yang mau menerimaku sebagai suami, Hes?" tanya Reyhan perih. "Aku hanyalah pria kotor yang rela melakukan apa saja demi memenuhi gaya hidup istriku dan keluarganya. Tapi itu dulu ... sekarang, aku hanyalah seorang pria yang berjuang untuk keluarganya. Untuk Emak dan Bapakku di kampung. Apalagi setelah aku tahu bahwa putriku hidup dengan layak, sepertinya memang aku harus meredam ego. Demi masa depannya. Demi mentalnya. Jaga dia!"Reyhan melengos sembari mengusap sudut matanya yang berair. Sejenak kemudian, dia

  • Dikira Miskin Saat Menghadiri Hajatan Tetangga   Istri Reyhan?

    "Apa kabar, Hes?" Reyhan bertanya dengan nada dingin. Bertanya kabar mantan istrinya dengan air muka begitu tenang. "Putriku sudah sebesar ini ya? Boleh aku gendong?"Seila menggeleng kata tangan Reyhan terangkat ke udara. Gadis kecil itu berlari bersembunyi di belakang tubuh Bu Sur dan berceloteh gemas. "Kata Papa gak boleh! Jangan gendong Seila, Om," ucapnya cadel. Hati Reyhan berdenyut nyeri. Seila, bayi mungil yang dulu selalu nyaman berada dalam gendongannya kini menolak pelukan darinya dengan dalih dilarang oleh Papa. Papa siapa yang Seila maksud, batin Reyhan."Om cuma mau peluk. Boleh?"Seila menggeleng takut. Kedua mata Reyhan memanas dengan satu tangan yang kembali menggenggam erat jemari Mazaya. Gadis kecil yang usianya sepadan dengan Seila."M-- Mas sudah bebas?" tanya Hesty dengan suara bergetar. Ada perasaan bersalah yang teramat dalam untuk mantan suakmunya itu. Bagaimana dulu Hesty memilih bercerai karena Reyhan kedapatan tertangkap polisi sedang mengedarkan barang ha

  • Dikira Miskin Saat Menghadiri Hajatan Tetangga   Mengasuh anak dari wanita lain

    "Nanti siang aku mampir ke Restoran ya, Mas?"Hesty yang sedang menyuapi putrinya berbicara manja pada Gading. Sejak setahun yang lalu suaminya bekerja di Restoran milik Abian dan kehidupan Hesty perlahan-lahan mulai membaik. Gaji yang Abian tawarkan memang tidak kaleng-kaleng. Apalagi selama ini Restoran itu terkenal dengan hidangan yang lezat. Ada harga, ada rasa."Memangnya nanti siang mau kemana?" tanya Gading menelisik. "Jalan-jalan?"Hesty nyengir. Dia mengangguk ragu dan melirik Bu Sur yang juga tengah sarapan bersama mereka di ruang makan. "Boleh ya, Mas?""Boleh, sekalian ajak Ibu."Bu Sur mengangkat kepalanya. Matanya memanas. Untuk pertama kalinya dia merasakan kehangatan dari hubungan rumah tangga Hesty. Kegagalan di masa lalu membuat wanita muda itu banyak belajar bahwa menerima kekurangan pasangan jauh lebih baik daripada harus saling menuntut."Bapak gak sekalian, Ding?"Gading tertawa lebar. "Ki

  • Dikira Miskin Saat Menghadiri Hajatan Tetangga   Anak siapakah itu?

    "Apa kabar anak Ayah hari ini? Bunda nakal gak? Kamu menyusu dengan baik kan?" goda Abian sembari mengambil alih sang putra dari gendongan Ibunya. "Jelas dengan baik lah, kan Ayah sudah kehilangan jatah menyusu," sahut Ibu sarkas.Maya dan Abian mematung. Keduanya tergelak ketika menyadari ucapan Ibu terlalu frontal sore ini."Ibu apa-apaan sih, ada Bu Saroh tuh, gak baik bicara seperti itu. Bikin kita malu aja!" gerutu Abian yang dibalas tawa renyah oleh Ibu."Diskusi apa sama Maya, Ibu boleh tau?"Abian mengangguk. Mereka berjalan menuju ruang makan sementara Abimanyu ia serahkan pada Bu Saroh."Tolong ajak Abimanyu sebentar ya, Bu.""Dengan senang hati, sini anak manis," sahut Bu Saroh yang tersenyum lebar mendapatkan tubuh Abimanyu yang mungil dalam dekapan. "Jadi aku tadi mampir ke rumah Mbak Hesty, Bu," kata Abian bercerita. "Kebetulan kepala dapur di Restoran Cempaka resign, dia ikut istrinya pulang kampung dan cari kerja disana saja katanya. Aku pikir, daripada aku ambil ora

  • Dikira Miskin Saat Menghadiri Hajatan Tetangga   Belajar dari Kesalahan

    Satu minggu kemudian ....Abian pulang dengan membawa rasa rindu pada istri dan anaknya. Bahkan pria itu sekarang lebih sering berada di rumah dan menghandle Restoran dari rumah. "Baru pulang, Mas Gading?" Abian yang menutup pintu pagar sengaja menyapa Gading yang baru pulang dari bekerja. Mamang pergi mengantar Emak dan Bapak yang sudah kembali ke kampung, itu sebabnya sekarang Abian membawa mobil sendiri."Iya, Mas," sahut Gading sambil mengulas selarik senyum. Gading terlihat kelelahan mendorong gerobak yang sudah ia pisahkan dari motornya. Peluh membasahi bajunya yang nampak lusuh. Benar-benar ... kesalahan membuat Gading dan Hesty berubah banyak beberapa bulan belakangan. Abian merasa kasihan. Dulu, ia sengaja menolak memperkerjakan Gading karena memang kurang suka dengan gaya bicara tetangganya itu. Apalagi dulu Gading masih menjunjung tinggi sikap sombong dan pongah membuat Abian jengah dan enggan beruru

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status