Share

007. Hamil??

last update Last Updated: 2025-02-22 11:17:32

“Eh, tunggu dulu! Syahnaz ini kan putri kami satu-satunya. Jadi, sebelum pernikahan di selenggarakan, kami ingin memberikan persyaratan terlebih dahulu untuk Nak Arman.” Ucap Herman.

Arman mengernyit heran, penasaran. Persyaratan apa yang akan di berikan oleh calon mertuanya itu?

“Apa syaratnya?” Tanya Arman cepat.

“Kami ingin... Nak Arman memberikan mahar pada Syahnaz sebesar seratus juta!” Ujar Herman.

Seketika membuat Arman dan kedua orang tuanya terkejut hebat. Mahar seratus juta??

“Apaa?!! Seratus juta???” Pekik mereka bertiga, kompak. Saking terkejutnya.

“Iya! Kalian tidak keberatan kan?” Rina menimpali.

Syahnaz seketika melotot pada kedua orang tuanya.

“Pak, apa-apaan ini!” Protes Syahnaz.

“Syahnaz, kamu berhak mendapatkan mahar yang besar! Jangan mau kalah sama Aisyah, calon suaminya juga memberikan Bapak uang sebesar seratus juta!!” Ujar Herman, tentu saja pria paruh baya itu tidak ingin mengatakan jika uang itu sebenarnya untuk membayar semua hutangnya.

“Kalian ini mau memeras kami, hah?!!” Tanya Ayah Arman, murka. Wajahnya merah padam.

“Asal kalian tau! Jika bukan karena anak kalian hamil, kami juga tak sudi menikahkan Arman dengan Syahnaz!!” sambung lelaki itu to the point dengan tegas.

Herman dan Rina seketika terbungkam. Dadanya terasa panas, tak menyangka. Putri semata wayangnya yang di bangga-banggakan itu ternyata hamil di luar nikah?

Herman menatap tajam pada Syahnaz. ingin mendengar langsung dari putrinya itu. “Ha-hamil?? Kamu hamil Syahnaz??” Wajah Herman memerah, jakunnya naik turun seiring dengan napasnya yang memburu.

Syahnaz mematung. Terpampang jelas dari raut wajah Ayahnya terlihat sangat marah.

“Syahnaz? Jawab pertanyaan bapak!! Apa benar kamu hamil??” Tanya Herman lagi, geram.

Herman merasa malu bukan main. Putri satu-satunya itu melakukan perbuatan yang melanggar norma.

Rina memengang pundak suaminya, mengelus dengan pelan. “Sabar, Pak. Sabar...” Ucapnya, menenangkan Herman.

“Iya, Pak. Syahnaz hamil. Bapak jangan emosi dulu, Mas Arman mau tanggung jawab kok.” Jawab Syahnaz dengan tenang. Tak merasa malu sama sekali.

Herman terdiam beberapa saat. Mencoba mengendalikan diri, meredam emosi yang mendadak menguasai dirinya.

“Bapak tenang saja, saya tidak akan lari dari tanggung jawab!! Saya tetap akan menikahi Syahnaz, tapi dengan mahar yang sewajarnya. Bukan seperti yang tadi bapak minta.” Ucap Arman yang di setujui oleh kedua orang tuanya.

“Kalau tetap mau minta mahar seratus juta. Maka ya... Jangan salahkan kami, kalau kami lebih memilih untuk tidak menikahkan Arman dengan Syahnaz.” Ujar Dario, Ayah Arman.

“Di pikir-pikir aja Pak. Mana ada yang mau sama wanita hamil di luar nikah!!” Cetus Rihanna. Ibu Arman ini terlihat jelas tak menyukai Syahnaz. Tetapi karena sudah terjadi seperti ini, mau tidak mau mereka pun merestui dan mengalah.

“Pak, sudahlah... Kita terima saja berapa pun maharnya. Orang kaya seperti mereka juga gak mungkin memberikan mahar sedikit, Pak.” Bisik Rina, masih terdengar oleh calon besannya.

Herman terdiam, merasa pasrah dengan keadaan. Mau bagaimana lagi? Toh ini juga salah anaknya sendiri. Dari pada hamil tanpa seorang suami, lebih baik ia terima saja.

“Baiklah!” Jawab Herman, memutuskan.

Herman menatap serius pada Arman. “Saya harap. Kamu bisa menjaga dan melindungi Syahnaz dengan baik setelah ini!!” Tegas Herman, memberi pesan pada calon menantunya tersebut.

Senyum Syahnaz mengembang. Gadis itu yakin, orang tuanya pasti tidak akan tega menghancurkan impiannya untuk menikah dengan lelaki pujaan hatinya.

°°°°

Pukul 11.00 wib.

Seorang perias kampung datang ke rumah Herman untuk menyulap Aisyah menjadi seorang ratu sehari.

“Dih! Pakainya kok MUA kampung? Pasti gak mampu ya nyewa MUA yang terkenal dari kota??” Cetus Syahnaz saat melihat Aisyah tengah di rias.

Syahnaz tersenyum mencibir, meremehkan Aisyah yang menikah karena mendadak itu. Keluar Arman sudah pulang sejak tadi, sedangkan Syahnaz mulai hari ini akan tinggal di rumah sampai hari pernikahannya nanti tiba.

“Heh, biarpun kami MUA kampung, tapi kami bisa menyulap upi abu menjadi Cinderella!” Sahut seorang asisten perias tersebut, geram. Merasa tak terima dengan sindiran pedas Syahnaz.

“Cinderella? Cindel kali si kotoran kambing!!” Umpat Syahnaz sembari tertawa terbahak.

Asisten perias itu hendak membalas lagi, tetapi buru-buru di cegah oleh Aisyah.

“Udah kak, gak usah di ladenin. Dia emang begitu.” Ucap Aisyah mengingatkan. Malas ribut dengan sepupunya itu.

“Nggak Mbak! Orang kayak dia itu perlu di kasih paham biar gak ngelunjak!” Jawabnya sang asisten perias. Membuat Aisyah menghela napas kasar.

“Sst... Udah diem aja Nit! Kita fokus bikin Mbak Aisyah cantik aja!!” Ujar Arsy, seorang MUA di kampung tersebut. Wanita itu sibuk memoles wajah Aisyah dengan make up-nya.

Sementara itu...

Syahnaz pada akhirnya menjauh dari kamar Aisyah karena merasa gagal membuat keributan.

Sepupu Aisyah itu berjalan ke depan, ingin melihat dan mengomentari dekorasi yang telah selesai.

“Dih, norak banget dekornya!” Cibir Syahnaz.

Rina yang mendengar pun ikut menimpali. “Maklum, calon suaminya kan preman.”

“Cocok banget tuh Bu sama Aisyah yang sok suci itu.” Ujarnya lagi.

“Pokoknya nanti nikahan kamu harus mewah ya! Jangan mau menerima yang sederhana kayak gini!” Ucap Rina pada putrinya.

“Iya Bu, tenang aja. Aku udah sewa MUA dari kota Bu, tentunya dengan harga yang mahal, akan semakin membuat kualitas riasannya semakin memukau bukan??” Jawab Syahnaz dengan angkuhnya.

Rina mengangguk senang. “Kamu harus bujuk calon suami kamu itu, agar bisa memberikan mahar yang besar, setidaknya lima puluh juta lah...” Rina mencoba membuka pikiran putri semata wayangnya.

“Bu... Ibu jangan gitu dong, nanti mereka malah mengira kita ini matre. Kita terima saja berapa pun maharnya! Maharnya gak mungkin sedikit Bu. Mas Arman kan orang kaya, sudah pasti memberikan mahar yang besar! Para gadis di kampung ini akan kalah lah sama mahar dan seserahan yang di bawa Mas Arman dan keluarganya nanti.” Syahnaz yakin.

“Lagi pula, setelah Syahnaz menikah dengan Mas Arman, seluruh gajinya pasti aku yang pegang, Bu. Jadi Ibu gak usah cemas ya... Aku pasti akan bikin ibu kaya nantinya!” Lanjutnya penuh keyakinan.

Senyum di bibir Rina semakin mengembang. Bahagia bukan main. Dirinya sudah tak sabar menikmati uang yang banyak.

“Mainnya harus halus, Bu. Jangan kayak bapak kemarin, tiba-tiba mint mahar seratus juta. Syahnaz udah berkorban sampai hamil masa nantinya gagal. Pelan-pelan tapi pasti, Bu!” Syahnaz kembali berucap, rupanya pemikiran gadis itu tak jauh beda dengan kedua orang tuanya.

Syahnaz memang sengaja mendekati pria itu terus menerus, hingga akhirnya menawarkan tubuhnya pada Arman, agar gadis itu bisa memiliki pria sekaligus Manager yang sudah lama ia incar itu bisa ia miliki sepenuhnya.

°°°

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    167.

    “Ikut aku, Renita!!” Seru Wijaya kemudian mendorong tubuh Renita untuk masuk ke dalam mobil. “Apa-apaan kamu, Wijaya?!” Bentak Renita tak terima Wijaya hanya diam, tak menggubris teriakan Renita. Ia kemudian ikut masuk ke kursi pengemudi, lalu segera melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. “Kamu mau bawa aku ke mana kamu, Wijaya?? Hentikan mobilnya sekarang juga!!! Kamu itu udah gak punya hak untuk bawa aku seperti ini!!” Teriak Renita sedikit panik. Wijaya tersenyum menyeringai, menoleh sejenak pada Renita yang menatapnya tajam, “Kenapa tidak? Kamu saja bebas melakukan apa yang kamu mau kan, maka aku juga bisa bebas melakukan apa yang aku mau!!” Jawab Wijaya. Napas Renita jadi memburu, ia sekarang benar-benar takut dengan Wijaya yang bisa saja melakukan sesuatu di luar kendali. “Renita, Renita... Aku sudah berusaha membujuk kamu dengan baik-baik. Tapi, kamu sepertinya memang sudah tidak bisa di ajak bicara baik-baik!” Ucap Wijaya lagi, membuat Renita semakin ketakutan. “Janga

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    166.

    “Mas, kita mau ke mana?” Tanya Indri penasaran. Kini, mereka berada di dalam taksi yang sama. Wijaya juga tak bisa membawa mobilnya, karena dalam isi surat perjanjian pra nikah itu memang semua aset termasuk mobil dan segalanya akan menjadi hak milik Renita apabila Wijaya sampai terbukti berselingkuh. “Sekarang kita ke rumah kamu,” Jawab Wijaya, santai. Indri terkejut mendengar ucapan Wijaya, “Ke rumahku, Mas? Kamu mau tinggal sama aku?” Tanyanya lagi memastikan, raut wajahnya begitu bahagia. Wijaya mengangguk. “Untuk sementara waktu, sampai Renita mau melunakkam hatinya dan mau memaafkan aku!” Jawabnya. “Emang sebenernya gimana sih, Mas? Kok bisa kamu di usir dari rumah kamu sendiri? Terus kenapa kamu juga gak bawa mobil?!” Tanya Indri lagi, penasaran. Indri sangat yakin jika Wijaya tak akan mungkin bisa miskin. la menebak pasti hanya Renita lah yang merencanakan itu semua. Wijaya hanya diam, matanya menatap lurus ke depan. Memikirkan bagaimana caranya agar Renita mau memaafkan

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    165.

    “Apa kurang jelas perkataan saya tadi? Rumah ini bukan lagi milik Pak Wijaya!! Rumah ini adalah milik Mama saya. Jadi, Silakan Tante bawa aja ini laki-laki, urus Pak Wijaya dengan baik ya!!” ucap Galih mempertegas kemudian memanggil asisten rumah tangga yang sudah ia suruh untuk membereskan semua pakaian Wijaya. “Bi, tolong berikan koper itu pada wanita itu!” Titah Galih pelan, membuat Bi Nun mengangguk pelan. “Apa apaan ini, Galih?! Kenapa kamu usir Papa kamu sendiri?!” Tanya Indri heran. “Loh? Katanya Tante mau sama Papa? Ya sana bawa aja Papa pergi, kurang baik apa coba? Mama udah gak mau sama Papa. Itu kan yang Tante inginkan?” Jelas Galih seraya tersenyum sinis ke arah Indri. Indri menatap Wijaya serius untuk meminta penjelasan lebih lanjut. Namun, pria itu hanya diam, Wijaya benar-benar seperti orang bodoh yang tak bisa bersuara membela dirinya lagi. “Udah, cepetan! Sana bawa Papa! Semua milik Papa buat Tante deh.” Ucap Galih lagi kemudian mendorong koper itu ke arah Indri.

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    164.

    {Mas, kamu di mana Mas! Gawat, kita harus ketemu, Mas!} Indri mengirim pesan pada Wijaya.Namun sampai sepuluh menit belum ada tanda-tanda balasan dari lelaki itu.Gigi Indri gemeretak kesal, bagaimana kalau dia viral di sosial media?“Pak, lebih cepat lagi ya, Pak!” Titah Indri pada supir taksi.Tujuan Indri saat ini adalah ke rumah Wijaya. Mau tak mau ia harus mencari pria itu di sana. Tak peduli jika nantinya bertemu dengan Renita. Yang penting sudah bertemu dengan Wijaya.Sampai di depan gerbang rumah yang besar itu, Indri akhirnya menghela napas lega.“Rumah masa depan... Huhh, gak sabar banget jadi nyonya di sini,” Gumam Indri kemudian berjalan ke depan gerbang usai membayar taksi.“Permisi...” Teriak Indri sambil mengetuk pintu pagar.Namun, beberapa menit belum ada tanda-tanda satpam menghampirinya. la pun mencari bel yang ternyata ada di pojok pintu gerbang.Dua, bahkan sampai lima kali Indri memencet bel, tapi tak kunjung ada seseorang yang datang membukakan gerbang.“Satpam

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    163.

    “Ya maaf, Ma. Mila kan hanya nanya saja.” Ucap Mila merasa tak enak hati. la pun segera masuk ke dalam rumah dan menuju kamar.Di dalam kamar, ternyata Rian baru saja selesai mandi. Sampai saat ini, laki-laki itu belum mau membuka hati untuk istrinya.“Mas, mobil Mama mogok katanya,” ucap Mila memberitahu suaminya.Mata Rian memicing. “Biarin aja, gak usah ikut campur urusan Mama!” Jawabnya ketus.Deg!Mila terperanjat. Hatinya seketika terasa perih mendengar perkataan sang suami.“Ikut campur? Aku cuma kasih tau Mas, aku gak ada ikut campur apa pun,” Balas Mila denga ketus.“lya. Pokoknya jangan pernah ikut campur urusan Mama. Aku kasih tau dari sekarang!” Ujar Rian kemudian segera keluar dari dalam kamar, meninggalkan Mila yang tertegun.Mila menatap pintu kamar yang sudah di tutup Rian itu dengan helaan napas kasar.“Sampai kapan begini sih? Lama-lama aku gak tahan menjalani rumah tangga ini!” Gumam Mila.Sebagai wanita, ia tentu juga ingin di perlakukan dengan baik oleh suaminya.

  • Dikira Preman Suamiku Ternyata Sultan    162.

    “Usir Papamu dari sini, Nak. Mama gak rela rumah penuh perjuangan ini di injak oleh lelaki yang sudah menodai hati Mama dengan wanita lain, Mama gak ikhlas Galih, Mama gak relaaaa...” Titah Renita, tangisan yang sejak tadi ia tahan akhirnya tumpah di dada putranya. Mata Galih seketika menyorot tajam ke arah Wijaya. Satu tangannya mengusap lembut punggung Renita, tetapi satu tangannya lagi mengepal dengan erat. la sungguh geram dengan perbuatan Wijaya. Demi apa pun Galih tak pernah melihat Renita serapuh seperti sekarang. Dari getar suara Ibunya saja sudah bisa terbaca bagaimana rasa sakit yang saat ini di alami oleh Renita. “Papa gak tuli kan? Cepat pergi sebelum aku yang bertindak kasar, Pa!” ucap Galih dengan tajam. Wijaya langsung berlutut di hadapan Galih dan Renita, “Maa... Maafkan, Papa, Ma. Papa sadar Papa sudah menyakiti Mama. Tolong kasih kesempatan Papa satu kali lagi, Ma.” Suara Wijaya begitu sendu membuat Galih mencebik kesal. “Harusnya dari awal Papa mikir kalau deng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status