“Eh, tunggu dulu! Syahnaz ini kan putri kami satu-satunya. Jadi, sebelum pernikahan di selenggarakan, kami ingin memberikan persyaratan terlebih dahulu untuk Nak Arman.” Ucap Herman.
Arman mengernyit heran, penasaran. Persyaratan apa yang akan di berikan oleh calon mertuanya itu? “Apa syaratnya?” Tanya Arman cepat. “Kami ingin... Nak Arman memberikan mahar pada Syahnaz sebesar seratus juta!” Ujar Herman. Seketika membuat Arman dan kedua orang tuanya terkejut hebat. Mahar seratus juta?? “Apaa?!! Seratus juta???” Pekik mereka bertiga, kompak. Saking terkejutnya. “Iya! Kalian tidak keberatan kan?” Rina menimpali. Syahnaz seketika melotot pada kedua orang tuanya. “Pak, apa-apaan ini!” Protes Syahnaz. “Syahnaz, kamu berhak mendapatkan mahar yang besar! Jangan mau kalah sama Aisyah, calon suaminya juga memberikan Bapak uang sebesar seratus juta!!” Ujar Herman, tentu saja pria paruh baya itu tidak ingin mengatakan jika uang itu sebenarnya untuk membayar semua hutangnya. “Kalian ini mau memeras kami, hah?!!” Tanya Ayah Arman, murka. Wajahnya merah padam. “Asal kalian tau! Jika bukan karena anak kalian hamil, kami juga tak sudi menikahkan Arman dengan Syahnaz!!” sambung lelaki itu to the point dengan tegas. Herman dan Rina seketika terbungkam. Dadanya terasa panas, tak menyangka. Putri semata wayangnya yang di bangga-banggakan itu ternyata hamil di luar nikah? Herman menatap tajam pada Syahnaz. ingin mendengar langsung dari putrinya itu. “Ha-hamil?? Kamu hamil Syahnaz??” Wajah Herman memerah, jakunnya naik turun seiring dengan napasnya yang memburu. Syahnaz mematung. Terpampang jelas dari raut wajah Ayahnya terlihat sangat marah. “Syahnaz? Jawab pertanyaan bapak!! Apa benar kamu hamil??” Tanya Herman lagi, geram. Herman merasa malu bukan main. Putri satu-satunya itu melakukan perbuatan yang melanggar norma. Rina memengang pundak suaminya, mengelus dengan pelan. “Sabar, Pak. Sabar...” Ucapnya, menenangkan Herman. “Iya, Pak. Syahnaz hamil. Bapak jangan emosi dulu, Mas Arman mau tanggung jawab kok.” Jawab Syahnaz dengan tenang. Tak merasa malu sama sekali. Herman terdiam beberapa saat. Mencoba mengendalikan diri, meredam emosi yang mendadak menguasai dirinya. “Bapak tenang saja, saya tidak akan lari dari tanggung jawab!! Saya tetap akan menikahi Syahnaz, tapi dengan mahar yang sewajarnya. Bukan seperti yang tadi bapak minta.” Ucap Arman yang di setujui oleh kedua orang tuanya. “Kalau tetap mau minta mahar seratus juta. Maka ya... Jangan salahkan kami, kalau kami lebih memilih untuk tidak menikahkan Arman dengan Syahnaz.” Ujar Dario, Ayah Arman. “Di pikir-pikir aja Pak. Mana ada yang mau sama wanita hamil di luar nikah!!” Cetus Rihanna. Ibu Arman ini terlihat jelas tak menyukai Syahnaz. Tetapi karena sudah terjadi seperti ini, mau tidak mau mereka pun merestui dan mengalah. “Pak, sudahlah... Kita terima saja berapa pun maharnya. Orang kaya seperti mereka juga gak mungkin memberikan mahar sedikit, Pak.” Bisik Rina, masih terdengar oleh calon besannya. Herman terdiam, merasa pasrah dengan keadaan. Mau bagaimana lagi? Toh ini juga salah anaknya sendiri. Dari pada hamil tanpa seorang suami, lebih baik ia terima saja. “Baiklah!” Jawab Herman, memutuskan. Herman menatap serius pada Arman. “Saya harap. Kamu bisa menjaga dan melindungi Syahnaz dengan baik setelah ini!!” Tegas Herman, memberi pesan pada calon menantunya tersebut. Senyum Syahnaz mengembang. Gadis itu yakin, orang tuanya pasti tidak akan tega menghancurkan impiannya untuk menikah dengan lelaki pujaan hatinya. °°°° Pukul 11.00 wib. Seorang perias kampung datang ke rumah Herman untuk menyulap Aisyah menjadi seorang ratu sehari. “Dih! Pakainya kok MUA kampung? Pasti gak mampu ya nyewa MUA yang terkenal dari kota??” Cetus Syahnaz saat melihat Aisyah tengah di rias. Syahnaz tersenyum mencibir, meremehkan Aisyah yang menikah karena mendadak itu. Keluar Arman sudah pulang sejak tadi, sedangkan Syahnaz mulai hari ini akan tinggal di rumah sampai hari pernikahannya nanti tiba. “Heh, biarpun kami MUA kampung, tapi kami bisa menyulap upi abu menjadi Cinderella!” Sahut seorang asisten perias tersebut, geram. Merasa tak terima dengan sindiran pedas Syahnaz. “Cinderella? Cindel kali si kotoran kambing!!” Umpat Syahnaz sembari tertawa terbahak. Asisten perias itu hendak membalas lagi, tetapi buru-buru di cegah oleh Aisyah. “Udah kak, gak usah di ladenin. Dia emang begitu.” Ucap Aisyah mengingatkan. Malas ribut dengan sepupunya itu. “Nggak Mbak! Orang kayak dia itu perlu di kasih paham biar gak ngelunjak!” Jawabnya sang asisten perias. Membuat Aisyah menghela napas kasar. “Sst... Udah diem aja Nit! Kita fokus bikin Mbak Aisyah cantik aja!!” Ujar Arsy, seorang MUA di kampung tersebut. Wanita itu sibuk memoles wajah Aisyah dengan make up-nya. Sementara itu... Syahnaz pada akhirnya menjauh dari kamar Aisyah karena merasa gagal membuat keributan. Sepupu Aisyah itu berjalan ke depan, ingin melihat dan mengomentari dekorasi yang telah selesai. “Dih, norak banget dekornya!” Cibir Syahnaz. Rina yang mendengar pun ikut menimpali. “Maklum, calon suaminya kan preman.” “Cocok banget tuh Bu sama Aisyah yang sok suci itu.” Ujarnya lagi. “Pokoknya nanti nikahan kamu harus mewah ya! Jangan mau menerima yang sederhana kayak gini!” Ucap Rina pada putrinya. “Iya Bu, tenang aja. Aku udah sewa MUA dari kota Bu, tentunya dengan harga yang mahal, akan semakin membuat kualitas riasannya semakin memukau bukan??” Jawab Syahnaz dengan angkuhnya. Rina mengangguk senang. “Kamu harus bujuk calon suami kamu itu, agar bisa memberikan mahar yang besar, setidaknya lima puluh juta lah...” Rina mencoba membuka pikiran putri semata wayangnya. “Bu... Ibu jangan gitu dong, nanti mereka malah mengira kita ini matre. Kita terima saja berapa pun maharnya! Maharnya gak mungkin sedikit Bu. Mas Arman kan orang kaya, sudah pasti memberikan mahar yang besar! Para gadis di kampung ini akan kalah lah sama mahar dan seserahan yang di bawa Mas Arman dan keluarganya nanti.” Syahnaz yakin. “Lagi pula, setelah Syahnaz menikah dengan Mas Arman, seluruh gajinya pasti aku yang pegang, Bu. Jadi Ibu gak usah cemas ya... Aku pasti akan bikin ibu kaya nantinya!” Lanjutnya penuh keyakinan. Senyum di bibir Rina semakin mengembang. Bahagia bukan main. Dirinya sudah tak sabar menikmati uang yang banyak. “Mainnya harus halus, Bu. Jangan kayak bapak kemarin, tiba-tiba mint mahar seratus juta. Syahnaz udah berkorban sampai hamil masa nantinya gagal. Pelan-pelan tapi pasti, Bu!” Syahnaz kembali berucap, rupanya pemikiran gadis itu tak jauh beda dengan kedua orang tuanya. Syahnaz memang sengaja mendekati pria itu terus menerus, hingga akhirnya menawarkan tubuhnya pada Arman, agar gadis itu bisa memiliki pria sekaligus Manager yang sudah lama ia incar itu bisa ia miliki sepenuhnya. °°°Raymond segera bangkit dan hendak mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai, tetapi salah satu dari warga melangkah maju dan menarik tubuh Raymond hingga dirinya gagal mendapatkan pakaiannya tersebut. Beberapa dari warga maju memegang kedua tangan Raymond. Tak akan membiarkan pria itu kabur. “LEPASKAN SAYAAA!!” Sentak Raymond. Meminta di lepaskan dari pegangan para warga. Sementara Syahnaz, kini ia sedang menutupi tubuhnya dengan selimut dengan rasa begitu ketakutan dan panik. ‘Bagimana bisa para warga itu ke sini?’ Batin Syahnaz menggerutu kesal, panik bukan main. Apalagi saat selimut yang ia gunakan untuk menutupi tubuhnya tiba-tiba di tarik oleh ibu pemilik kontrakan. Syahnaz seketika bingung tidak karuan mencari pakaiannya yang juga ia lempar sembarangan. Karena tak menemukannya, Syahnaz pun menarik sprei, kemudian ia gunakan untuk menutupi tubuhnya yang masih polos. “Ayo kita bawa saja mereka sampai ke balai desa! Mereka berdua harus di kasih efek jera!!” seru seseor
Raymond masih berusaha menahan diri untuk tidak berbuat kriminal pada Syahnaz lantaran masih punya sedikit hati nurani, tetapi kalau sudah seperti ini terus, Raymond juga lelah, dan bisa-bisa otak jahatnya akan bekerja. “Kamu harus mau temenin aku, Mas!! Aku itu bosan di kontrakan terus!!” Syahnaz tetep kekeuh meminta Raymond untuk menemaninya. “Lebih baik kamu mati aja kalau sudah bosan dengan kehidupanmu!! Apa kamu pikir saya gak bosan menuruti kemauan kamu! Istriku saja tidak pernah begini!” Ujar Raymond mendengkus kesal. “Itu karena istri kamu sibuk, Mas. Oh iya, selagi istri kamu itu sibuk, mending kita happy-happy aja, Mas. Memangnya kamu gak kangen sama permainan kita yang panas itu??” Ujar Syahnaz menaik turunkan kedua alisnya. Mencoba menggoda lelaki yang sudah beristri itu. “SAYA GAK SUDI MENYENTUH KAMU LAGI!!” Tegas Raymond, geram. Syahnaz menelan saliva dengan kasar, ternyata usaha yang sering ia lakukan untuk menggoda Raymond tidak semudah dulu. “Mas yakin gak mau m
Galih sudah tak peduli lagi pada perdebatan kedua orang tuanya. la memilih berjalan menuju kamar, akan menemui istrinya yang sedang beristirahat.Sejak dulu, Wijaya dan Renita memang sering ribut, walaupun hanya masalah sepele. Bahkan, sejak Galih masih remaja, Renita memang sering meributkan hal yang sama seperti tadi.Wijaya yang terlalu friendly dengan para wanita, sering kali membuat Renita di landa kecemburuan. Sejauh ini belum pernah ada bukti akurat yang menyatakan bahwa Wijaya berselingkuh. Hanya saja Renita sering mendapati suaminya itu meladeni chat para teman wanitanya.Itulah yang membuat Renita kesal dan sering menaruh curiga pada suaminya.Seharusnya jika memang Wijaya ingin setia, pria itu tak akan mau meladeni pesan dari para wanita di luar sana yang katanya hanya bahas bisnis tetapi berkedok modus.Zaman sekarang banyak wanita pebinis dengan embel-embel women independen. Mulai dari kalangan janda, perawan, bahkan perempuan yang sudah bersuami juga sekarang banyak yang
“Mama udah periksa handphone Papa??” Tanya Wijaya mengalihkan pembicaraan, “Bagaimana, Ma? Gak ada yang mencurigakan, kan?” Sambungnya.Renita menatap sinis. “Pasti Papa udah hapus pesan dari janda gatal itu kan? Ngaku nggak?!!!” Desaknya, masih tak percaya pada sang suami.“Hapus apa sih, Ma? Papa gak ada hapus-hapusan,” Ucap Wijaya berdusta.Sebenarnya, ia memang sudah menghapus pesan itu untuk menghindari kecurigaan istrinya. Namun, apa yang ia lakukan ternyata malah membuat curiga Renita semakin besar.“Terus si Indri dapat alamat rumah ini dari siapa kalau bukan dari Papa??!” Tanya Renita seraya menghujamkan tatapan tajam.Wijya terdiam sejenak. “Oh ya, Ma. Di depan kok ada dua penjaga ya, emangnya apa yang sudah terjadi?” Wijaya tak menjawab pertanyaan istrinya itu, ia malah berusaha mengalihkan pembicaraan.Hal itu sukses membuat Renita semakin murka. Wanita mana yang tak semakin marah bila pertanyaannya malah di alihkan ke hal lain. Memangnya apa susahnya menjawab?“PAPA!! JAN
Rian tengah frustrasi karena tetap di paksa menikah dengan wanita yang sama sekali tak ia cintai. Meski harapannya untuk kembali bersatu dengan Aisyah sudah tidak mungkin, tetapi menikah dengan Mila juga bukan pilihannya. Selain karena belum bisa melupakan Aisyah, Rian juga tak mau menyakiti hati Mila karena belum bisa mencintai wanita itu. Apalah arti pernikahan tanpa cinta? Bukankah nantinya hanya akan menghasilkan penderitaan saja? Apalagi jelas jika hati Rian masih tersemat pada wanita lain. “Mama gak mau tau, Rian. Mama sudah sebar undangannya, kalau kamu tetap kekeuh gak mau menikah dengan Mila, itu artinya kamu mau bikin Mama malu.” Ucap Indri tak bosan mendesak putranya. “Apalagi alasan kamu Rian? Kamu mau bilang belum mencintai Mila?” Rian mengangguk. “Cinta itu tidak bisa di paksakan, Ma.” Jawabnya. “Cinta memang gak bisa di paksakan, tapi cinta bisa tumbuh seiring dengan berjalannya waktu menjalani kehidupan bersama.” Jelas Indri. Rian menghela napas panjang, selalu
“Mas, kamu lagi ngapain sih di dalam? Lama banget keluarnya,” Tanya Shanum saat Raymond akhirnya keluar dari mobil. “Enggak ngapa-ngapain, sayang. Mas tadi cuma lagi teleponan aja sama orang kantor.” Jelas Raymond, berusaha meyakinkan istrinya itu agar tidak curiga. Sesekali Raymond melirik ke arah mobil, memastikan Syahnaz tak terlihat oleh Shanum. Sementara di dalam mobil, Syahnaz di paksa menunduk oleh Raymond agar tak kelihatan oleh Shanum dari luar. “Ya sudah, ayo cepat masuk ke dalam, Mas. Mama udah nungguin,” Ucap Shanum kemudian menarik tangan Raymond. Raymond hanya menurut, pria itu menggandeng mesra tangan istrinya. Membuat Syahnaz yang menyaksikan kemesraan sepasang suami istri itu seketika merasa panas tak terima. “Sabar Syahnaz, sabar... Kali ini gak apa-apa sembunyi dulu. Raymond pasti akan balik ke sini lagi dan kasih apa yang aku mau,” gumam Syahnaz dengan senyum yang mengembang. Sementara itu, Di dalam ruangan mertua Raymond, wanita paruh baya itu sedang terba