“Oke, sekarang Galih gak akan bahas kenapa Papa selingkuh. Karena mungkin Papa tidak akan bisa menjelaskannya. Sekarang gimana permasalahan Dio?” “Aku kenapa, Bang?” Tanya Dio tiba-tiba masuk. Matanya menatap Galih dengan bingung. Galih memejamkan mata sekejap seraya mengembuskan napas kasar. “Gak apa-apa, Dio. Papa hanya ingin kamu di sini bisa hidup mandiri biar gak merepotkan Mama kamu,” Sahut Wijaya cepat membuat Dio menghela napas. “lya, Pa. Ini Dio juga sedang fokus ngembangin akun Dio biar makin banyak followers dan banyak endorsan yang masuk.” Galih menatap Dio dengan iba. la berpikir bahwa Dio juga pasti akan terpukul jika tahu dirinya bukan anak kandung dari orang tuanya. Apalagi sejak dulu ia sangat di manja dan di perlakukan seperti anak kandung sendiri. Galih kemudian menemui dokter yang menangani Wijaya. Ia berbincang banyak mengenai penyakit yang di derita Ayahnya. Galih benar-benar terkejut dengan hasil yang di jelaskan dokter tadi. Ia pun keluar dari ruangan do
“Lihatlah Dio, kalau gak ada wanita yang mengurus tuh jadinya begini!! Baru satu bulan lho Papa di tinggalkan sama Mama, tapi Papa udah terlihat menyedihkan seperti ini.” Ungkap Galih, prihatin melihat penampilan Ayahnya yang tak terurus.Dio mengangguk,“Iya, Bang. Makanya sebagai anak kita harus bikin mereka bersatu lagi, Bang!!” Ucapnya penuh harap.Galih tersenyum kecut. “Gak gitu juga, Dio. Ini sebagai pelajaran kamu. Mumpung kamu belum menikah, jadilah lelaki yang bisa menghargai dan menjaga perasaan wanita!! Wanita kalau udah terlanjur sakit hati, dia gak akan mau lagi kembali!!” Jelasnya, memberi nasihat agar Dio sadar.Dio menghela napas panjang. Ucapan Galih sama halnya dengan ucapan yang di sampaikan temannya kemarin.“Iya, Bang,” Jawab Dio singkat.“Kita juga gak bisa maksa Mama buat nerima Papa lagi, Mama juga punya hak atas dirinya sendiri, Dio. Ini sudah jadi resikonya, makanya jangan main hati kalau tidak mau tersakiti!!” Ucap Galih lagi, membuat Dio kembali mengangguk
Pagi hari, pukul 06.30 wib,Galih mengecek ponsel. Matanya menyipit saat melihat banyak panggilan dari Dio sejak semalam.“Tumben tengah malam telepon, mau apa itu anak?” Gumam Galih mengernyit heran.Aisyah yang tengah mengambilkan nasi untuk suaminya itu pun seketika menoleh, karena penasaran.“Siapa, Mas?” Tanya Aisyah penasaran.“Ini sayang, Dio sejak semalam nelepon terus,” Jelas Galih sambil mengotak-atik ponselnya.“Coba Mas chat aja deh atau telepon balik, siapa tau aja ada yang penting, makanya Dio nelepon beberapa kali,” Ujar Aisyah.“Nggak usah, Galih!! Palingan si Dio itu mau minta bantuan kamu aja,” Renita yang baru saja datang menimpali. la kemudian ikut duduk di meja makan dan mengambil piring.Galih mengerutkan kening, “Bantuan apa, Ma?” Tanyanya penasaran.“Papa kamu katanya sakit, mungkin Dio kewalahan ngurusin Papa kamu,” Jawab Renita dengan santai.“Papa sakit apa, Ma?” Tanya Aisyah juga penasaran.“Mama juga kurang tau, Syah. Mama gak nanya soalnya, dan gak mau pe
Drrt... Drrt...Dering ponsel berbunyi saat mata Renita sudah hampir terpejam. Malas sekali rasanya untuk membuka mata Iagi. Namun, suara getaran yang terus menerus membuat Renita akhirnya terpaksa bangun dari tidurnya.“Halo...” Ucap Reni dengan suara serak saat panggilan terhubung.[Halo, Ma. Tolong Dio, Ma! Tolongg!!]Di seberang telepon, terdengar suara panik dari Dio, membuat Renita seketika membuka matanya dengan lebar.“Halo Dio. Kamu kenapa, Nak?” Tanya Renita panik.Renita langsung duduk di tepi ranjang, ia menajamkan telinga untuk mendengarkan cerita putranya.“Halo, ada apa Dio? Kamu kalau cerita yang jelas!” Tanya Renita lagi, mendesak.[Ma, Papa sakit, Ma. Bantuin Dio urus untuk Papa dong, Ma. Dio gak bisa nih ngurusin Papa dua puluh empat jam, Dio kan harus kuliah, Ma]“A-Apa?! Jadi Papa kamu selama ini tinggal sama kamu?” Tanya Renita terkejut.[Iya, Ma. Udah tiga hari Papa sakit, Ma]“Ya udah tinggal bawa berobat aja di klinik, Dio. Kamu bikin Mama panik aja, kirain ad
“Diam kamu, Aisyah! Kamu gak usah ikut capur!! Di mana Renita sekarang, hah? Suruh dia keluar sekarang juga!!” Sentak Indri teriak-teriak.Sedang Aisyah tetap santai menghadapi pelakor di hubungan mertuanya.“Mama Renita gak ada waktu untuk nemuin Tante!! Lebih baik Tante pergi aja sana! Tante gak pantes menginjakkan kaki di rumahku ini!!” Jawab Aisyah masih dengan tenang.Dada Indri jadi naik turun penuh emosi, bisa-bisanya wanita itu malah mengusirnya.“Heh, Aisyah!! Jangan kurang ajar kamu ya sama orang tua! Kamu itu lagi hamil, mau aku sumpahin keguguran sama kamu?!” ucap Indri dengan suara yang melengking.Dada Aisyah memburu mendengar Indri menyumpahinya yang tidak-tidak. Namun, ia tetap berusaha untuk tenang.“Sumpah dari seorang pelakor itu gak akan mempan! Hati-hati lho, doa buruk itu akan kembali buruk pada orang yang mendoakan!” Balas Aisyah kemudian segera berbalik badan dan meninggalkan Indri begitu saja.“Aisyah tungguu! Suruh Renita keluar sekarang jugaa! Jangan sembun
Waktu terasa begitu cepat berlalu... Sudah satu bulan Wijaya pisah rumah dengan Renita. Selama itu juga, Wijaya juga tak bersama Indri. Nomor ponsel Wijaya tiba-tiba tidak bisa di hubungi oleh Indri sejak kepergiannya izin ke kantor sebulan yang lalu. Indri jadi kalang kabut mencari kabar Wijaya yang tiba-tiba menghilang bak di telan bumi. Padahal, Wijaya sudah janji akan tinggal bersama Indri, tetapi sampai sekarang Wijaya tak juga menghubunginya. “Kemana sebenarnya kamu, Mas Wijaya? Di rumah lama kamu, kamu gak ada, di kantor juga kata karyawan kamu gak ada,” Gumam Indri, merasa khawatir. la sudah mencari Wijaya ke rumah pria itu, bahkan sampai ke kantor. Namun, karyawan di kantor itu bilang bahwa Wijaya tidak pernah lagi datang ke kantor. “Atau jangan-jangan Renita sengaja menyembunyikan Mas Wijaya? Atau diam-diam mereka kembali tapi sengaja menyembunyikan semuanya dari aku?” Gumam Indri lagi, tiba-tiba memiliki prasangka seperti itu. Menurut Indri, tak mungkin Wijaya mengh