Share

Bab 2

Author: Ricny
last update Last Updated: 2023-09-29 16:19:45

DIKIRA SUAMI PENGANGGURAN

Bab 2

πŸ€πŸ€πŸ€

"Bapak kok jadi ngomelin Jessica sama Viona sih?" protes Ibu.

"Anak kamu sih, makanya tolong itu diajarin yang bener."

"Oh jadi sekarang Bapak gitu sama mereka? Inget loh Pak, yang selama ini bantu pengobatan bapak dan nyukupin kebutuhan kita paling banyak itu siapa? Mereka, anak-anakku," sungut Ibu dengan mata melotot.

Bapak terpaksa diam, tampak wajahnya menahan amarah sebisa mungkin. Kasihan Bapak, beliau jadi tak bisa berkutik lagi kalau ibu tiriku mengungkit semua kebaikan anaknya.

Harga diri kami terutama bapak seperti sengaja dijatuhkan sama ibu. Bapak dianggap sudah tak berguna dan tak lagi mampu memberi nafkah yang baik. Lebih-lebih sekarang toko kelontong satu-satunya penghasilan bapak malah hilang juga.

Padahal dulu sebelum nikah sama ibu tiri, bapak punya banyak usaha. Warung kelontong, toko baju, toko sendal sampai kontrakan pun beliau punya. 

Tapi dengan alasan untuk biaya pendidikan kami, ibu menjual semuanya satu persatu hingga yang tersisa hanya toko baju dan warung kelontong saja.

Toko baju kemarin kebakaran saat aku akan menikah, dan sekarang warung kelontong pun ikut ludes digondol sama orang kepercayaan bapak sendiri.

Aku yakin hal ini pasti akan terus dipakai ibu untuk menyudutkan bapak sampai bapak gak bisa bela aku dan Mala lagi. Heuh kejam emang ibu tiriku itu.

"Viona! Jessica! Terus gimana sekarang kalau kalian gak mau nyumbang? Siapa yang mau bayarin tenda dan prasmanan? Belum lagi make-up, jamuan tamu dan lainnya, yang punya uang 'kan cuma kalain," ujar Ibu lagi seraya menelengkan mata ke arahku.

Aku paham betul ibu sedang menyindirku dan bapak.

"Mas Yusril aja, Mas Yusril 'kan anak laki-laki," jawab Mbak Jessica.

"Eh gak bisa gitu dong, jangan mentang-mentang Mas mu ini laki-laki jadi dibebankan dua kali lipat, kalian juga 'kan tahu kemarin Mas mu ikut sumbang gak main-main saat nikahan Yuni," respon Mbak Wiwit-istrinya Mas Yusril.

Tampak sekali kakak iparku itu juga keberatan saat tahu biaya akan dilimpahkan pada suaminya. Padahal apa salahnya? Mas Yusril 'kan orang kaya, jabatan di kantornya aja manager, denger-denger gajinya sampe 25 juta sebulan.

"Ya terus gimana dong? Kok semua pada mundur begini?" tanya Ibu makin kesal.

"Pelan-pelan aja ngomongnya, Bu," kata Bapak lagi.

"Ya habisnya Ibu kesel, kalau kayak gini gimana dong? Udahlah Mala kamu gak usah nikah tahun ini aja, entar aja kamu kumpulin dulu aja duitnya," ketus Ibu.

Mala menarik napas berat, kulihat anak itu juga mulai terisak di tempatnya. Aku jadi ikut sedih, tapi mau bagaimana? Mau bantupun aku gak punya apa-apa, apalagi setelah nikah aku juga udah gak kerja lagi, hidup aja masih numpang di rumah bapak.

"Sabar Mal, semoga secepatnya kita dapat rejeki yang besar," ucapku sambil mengelus pundak Mala.

"Kenapa gak kamu aja yang sumbang Yuni? Kemarin 'kan uang kami udah habis pake acara kawinan kamu, sekarang giliranmu lah bantu si Mala," usul Mas Yusril.

Aku menoleh dan menghela napas berat.

"Yuni bukannya gak mau bantu Mas, tapi Mas juga 'kan tahu gimana kondisi Yuni? Baru berapa bulan Yuni nikah, Bang Wija juga belum ada kerjaan, duit dari mana?"   reseponku panjang lebar.

Mas Yusril itu walau dia yang paling kaya di antara kami, tapi pelitnya minta ampun. Jangankan rugi buat nikahan Mala yang hanya adik tirinya, dia ngasih buat ibunya sendiri aja jarang. Heran.

"Ya dari mana kek, minjem kek ke bank," ketus Mbak Wiwit.

"Iya bener, lagian makanya kamu tuh kerja dong Wijakupra, kamu 'kan udah jadi suami sekarang, tanggung jawab dikit dong kamu, minimalnya kamu bisalah bantu dikit-dikit kalau ada hal gak terduga kek begini, jadi biar gak kamiii terus, kamiii terus." Mbak Jessica menimbrung lagi.

"Tahu heran banget jadi laki kok males banget, kerja kamu tuh Wija jangan cuma enak numpang hidup di rumah ibu, bikin hidup kami makin keteteran aja gara-gara kehadiran kamu," sahut Mbak Viona.

Hatiku mencelos, bisa-bisanya mereka bicara kasar begitu pada suamiku.

Ya walau kenyataannya memang begitu, tapi apa gak bisa mereka ngomong lebih halus? Seenggaknya janganlah ngomong kasar begitu pada suamiku. Pake melotot sampe ngotot gitu.

"Emang kira-kira butuh berapa Bu buat acara nikahan Mala ini?" tanya Bang Wija kemudian. Wajahnya tetap santai dan tak tersulut emosi seperti yang lainnya.

"Kalau mau ada hiburan siapin 80 juta tapi kalau cuma akad di KUA ya 50 juta juga cukup," jawab Ibu ketus.

"Oh cuma segitu, gampang itu mah, Ibu mau uangnya kapan?" tanya Bang Wija lagi.

Alih-alih menjawab, kami semua terperangah dan menoleh ke arahnya.

Kutatap wajah berkulit sawo matang agak busuk dengan kumis tipis mirip komika Dodit Mulyanto itu.

Apa-apaan tuh Bang Wija nanya begitu? Lagaknya udah kayak orang banyak duit aja. Bikin aku makin kesel aja rasanya, apa dia sadar kami gak lagi bercanda sekarang? Awas aja kau Bang Wija, diskakmat sama ibu dan sodara-sodaraku baru tahu rasa kau.

"Ya kalau ada sekarang juga boleh," kecut Ibu kemudian.

Bang Wija pun bangkit dari tempatnya, ia lalu masuk ke dalam kamar, cepat aku mengekor.

"Abang! Apa-apaan ini?" tanyaku cepat sambil menutup pintu rapat-rapat.

"Apa?" Ia yang tengah sibuk membuka lemarinya balik bertanya.

"Kenapa Abang bilang gitu sama ibu? Abang mau ditertawakan, hah?"

"Bilang apa? Tertawakan gimana?"

"Ya itu, Abang bilang cuma uang segitu, kayak Abang banyak duit aja."

"Hehe itu, ya maaf Yun," ucapnya sambil cengengesan.

Aku geram, kedua telapak tanganku tefleks saja mengepal, ingin rasanya kumakan juga suamiku ini.

"Dasar gak jelas," dengusku sambil kembali membuka pintu lalu keluar.

"Yuni, mana suamimu itu? Ngapain dia lama banget di kamar?" tanya Ibu saat aku sudah di ruang keluarga lagi.

"Gak tahu," jawabku kesal.

Tak lama Bang Wija datang.

"Ini Bu, 80 juta cash buat biaya nikahnya Mala," katanya sambil menaruh plastik hitam di depan ibu.

Kami semua saling melirik dengan mata setengah melotot. Sejurus kemudian ibu cepat membuka plastik itu.

"Hah? Apa ini semua duit asli Wija?"

Mbak Jessica dan Mbak Viona yang penasaran cepat menengok ke dalam plastik itu.

"Eh bener loh ini duit semua isinya," kata Mbak Jessica spontan.

"Ah masa? Mata kalian siwer kali." Mas Yusril dan istrinya pun ikutan kepo, cepat-cepat mereka mendekat dan melihat isi plastik itu.

"Wijakupra, dari mana kamu dapat ini duit? Maling ya kamu?" tanya Ibu kemudian, raut wajahnya masih kelihatan belum percaya.

Aku makin penasaran. Duit apa sih yang mereka omongin itu? Apa iya suamiku ngasih duit sampe seplastik gitu?

"Astagfirullah, Bu. Enggak, itu duit halal kok, tenang aja, Wija kasih buat acara hajatannya Mala masa iya duit hasil maling," jawab Bang Wija serius.

"Ya tapi dari mana kamu dapat semua ini? Kamu 'kan pengangguran," balas Ibu lagi.

Suami malah nyengir.

"Bisnis, Bu," jawabnya sambil menggaruk kepala yang tak gatal.

"Bisnis? Bisnis apa kamu?"  tanya Mas Yusril.

"Adalah kecil-kecilan."

"Bisnis haram ya kamu? Ayo ngaku!" desak Mas Yusril lagi.

Suami menggeleng kepala.

"Enggak Mas, suerr, itu duit halal kok."

"Hallah-"

"Udah cukup! Kalian ini kenapa sih? Kok jadi main hakim sendiri begini, apa gak kasihan sodara kalian dituduh terus begitu? Tadi 'kan Wijakupra udah bilang itu duit halal, ya udah, lagian mau halal atau haram kalian gak peduli 'kan?" Bapak pun menyahut geram.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Komala Dewi
bagus orang ada biasa aja
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dikira Suami Pengangguran, Ternyata ...Β Β Β Bab 91

    DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 91 πŸ€πŸ€πŸ€Si Nayla mengangguk dan cepat mundur bersamaku. Sementara aku mempersilakan dua orang polisi itu untuk maju ke depan pintu.Tok tok tok!Musik terdengar dimatikan."Siapa sih ganggu aja? Si Inem pasti nih," gerutu mantan Ibu tiriku di dalam.Tok tok tok."Bentaaar! Sabar kenap-" Ucapannya terhenti saat ibu membuka pintu dan dia langsung melihat dua orang polisi tengah berdiri di depannya."Oh saya kira siapa. Ada apa ya, Pak?" tanyanya dengan nada suara yang melandai."Maaf apa Ibu yang bernama Ibu Halimah?""Y-a, kenapa?""Anda kami tangkap!""Ap-pa?!" Dia tampak terkejut bukan main. "Saya ditangkap? Kenapa? Apa salah saya, Pak? Kalian salah orang kali ah," cecarnya. Aku menangkap kecemasan pada nada bicaranya."Mohon kooperatif, Anda kami tangkap atas dugaan tindak kejahatan yang telah Anda lakukan, Anda sengaja membakar rumah Saudari Nayla ini dengan motif tertentu," terang petugas itu sambil dengan paksa memakaikan borgol di kedua pergelan

  • Dikira Suami Pengangguran, Ternyata ...Β Β Β Bab 90 B

    DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 90 BπŸ€πŸ€πŸ€***Setelah aku dibebaskan oleh si Nayla langsung yang segaja pulang dari Belanda, kami lanjut menjemput Nyonya Kinanti dari rumah sakit. Hari ini beliau diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah membaik. Setelah mengurus administrasi, kami lalu dijemput Bang Wija di depan rumah sakit.Hah, aku bersyukur setelah seminggu di kurung akhirnya aku dibebaskan. Kalau bukan karena kebaikan hati Nyonya Kinanti yang terus membujuk si Nayla, mungkin kasus ini masih membelengguku. Pasalnya para petugas itu benar-benar lambat dalam menangani kasus kebakaran yang dilaporkan si Nayla itu. Sampai aku ngerasa waktuku terbuang sia-sia hanya untuk menunggu mereka mencari bukti."Mbak, sekali lagi aku minta maaf ya, aku cuma cemas aja saat aku diberitahu soal kondisi yang terjadi di rumah, apalagi saat aku dengar soal kondisi Ibu, aku udah gak bisa mikir apa-apa. Aku nyalahin kamu saat itu karena memang kamu 'kan yang bertanggung jawab di rumah. Belum lagi

  • Dikira Suami Pengangguran, Ternyata ...Β Β Β Bab 90 A

    DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 90 AπŸ€πŸ€πŸ€"Loh loh ya Ibu nggak bakalan diciduk dong Na, kamu 'kan tahu siapa yang akan jadi tumbalnya."Keningku mengerut. Yang akan jadi tumbalnya? Maksud dia apa?"Yuuun!"Aku berbalik dan cepat-cepat menjauh dari teras paviliun saat Bang Wija memanggilku di dapur. Gawat kalau sampai suamiku tahu aku sedang ada di pavilun hendak melabrak dua orang jahat itu, bisa-bisa Bang Wija ceramah lagi. Bisa ribet dah urusannya.Setelah kusembunyikan gelang itu pada saku cardiganku, aku gegas menghampiri Bang Wija."Ya, Baaang.""Kamu pulang toh Yun?""Iya Bang, Yuni mau lihat kondisi rumah sebentar. Oh ya, Abang belum berangkat kerja?""Udah Yun, ini Abang balik lagi karena ada yang ketinggalan."Mulutku membola, lalu kuelus lengannya, "lain kali dinget-inget dong, ketinggalan mulu perasaan."Dia nyengir. Kamipun jalan ke ruang depan, niat hati mau mengantarnya berangkat lagi, tapi kedatangan dua orang polisi yang sudah berdiri di depan pintu membuat langkah ka

  • Dikira Suami Pengangguran, Ternyata ...Β Β Β Bab 89 B

    DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 89 BπŸ€πŸ€πŸ€"Siap, Nyonya." Mbak Inem mengangkat kedua jempolnya lalu gegas pulang naik taksi.***"Hallo Mbak Inem, ada apa?" Pagi-pagi sekali Mbak sudah telepon."Nya, ada kabar penting. Semalam pas Inem pulang dari rumah ke paviliun, Inem denger si Bibik pegawai baru itu lagi cekikikan sama anak perempuannya. Gak jelas sih apa yang mereka ketawain, tapi yang Inem tangkep sih kayaknya mereka ngerasa puas banget karena Nyonya Kinanti masuk rumah sakit. Oh ya, saat Inem datang dari rumah sakit juga si Bibik itu juga langsung nanya-nanya soal kondisinya Nyonya Kinanti. Tapi anehnya, Inem kok ngelihat dia gak ada rasa khawatir-khawatirnya atau gimana gitu layaknya orang yang habis kena musibah," tutur Mbak Inem panjang lebar.Sontak saja tanganku mengepal. Bener dugaanku, pasti gak salah lagi, ini adalah ulah mantan ibu tiriku. Astaga kejam banget dia. Terbuat dari apa hatinya itu? Udah baik kuberi dia kesempatan, tapi malah dia sia-siakan. Oke, aku gak ak

  • Dikira Suami Pengangguran, Ternyata ...Β Β Β Bab 89 A

    DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 89 AπŸ€πŸ€πŸ€"Ya Tuhan, semoga Nyonya Kinanti baik-baik aja."Bang Wija cepat menyalakan APAR, dan tak lama dari itu Inem juga datang bersama Pak Wahyu yang juga membawa alat pemadam yang serupa. "Cepat telepon pemadam Nem, takut apinya makin membesar!" titah Bang Wija agak teriak.Inem mengangguk dan gegas lari ke arah meja telepon. Sementara aku yang mendadak lemas hanya bisa teriak-teriak memanggil Nyonya Kinanti."Ada apa ini Yun?" Bapak datang dengan wajah cemas."Kebakaran Pak, gas meledak kata Mbak Inem, Nyonya Kinanti di dalem.""Ya Allah terus gimana?""Banyak asap Pak, jangan ke sini, Bapak tunggu di depan aja. Bang Wija sama Pak Wahyu lagi coba memadamkan apinya kok." Cepat kubawa Bapak kembali ke ruangan depan.Setelah itu aku buru-buru balik lagi ke dapur. Untunglah saat aku kembali ke sana Nyonya Kinanti sudah berhasil diselamatkan meski sudah dalam keadaan pingsan dan terdapat beberapa luka bakar di wajah dan tubuhnya. "Ya ampun Nyonya Ki

  • Dikira Suami Pengangguran, Ternyata ...Β Β Β Bab 88 B

    DIKIRA SUAMI PENGANGGURANBab 88 BπŸ€πŸ€πŸ€"Kurang sabar dan masih seneng ngomel, itu yang bikin kesel. Jangankan si Yuni sama Bapak, Viona aja kesel dengernya Ibu ngomel-ngomel gini," ketus Mbak Viona.Ibu diam. Kullihat dari kaca dia menyilangkan kedua tangannya untuk menahan kekesalan. Sementara aku cekikikan puas, mantan ibu tiriku iti lagi terbakar api cemburu rupanya, aih kayak ABG aja.Setelah puas mengintip, aku gegas kembali ke dapur mengambil jus kemasan dan membawanya ke gazebo. "Loh udah selesai tah belajar ngajinya?""Selesai Yun, istirahat dulu. Udah mau Dzuhur," jawab Bapak.Kamipun minum jus sebentar, setelah itu pergi ke masjid dekat rumah bersama Nyonya Kinanti juga. Rencana di sana Nyonya Kinanti ingin dituntun membaca Syahadat oleh pemuka agama yang biasanya juga menjadi imam masjid."Oh kalian di teras rupanya? Tolong beresin bekas minum kami di gazebo ya," titahku pada Ibu dan Mbak Viona, sebelum kami berangkat ke masjid.Aku tak melihat lagi bagaimana ekspresi w

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status