Tanisha tahu cepat atau lambat rahasianya akan terbongkar. Akan tetapi, ia tak menyangka jika rahasianya akan terbongkar secepat ini. Disaat dirinya belum mempersiapkan apa pun untuk menghadapi semuanya. Bahkan, ia tidak tahu harus menjelaskan apa.“Baru seminggu kalian menikah dan kamu udah hamil? Kamu mau menipu keluarga saya?!”Keramahan yang semula Wulan tampakkan langsung lenyap seketika. Senyum ramah dan sorot teduh yang Wulan tampilkan pun telah menghilang. Berganti dengan sorot sinis penuh penghakiman. Dan Tanisha hanya bisa menerima perlakuan tersebut karena dirinya memang bersalah. Tanisha bukan tidak berusaha membatalkan pernikahan ini. Akan tetapi, jika papanya telah memutuskan sesuatu, keputusan tersebut tidak bisa diganggu gugat. Tanisha pun tak berani mengatakan alasannya secara gamblang hingga akhirnya hanya bisa pasrah dengan keputusan orang tuanya. Wulan langsung meminta Langit pulang. Bukan hanya Langit, ayah mertua Tanisha juga hadir, lengkap dengan orang tua Tan
“Saya akan terima anak itu.”“Kita baru menikah. Perceraian hanya akan membuat nama kita menjadi buruk “Hingga kini, ucapan Langit masih terngiang-ngiang di benak Tanisha. Bukannya senang, mendengarnya malah membuat dada Tanisha semakin terasa terimpit. Ia tidak berharap Langit sudi menerima anaknya. Wanita itu ingin Langit menceraikannya. Sejak awal, pernikahannya dengan Langit adalah kesalahan. Langit hanya menikahinya sebagai bentuk pertanggungjawaban dan menjaga nama baik keluarga mereka. Lalu, sekarang lelaki itu juga ingin bertanggungjawab atas janin dalam kandungannya. Mungkin, Tanisha akan merasa tersanjung jika Langit benar-benar tulus. Sayangnya, tak ada yang tahu rencana lelaki itu sebenarnya. Dan yang paling penting, Langit memiliki seseorang yang lelaki itu jaga. Walaupun mereka tak lagi menjadi sepasang kekasih. Ah, Tanisha tidak yakin hubungan keduanya benar-benar berakhir. Tak ada yang tahu. Apalagi setelah Langit menganggapnya wanita murahan. “Aku pikir kamu bene
“Saya belum pernah menyentuh kamu. Dan kamu ... hamil?”Pertanyaan tersebut sangat menusuk hati Tanisha. Namun, di sini dirinya memang patut dihakimi. Pernikahannya tak berjalan selayaknya pasangan pada umumnya. Dan kini dirinya dinyatakan hamil. Parahnya, usia pernikahannya baru menginjak satu minggu. Biasanya, Tanisha selalu bisa membalas tatapan tajam Langit dengan berani. Tetapi, sekarang dirinya hanya bisa menatap ke bawah dengan kegugupan luar biasa yang melingkupi hatinya. Langit pasti marah besar dan merasa tertipu. Padahal selama ini ayahnya selalu berkoar-koar jika putrinya mahir menjaga diri. Tanisha pun tak ingin seperti ini. Sayangnya, malam naas itu terjadi tanpa permisi, tanpa jejak, terkecuali janin yang kini bersemayam di rahimnya. Tanisha belum sempat memikirkan cara untuk menghadapi kehamilannya dan Langit malah sudah mengetahui kenyataan itu. “Siapa ayahnya?” Tak kunjung mendapat jawaban dari Tanisha, Langit kembali melontarkan pertanyaan. “Aku nggak tau,” jawa
“Harusnya aku melakukan pencegahan sejak awal,” sesal Tanisha sembari mencengkram hasil tes kehamilannya. Dirinya dinyatakan positif hamil. Statusnya memang menikah. Namun, suaminya tak pernah menyentuhnya sama sekali. Dan pernikahannya baru menginjak satu minggu. Sudah jelas jika kehamilannya adalah imbas dari insiden malam itu. Sampai sekarang, Tanisha bahkan belum bisa mengenali wajah sosok yang bersamanya malam itu. Dan kini, hasil perbuatan mereka malah bersemayam di perutnya. Langit serta keluarga lelaki itu pasti akan merasa tertipu dan marah besar, begitupun dengan keluarganya. Tanisha mengangkat kepalanya yang ia tumpukan pada setir mobil dan langsung merobek hasil tes kehamilannya. Tak boleh ada jejak yang tersisa. Untuk keputusan yang akan ia ambil ke depannya, akan dirinya pikirkan nanti. Yang terpenting, tak boleh ada yang mengetahuinya. Tanisha menyentuh perutnya dengan mata berkaca-kaca. “Maaf. Tapi, aku belum bisa menerima kamu.”Seandainya bukan akibat insiden mal
“Baru pulang, Mas?” tanya Tanisha dengan senyum lembut yang tersungging di bibirnya. Berbanding terbalik dengan nada bicaranya yang cukup menusuk. Tanisha tak pernah berniat untuk menunggu hingga suaminya pulang. Namun, anehnya ia selalu terjaga saat lelaki itu kembali. Entah se pagi apa pun itu. Termasuk sekarang. Jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul tiga pagi dan suaminya baru tiba di rumah. Rumah?Tanisha tidak tahu apakah hunian mewah ini pantas disebut rumah atau tidak. Tentunya dirinya tidak tinggal berdua saja dengan sang suami. Ada banyak pekerja yang berseliweran di jam-jam tertentu. Namun, tetap saja kehampaan yang terasa tak berkurang sama sekali. Satu minggu Tanisha dan Langit resmi menjadi pasangan suami-istri. Mereka menempati kamar yang sama. Namun, jika dihitung-hitung, selama seminggu ini Tanisha yang lebih banyak menempatinya. Sedangkan Langit seolah-olah memiliki kesibukan di luar sana yang tak ada habis-habisnya. Sehingga setiap harinya, lelaki itu
“Kalau Bumi tidak bisa menikahi kamu, harusnya Langit bisa menggantikannya.” Baskara mengatakan itu sembari menatap sosok Langit Akasa Mahadewa—kembaran Bumi yang keluar dari area pemakaman. Tanisha kontan melirik sosok tersebut. Sang pemilik wajah yang sama persis dengan wajah calon suaminya yang telah meninggal dunia. Namun, wajah itu tampak lebih tegas dengan sorot tajam dan dingin yang menjadi andalannya setiap menatap siapa pun. “Jangan gila, Pa!” seru Tanisha yang sudah kembali mengalihkan atensi pada sang ayah. “Keluarga Mahadewa masih berduka. Seharusnya, kita cukup mengucapkan belasungkawa. Bukan malah memikirkan pernikahanku yang gagal!” Tanisha kembali menambahkan. Entah apa yang akan ayahnya lakukan jika mengetahui kesuciannya telah terenggut semalam sebelum pernikahannya berlangsung. Insiden tersebut lebih pantas disebut aib dibanding dengan kecelakaan yang menimpa Bumi. Sebab, tak ada yang memalukan dari suatu kematian. Mungkin, ini adalah teguran untuk Tanisha