Share

Saya akan Terima Anak Itu

Penulis: Young Lady
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-04 09:50:51

“Saya akan terima anak itu.”

“Kita baru menikah. Perceraian hanya akan membuat nama kita menjadi buruk “

Hingga kini, ucapan Langit masih terngiang-ngiang di benak Tanisha. Bukannya senang, mendengarnya malah membuat dada Tanisha semakin terasa terimpit. Ia tidak berharap Langit sudi menerima anaknya. Wanita itu ingin Langit menceraikannya.

Sejak awal, pernikahannya dengan Langit adalah kesalahan. Langit hanya menikahinya sebagai bentuk pertanggungjawaban dan menjaga nama baik keluarga mereka. Lalu, sekarang lelaki itu juga ingin bertanggungjawab atas janin dalam kandungannya.

Mungkin, Tanisha akan merasa tersanjung jika Langit benar-benar tulus. Sayangnya, tak ada yang tahu rencana lelaki itu sebenarnya. Dan yang paling penting, Langit memiliki seseorang yang lelaki itu jaga. Walaupun mereka tak lagi menjadi sepasang kekasih.

Ah, Tanisha tidak yakin hubungan keduanya benar-benar berakhir. Tak ada yang tahu. Apalagi setelah Langit menganggapnya wanita murahan.

“Aku pikir kamu bener-bener sibuk,” gumam Tanisha sembari menatap layar televisi yang menayangkan sosok sang suami.

Langit sedang diwawancarai oleh beberapa wartawan mengenai pendapat lelaki itu tentang demonstrasi besar-besaran yang terjadi dalam beberapa hari terakhir. Lelaki itu tidak sendirian. Ada seorang wanita yang juga merupakan salah satu staff inti DPP.

Wanita itu bukanlah perempuan sembarangan. Segelintir orang mengenal wanita itu sebagai mantan kekasih Langit Akasa Mahadewa. Namanya Senja Kinara Atmaja. Nama keduanya pun begitu serasi. Sayangnya, Tanisha menjadi penghalang di antara keduanya.

“Ternyata sekalian liburan bareng ya?” Tanisha kembali bergumam sebelum mengambil remote dan mematikan televisinya.

Tanisha memang istri sah Langit. Namun, apa gunanya jika di hati lelaki itu hanya nama Senja yang tertanam. Oleh karena itu, lebih baik mereka berpisah saja. Cepat atau lambat, semua orang akan mengetahui kehamilannya akan terendus pihak luar.

Tanisha bangkit dari sofa yang ia duduki sejak satu jam lalu. Tadinya ia hendak membunuh kebosanan dengan menonton televisi. Namun, tak ada tayangan yang menarik minatnya. Sekarang dirinya malah kelaparan. Sayangnya, ia sedang tidak memiliki stok makanan.

“Kamu mau makan apa? Kita makan di luar aja. Aku nggak punya stok bahan makanan,” monolog Tanisha sembari menyentuh perutnya.

Kini, Tanisha berada di apartemen pribadinya. Ia berhasil melarikan diri sejenak dari kediaman Langit dengan alasan pekerjaan. Seharian ini Tanisha berada di sini dan dirinya merasa lebih tenang. Lagipula, cepat atau lambat Langit akan mengusirnya. Lebih baik, ia pergi lebih awal.

Karena sudah lama tidak berkunjung kemari, stok bahan makanan Tanisha benar-benar kosong. Tadi ia memang sempat mampir ke supermarket di bawah untuk membeli cemilan dan sekarang sudah habis. Namun, dirinya masih lapar.

“M-mas Langit?!” pekik Tanisha dengan mata membola melihat Langit berdiri tepat di belakang pintu apartemennya.

Langit berdecak pelan  “Kamu kabur? Jangan seperti anak kecil!”

“Untuk apa Mas ke sini? Darimana Mas tau alamat apartemenku?” Bukannya merasa bersalah atas aksinya, Tanisha malah berbalik mencerca sang suami.

Apartemen ini Tanisha beli diam-diam tanpa sepengetahuan papanya. Biasanya ia hanya berkunjung kemari untuk menenangkan pikiran sebelum akhirnya tetap pulang ke rumah orang tuanya. Hanya segelintir orang yang mengetahui apartemennya.

Tanisha juga sengaja mematikan ponselnya sejak berada di sini. Seharusnya, Langit tak akan menemukannya semudah ini. Lagipula, tak ada gunanya Langit repot-repot datang kemari. Lelaki itu tidak memiliki kewajiban untuk menemuinya.

“Apa itu penting? Kamu nggak mengizinkan saya masuk?” Langit berbalik mencerca Tanisha dengan tangan terlipat di depan dada.

“Aku mau pergi. Lagi nggak nerima tamu,” usir Tanisha tanpa basa-basi.

Sayangnya, Langit adalah sosok yang keras kepala. Lelaki itu hanya perlu mendorong Tanisha pelan untuk bisa menerobos masuk. Menulikan pendengaran terhadap protesan-protesan yang wanita itu lontarkan dan langsung melangkah ke dalam seperti di rumah sendiri.

“Mas mau apa lagi sih?” sembur Tanisha kesal.

Sedangkan yang membuatnya tersulut emosinya malah bersikap santai. Kini, lelaki itu sedang mengeluarkan beberapa bungkusan makanan di atas meja di ruang makannya. Kemudian, mengambil beberapa peralatan makan di dapur tanpa permisi dan kembali ke meja makan.

“Kamu lapar? Makan dulu. Marah-marah juga butuh tenaga. Kita bicara setelah makan,” ucap Langit yang masih sibuk dengan makanan bawaannya.

Tadinya, Tanisha ingin mengusir Langit, tentunya hingga lelaki itu pergi. Akan tetapi, godaan makanan yang membuat perutnya semakin keroncongan menyebabkan Tanisha turut bergabung dengan Langit di meja makan. Menepikan gengsi, ia memang lapar dan anaknya juga memerlukan nutrisi.

Hanya denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring yang mengisi keheningan di antara mereka. Keduanya fokus makan tanpa membuka suara. Bahkan, saling menatap pun tidak. Namun, Langit tetap bersikap santai, sedangkan Tanisha tampak menguarkan aura permusuhan.

“Kenapa kamu bohong? Kalo ada apa-apa gimana? Kamu baru keluar dari rumah sakit!” sembur Langit setelah Tanisha selesai makan.

“Buat apa Mas peduliin aku? Aku baik-baik aja. Harusnya Mas senang aku pergi tanpa diusir,” jawab Tanisha santai.

“Saya nggak pernah mengusir kamu. Kamu istri saya. Jadi, kamu harus tinggal di rumah yang saya tempati. Sudah saya tegaskan kalau saya nggak akan menceraikan kamu!” balas Langit tajam.

Tanisha tertawa sinis. “Mas nggak perlu ngasihanin aku. Dan aku juga nggak mau jadi orang ketiga. Lebih baik kita pisah.”

Perubahan ekspresi Langit tampak cukup signifikan. Sebelum akhirnya lelaki itu kembali mengubah ekspresi menjadi datar. Sebelah sudut bibir Tanisha terangkat. Langit memang tak pernah mengatakan apa pun. Namun, perubahan ekspresi lelaki itu menunjukkan segalanya.

“Kamu bisa ganti baju dulu. Kita pulang setelah ini,” cetus Langit seraya bangkit dari tempat duduknya dan membawa bekas makan mereka ke dapur.

“Aku nggak mau pulang sama Mas! Aku mau di sini!” tegas Tanisha menolak titah Langit. Lelaki itu tidak bisa seenaknya memerintahnya.

Langit berbalik seraya bertanya, “Kamu mau saya telepon papa kamu?”

Ancaman itu cukup untuk membuat Tanisha mengalah. Pada akhirnya, ia tetap ikut pulang bersama Langit. Walaupun hatinya enggan. Dalam perjalanan pulang, Tanisha baru tahu kalau ternyata Langit baru pulang dari bandara setelah melihat koper besar milik lelaki itu.

Tanisha pun tak melayangkan protes lagi ketika Langit menggiringnya menuju kamar milik lelaki itu. Hari ini sudah sangat melelahkan. Tanisha hanya ingin beristirahat. Tanpa gangguan. Namun, hari ini Langit sudah cukup mengganggunya.

Pagi-pagi sekali Langit sudah pergi dan itu membuat Tanisha cukup lega. Sayangnya, ketenangannya tak berlangsung lama karena morning sickness kembali menghampirinya. Padahal ia belum sempat mengonsumsi apa pun. Namun, mual itu seolah-olah akan mengosongkan isi perutnya.

“Kamu kenapa? Sakit?” tanya Wulan—ibu mertua Tanisha yang melipir masuk ke toilet dengan mendengar suara aneh dari sana.

Deg!

Tanisha terkejut bukan main dan spontan menegakkan tubuhnya setelah membersihkan mulutnya. Wajahnya yang memang sudah pucat pun kian memucat. Ia tak tahu mertuanya akan berkunjung kemari dan malah menyaksikan sesuatu yang tidak seharusnya.

“Kenapa panik begitu? Kalo kamu kurang enak badan, istirahat aja.” Wulan memapah Tanisha dan membantu wanita itu keluar dari toilet.

“Udah sarapan belum? Mau nyicip masakan Ibu? Kamu pasti masuk angin. Habis nikah kok nggak mau cuti. Langit juga sama,” tawar Wulan diselingi gerutuan.

Tanisha meringis dalam hati. Apa yang terjadi padanya bukan karena masuk angin. Gejala ini mungkin akan terus terjadi dan menimbulkan banyak kecurigaan. Namun, Tanisha belum siap menjelaskan apa pun pada siapa pun. Karena dirinya pun tak tahu harus mengatakan apa.

Tanisha yang sudah berusaha berhati-hati malah tak sengaja menyenggol sebuah amplop di atas nakasnya. Ia tak sempat mencegah Wulan mengambil dan membuka isi amplop tersebut.

“Kamu ha-hamil?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Tes DNA

    Tanisha tahu cepat atau lambat rahasianya akan terbongkar. Akan tetapi, ia tak menyangka jika rahasianya akan terbongkar secepat ini. Disaat dirinya belum mempersiapkan apa pun untuk menghadapi semuanya. Bahkan, ia tidak tahu harus menjelaskan apa.“Baru seminggu kalian menikah dan kamu udah hamil? Kamu mau menipu keluarga saya?!”Keramahan yang semula Wulan tampakkan langsung lenyap seketika. Senyum ramah dan sorot teduh yang Wulan tampilkan pun telah menghilang. Berganti dengan sorot sinis penuh penghakiman. Dan Tanisha hanya bisa menerima perlakuan tersebut karena dirinya memang bersalah. Tanisha bukan tidak berusaha membatalkan pernikahan ini. Akan tetapi, jika papanya telah memutuskan sesuatu, keputusan tersebut tidak bisa diganggu gugat. Tanisha pun tak berani mengatakan alasannya secara gamblang hingga akhirnya hanya bisa pasrah dengan keputusan orang tuanya. Wulan langsung meminta Langit pulang. Bukan hanya Langit, ayah mertua Tanisha juga hadir, lengkap dengan orang tua Tan

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Saya akan Terima Anak Itu

    “Saya akan terima anak itu.”“Kita baru menikah. Perceraian hanya akan membuat nama kita menjadi buruk “Hingga kini, ucapan Langit masih terngiang-ngiang di benak Tanisha. Bukannya senang, mendengarnya malah membuat dada Tanisha semakin terasa terimpit. Ia tidak berharap Langit sudi menerima anaknya. Wanita itu ingin Langit menceraikannya. Sejak awal, pernikahannya dengan Langit adalah kesalahan. Langit hanya menikahinya sebagai bentuk pertanggungjawaban dan menjaga nama baik keluarga mereka. Lalu, sekarang lelaki itu juga ingin bertanggungjawab atas janin dalam kandungannya. Mungkin, Tanisha akan merasa tersanjung jika Langit benar-benar tulus. Sayangnya, tak ada yang tahu rencana lelaki itu sebenarnya. Dan yang paling penting, Langit memiliki seseorang yang lelaki itu jaga. Walaupun mereka tak lagi menjadi sepasang kekasih. Ah, Tanisha tidak yakin hubungan keduanya benar-benar berakhir. Tak ada yang tahu. Apalagi setelah Langit menganggapnya wanita murahan. “Aku pikir kamu bene

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Mas, Ceraikan Aku

    “Saya belum pernah menyentuh kamu. Dan kamu ... hamil?”Pertanyaan tersebut sangat menusuk hati Tanisha. Namun, di sini dirinya memang patut dihakimi. Pernikahannya tak berjalan selayaknya pasangan pada umumnya. Dan kini dirinya dinyatakan hamil. Parahnya, usia pernikahannya baru menginjak satu minggu. Biasanya, Tanisha selalu bisa membalas tatapan tajam Langit dengan berani. Tetapi, sekarang dirinya hanya bisa menatap ke bawah dengan kegugupan luar biasa yang melingkupi hatinya. Langit pasti marah besar dan merasa tertipu. Padahal selama ini ayahnya selalu berkoar-koar jika putrinya mahir menjaga diri. Tanisha pun tak ingin seperti ini. Sayangnya, malam naas itu terjadi tanpa permisi, tanpa jejak, terkecuali janin yang kini bersemayam di rahimnya. Tanisha belum sempat memikirkan cara untuk menghadapi kehamilannya dan Langit malah sudah mengetahui kenyataan itu. “Siapa ayahnya?” Tak kunjung mendapat jawaban dari Tanisha, Langit kembali melontarkan pertanyaan. “Aku nggak tau,” jawa

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Kamu Hamil?

    “Harusnya aku melakukan pencegahan sejak awal,” sesal Tanisha sembari mencengkram hasil tes kehamilannya. Dirinya dinyatakan positif hamil. Statusnya memang menikah. Namun, suaminya tak pernah menyentuhnya sama sekali. Dan pernikahannya baru menginjak satu minggu. Sudah jelas jika kehamilannya adalah imbas dari insiden malam itu. Sampai sekarang, Tanisha bahkan belum bisa mengenali wajah sosok yang bersamanya malam itu. Dan kini, hasil perbuatan mereka malah bersemayam di perutnya. Langit serta keluarga lelaki itu pasti akan merasa tertipu dan marah besar, begitupun dengan keluarganya. Tanisha mengangkat kepalanya yang ia tumpukan pada setir mobil dan langsung merobek hasil tes kehamilannya. Tak boleh ada jejak yang tersisa. Untuk keputusan yang akan ia ambil ke depannya, akan dirinya pikirkan nanti. Yang terpenting, tak boleh ada yang mengetahuinya. Tanisha menyentuh perutnya dengan mata berkaca-kaca. “Maaf. Tapi, aku belum bisa menerima kamu.”Seandainya bukan akibat insiden mal

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Jejak Malam Itu

    “Baru pulang, Mas?” tanya Tanisha dengan senyum lembut yang tersungging di bibirnya. Berbanding terbalik dengan nada bicaranya yang cukup menusuk. Tanisha tak pernah berniat untuk menunggu hingga suaminya pulang. Namun, anehnya ia selalu terjaga saat lelaki itu kembali. Entah se pagi apa pun itu. Termasuk sekarang. Jam yang menggantung di dinding menunjukkan pukul tiga pagi dan suaminya baru tiba di rumah. Rumah?Tanisha tidak tahu apakah hunian mewah ini pantas disebut rumah atau tidak. Tentunya dirinya tidak tinggal berdua saja dengan sang suami. Ada banyak pekerja yang berseliweran di jam-jam tertentu. Namun, tetap saja kehampaan yang terasa tak berkurang sama sekali. Satu minggu Tanisha dan Langit resmi menjadi pasangan suami-istri. Mereka menempati kamar yang sama. Namun, jika dihitung-hitung, selama seminggu ini Tanisha yang lebih banyak menempatinya. Sedangkan Langit seolah-olah memiliki kesibukan di luar sana yang tak ada habis-habisnya. Sehingga setiap harinya, lelaki itu

  • Dilamar Adiknya, Dinikahi Kakaknya   Ditinggal Saat Malam Pertama

    “Kalau Bumi tidak bisa menikahi kamu, harusnya Langit bisa menggantikannya.” Baskara mengatakan itu sembari menatap sosok Langit Akasa Mahadewa—kembaran Bumi yang keluar dari area pemakaman. Tanisha kontan melirik sosok tersebut. Sang pemilik wajah yang sama persis dengan wajah calon suaminya yang telah meninggal dunia. Namun, wajah itu tampak lebih tegas dengan sorot tajam dan dingin yang menjadi andalannya setiap menatap siapa pun. “Jangan gila, Pa!” seru Tanisha yang sudah kembali mengalihkan atensi pada sang ayah. “Keluarga Mahadewa masih berduka. Seharusnya, kita cukup mengucapkan belasungkawa. Bukan malah memikirkan pernikahanku yang gagal!” Tanisha kembali menambahkan. Entah apa yang akan ayahnya lakukan jika mengetahui kesuciannya telah terenggut semalam sebelum pernikahannya berlangsung. Insiden tersebut lebih pantas disebut aib dibanding dengan kecelakaan yang menimpa Bumi. Sebab, tak ada yang memalukan dari suatu kematian. Mungkin, ini adalah teguran untuk Tanisha

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status