"Kak, mana uang ganti bunganya tadi," pinta Aruna dengan menengadahkan tangannya ke arah Claudia. Rayhan tidak jadi marah dengan istrinya, mendengar perkataan Aruna membuatnya tenang. Ia lalu mengambil uang selembar seratus ribuan, dan diberikan kepada adiknya. Claudia sangat bersyukur, untung saja Aruna datang. Dia sangat tidak menyangka, Aruna akan menjadi penyelamat untuk dirinya. "Runa, terimakasih ya," ungkap Claudia. "Ini tidak gratis, Kakak ipar! Besok jangan lupa, traktir Aruna beli bakso," ujar Aruna. Rayhan mengacak-acak rambut adiknya itu, hingga menjadi sangat berantakan. Kemudian Aruna meminta Claudia untuk menyisir rambutnya, agar menjadi rapi kembali. "Runa, pokoknya terimakasih banyak ya," bisik Claudia. "Aku melakukan semua ini demi Sean," kata Aruna. Claudia salah menduga, ia mengira Aruna membela dirinya karena sudah mau menerima sebagai kakak iparnya. Sean juga bilang kalau mereka bersahabat, tentu saja akan membela Sean dibanding dirinya. Tok ... tok ...
Kini, Rayhan harus berpikir keras bagaimana agar istrinya merasakan nyaman saat berada di rumah. Ia baru tersadar kalau selama ini tidak begitu memperhatikan istrinya.Karena sudah larut malam, ia mengajak pulang Claudia dengan naik taksi online. Perjalanan menuju ke rumah, terbilang lancar karena sudah sepi pengendara. Biasanya mereka terjebak dalam kemacetan panjang, dengan padatnya kendaraan di kota itu. "Mas, kok tiba-tiba aku lapar ya," ucap Claudia, memegang perutnya yang tidak buncit. "Nanti sampai rumah makan lagi, Sayang," ujar Rayhan. Claudia ingin makan nasi goreng buatan suaminya, membuat Rayhan mengerutkan dahinya karena tidak bisa memasak. Setelah sampai di rumah Claudia menagihnya, merengek minta segera dibuatkan. Mereka berdua saat ini sudah berada di dapur, Claudia menyiapkan semua bahannya tinggal Rayhan yang memasaknya. "Sayang, ini gimana caranya?" tanya Rayhan, sama sekali tidak pernah memasak nasi goreng. "Masa sih Mas, gak bisa? Usaha dong," balas Claudia
Sean akhirnya angkat bicara, menjelaskan kalau wanita yang duduk bersama Aruna adalah kakak ipar Aruna bukan Alena. Dengan wajah sedihnya Sean menceritakan tentang Alena, meninggal karena kecelakaan. Sean juga menunjukkan bukti berupa video di ponselnya, sehingga mereka semua percaya dengan ucapannya. Karena, waktu kejadian mereka masih dalam masa pendaftaran jadi belum saling mengenal. Pak Bandi meminta maaf kepada Claudia, lalu mengizinkannya keluar dari dalam kelas. Beliau yang berkacamata tidak bisa melihat dengan jelas, dan membedakan antara Claudia dan Alena. "Kalau begitu permisi, Pak. Saya harus pulang," pamit Claudia dengan sopan. "Silahkan, Nona. Hati-hati di jalan," ujar Pak Bandi menatap sendu Claudia. Baru beberapa langkah berjalan Claudia tiba-tiba pingsan, Aruna segera berlari dan menolong kakak iparnya itu. Sean juga turut membantu Aruna membawa ke ruang kesehatan yang ada di kampus. "Merepotkan saja kakak ipar," gumam Aruna, dengan wajah kesalnya. "Seharusnya k
"Sayang, aku sudah wangi nih," ucap Rayhan selesai mandi. Ternyata Claudia sudah terlelap dalam tidurnya di atas ranjang, ia lelah menunggu Rayhan mandi terlalu lama. Melihat secangkir kopi di atas meja, membuatnya bersemangat untuk segera mengecap kopi buatan istrinya. "Mas, maaf aku ketiduran," kata Claudia. "Gak papa, Sayang. Pasti kamu lelah kan," ujar Rayhan tersenyum tipis. Claudia benar-benar lupa dengan apa yang terjadi dengan dirinya, karena tidak menceritakan kegiatannya tadi siang. Ia justru mengajak suaminya untuk makan, cacing di perutnya sudah berteriak minta diisi. "Claudia, kamu masak sendiri buat suamimu! Jangan apa-apa yang ngerjain Mamah terus, seharian kamu kemana aja!" ketus Eva. Padahal di meja makan sudah tersedia berbagai jenis masakan, tadi Eva meminta tolong tetangganya untuk memasak. Rayhan tidak banyak bicara, dari pada Mamahnya marah pada istrinya ia mengajak Claudia makan di luar rumah. "Rayhan, biarkan Claudia masak! Pemborosan setiap hari makan
Sean merebut telepon genggam milik Mamah Risma, lalu mematikan panggilan dengan Eva. Seketika Mamah Risma terkejut, karena perlakuan Sean baru saja menunjukkan sikap tidak sopan. "Sean, sejak kapan kamu tidak mempunyai sopan santun!" marah Risma. "Kenapa Mamah, menghubungi mertuanya Claudia? Dia di usir dari rumah, karena hamil! Mamah, tega melihat orang hamil kena omel terus?" tanya Sean. "Astaga! Maafkan Mamah," ucap Risma. Lalu menuju ke arah Claudia yang saat ini duduk di ruang keluarga. Akhirnya beliau mengizinkan Claudia tinggal di rumahnya, dengan catatan tidak boleh keluar dari rumah. Beliau tidak mau sampai ada yang mengatakan ke Eva, kebetulan tetangganya ada yang teman arisan Eva. "Tante, aku tidak tau harus bagaimana cara berterimakasih untuk membalas kebaikan Sean dan Tante. Sudah sudi menerima aku di rumah ini," ungkap Claudia. Risma tersenyum bahagia, beliau merasakan mempunyai anak perempuan kembali dengan adanya Claudia di rumahnya. Lalu menunjukkan kamar yang a
Sean kemudian mengutarakan maksud kedatangannya, dia mengatakan bahwa Claudia berada di rumahnya. Belum selesai bicara, Rayhan sudah memotong ucapannya dan marah-marah. Rayhan mengatakan tidak akan menerima Claudia lagi, dia juga menuduh bahwa janin yang ada di kandungan Claudia adalah anak Sean."Dasar gila! Tidak mau mengakui anak sendiri!" seru Sean."Memangnya kamu siapa? Apakah kamu kekasih istriku? Mungkin saja kan dia anakmu!" marah Rayhan.Tangan Sean membentuk kepalan, ingin rasanya ia menonjok muka Rayhan. Namun, ia menahan kekesalannya. Karena mendengar pertengkaran hebat, Claudia turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam rumah. Dia melarang mereka yang sedang bertengkar untuk berhenti, tapi mereka berdua sama-sama tidak mendengar ucapan Claudia. Aruna yang berada di balik pintu akhirnya keluar juga, ia membela Rayhan. Gadis itu dengan lantang menyalahkan Sean, karena terlalu ikut campur urusan rumah tangga orang. "Kalian semua ini keluarga gila! Ayo Claudia, kita per
Rayhan membawa istrinya ke rumah lagi, membuat Eva marah kepada Claudia. Kali ini Rayhan membela istrinya, bukan berarti ia berani terhadap orang tua. Namun, ia hanya membela kebenaran yang selama ini tertutup kebencian. "Mah, Claudia hamil cucu Mamah!" tegas Rayhan. "Siapapun yang sudah menginjakkan kaki keluar dari rumah ini, tidak boleh kembali!" marah Eva. "Baik, Mah. Kalau gitu biarkan Rayhan juga keluar dari sini," kata Rayhan. Ia kemudian menarik tangan istrinya, mengajaknya untuk berkemas-kemas. Aruna mendatangi Rayhan dan Claudia dengan wajah sedihnya, ia meminta kepada kakaknya untuk tidak pergi. Tapi, Rayhan sudah terlanjur kecewa dengan Mamahnya yang tidak mau menerima Claudia lagi. "Mas, kita bicara sama Mamah lagi," ajak Claudia. "Percuma, Sayang! Lebih baik kita yang keluar dari sini, aku tidak mau terjadi apa-apa dengan bayi kita," jelas Rayhan penuh harap. "Iya, kak! Tolong pertimbangkan lagi," sahut Aruna. Sebagai seorang kakak, Rayhan menasehati adiknya agar
Claudia masih berusaha menutupi semua sikap mertuanya, alasannya masih sama tidak ingin ada keributan di rumah ini. "Sayang, kamu kenapa nangis?" tanya Rayhan lagi, karena tidak ada jawaban. Sambil menghapus air matanya, Claudia berusaha tersenyum. Ia mengatakan kalau wanita hamil memang suasana hatinya cepat berubah, agar suaminya tidak marah. Rayhan memeluk istrinya, berusaha menenangkan. Ia tidak tega melihat Claudia menangis, apalagi dalam keadaan mengandung buah hatinya. "Mas, aku ingin makan buah apel," pinta Claudia dengan manja. "Kamu tunggu disini, biar Mas ambil dulu," kata Rayhan. "Bukan yang di kulkas, Mas! Tapi, yang masih di pohon," jelas Claudia membuat Rayhan mengerutkan dahinya. "Sayang, di sini gak ada pohon apel. Bagaimana kalau kita beli yang baru," ujar Rayhan. Claudia mengerucutkan bibirnya, saat ini tiba-tiba dirinya sangat menginginkan buah apel yang langsung dipetik. Ia membayangkan kenikmatan buah apel, sambil menelan ludah. Rayhan yang selalu siaga