Share

Mengantikan Narsih

Claudia berjalan masuk ke dalam kantor, dengan langkah gontai.

"Sayang, kamu kenapa menangis?" tanya Rayhan sembari mengusap air mata Claudia yang menetes di kedua pipinya.

"Mas, maafkan aku. Tadi makanan yang aku bawa diambil orang, saat mau menyebrang jalan," terang Claudia menundukkan kepala.

Rayhan langsung memeluk istrinya, dan mengajaknya untuk makan siang di cafe terdekat. Soal makanan ia sama sekali tidak mempermasalahkan, yang terpenting adalah keselamatan istrinya.

***

Di sisi lain, seorang pemuda yang sudah merebut makanan Claudia menyerahkannya kepada orang yang sudah menyuruhnya.

"Nyonya, ini bekal makanan yang saya ambil," ujar pemuda itu.

"Kerja yang bagus! Buang saja ke tempat sampah. Ini bayaran kamu," kata wanita itu.

"Hampir saja saya mencelakai wanita itu, Nyonya. Untung saja dia bisa menghindar," jelas pemuda itu.

Wanita paruh baya itu marah kepada orang suruhannya, justru kalau bisa mencelakai Claudia akan lebih baik dan dia mendapatkan bayaran yang lebih besar.

***

"Sayang, lebih baik aku antarkan kamu pulang dulu. Mas tidak mau terjadi apa-apa," ujar Rayhan setelah selesai makan siang.

"Tidak perlu, Mas. Lagi pula kedatangan Claudia hanya mengganggu Mas saja," tolak Claudia terlihat begitu sedih.

"Sayang, jangan ngomong seperti itu. Mas ini suami kamu, bukan orang lain. Dari dulu kamu gak pernah berubah ya, masih malu-malu," pungkas Rayhan mencubit gemas hidung istrinya.

Rayhan akhirnya meminta sopir kantor untuk mengantarkan Claudia pulang ke rumah, karena ia mendadak ada meeting yang tidak bisa ditunda.

"Wah … ! sekarang hidup kamu enak ya, pulang diantarkan sopir." cibir Eva yang melihat kedatangan Claudia, wanita paruh baya itu sedang tiduran di sofa merasakan pinggangnya yang masih sedikit sakit.

"Tadi Mas Rayhan ada pekerjaan, Mah. Jadi tidak bisa mengantarkan sendiri," jelas Claudia hendak berjalan menuju kamarnya.

Tiba-tiba Narsih datang sambil menangis, dia meminta cuti pulang kampung selama tiga hari karena saudaranya ada yang sakit.

"Kenapa tidak bilang dari tadi, ada gantinya tidak! Terus yang mau bersih-bersih rumah siapa? Kerjaan di rumah ini banyak lho," ujar Eva tidak mengizinkan Narsih pulang.

"Telponnya juga barusan, Nyonya. Kalau dari tadi saya sudah cari pengganti ke yayasan," jelas Narsih.

Papah Andi yang baru pulang dari kantor mengizinkan Narsih pulang, lagi pula hanya tiga hari. Menurut beliau Eva dengan dibantu Aruna juga bisa melakukan tugas rumah, kalau hanya sekedar cuci piring, ngepel lantai, cuci baju.

"Papah, kenapa bilang gitu! Tangan Mamah nanti bisa lecet," ujar Eva dari dulu suaminya selalu memanjakan, jadi bersikap seenaknya.

"Narsih juga harus pulang, Mah. Sadar dong, jangan seperti anak kecil!" tegas Papah Andi.

Claudia merasa tidak enak, bak pahlawan kesiangan buat Narsih. Ia keluar dari kamar dan mengatakan kalau akan mengambil alih tugas Narsih selama tiga hari.

Papah Andi tidak setuju, dan memutuskan semua keluarganya harus melakukan aktivitas sendiri-sendiri. Beliau memutuskan seperti itu, agar semua adil.

Eva lalu menelpon ke yayasan setempat, untuk meminta pengganti selama tiga hari. Namun, semua tenaga kerja sedang ada pekerjaan semua. Alhasil ia menyalahkan Claudia, karena ikut mengizinkan Narsih.

"Lihat saja besok! Aku akan membuatmu seperti hidup di neraka." kata Eva dalam hati, menatap Claudia seperti melihat musuh.

Karena tau Papah mertuanya baru pulang kerja, ia pergi ke dapur dan membuatkan secangkir kopi untuk beliau. Tak lupa potongan kue juga ia sertakan, untuk menemani minum kopi.

"Claudia, teh manis saya mana? Kenapa cuma Papah yang dibuatkan, cari muka ya," kata Eva dengan sinis.

"Bentar, Mah. Saya buatkan dulu," ujar Claudia berjalan ke dapur lagi.

"Mah, Claudia itu istrinya Rayhan. Mamah bisa tidak jangan bersikap kasar seperti itu!" terang Papah Andi menatap tajam istrinya.

Eva marah dengan suaminya, karena dianggap membela Claudia. Dan saat Claudia datang membawa secangkir teh yang dia minta, Eva menyiramkan ke tubuh Claudia. Tumpahan air teh panas itu mengenai tangan Claudia, hingga menjadi memerah.

Papah Andi dengan segera mengambilkan obat untuk Claudia, lalu pergi untuk menenangkan istrinya.

"Apa salahku, kenapa Mamah selalu marah kepadaku?" tanyanya dalam hati.

Claudia kemudian masuk ke dalam kamarnya, ia menangis meratapi nasibnya. Baru saja merasakan pernikahan yang diidam-idamkan harus merasakan kesengsaraan, yang dilakukan oleh mertuanya.

Dulu sebelum menikah Eva selalu bersikap baik, begitu terlihat menyayanginya. Setelah ia menikah dengan Rayhan, sikapnya berubah drastis 180 derajat seperti bukan Eva yang dikenalnya.

Claudia menghapus air matanya, lalu membersihkan diri dan segera mengobati tangannya. Ia melakukannya sebelum Rayhan datang, agar tidak ketahuan kalau tangannya terluka. Baru juga ia menyisir rambut, Rayhan sudah datang.

"Cantik sekali istriku, mau kemana nih?" canda Rayhan menggoda sang istri.

"Mas, bisa aja," sahut Claudia tersenyum.

"Sayang, tangan kamu kenapa memerah seperti ini?" tanya Rayhan memegang tangan Claudia.

"Tadi di dapur kena air panas, Mas," jelas Claudia berbohong.

"Lain kali hati-hati, sayang. Kita obati dulu yuk," ajak Rayhan.

Claudia menurut apa kata suaminya, walaupun ia sudah mengoleskan obat. Setelah selesai mereka pergi ke dapur untuk makan, Claudia meminta Rayhan menunggu di ruang keluarga.

Claudia menyiapkan semuanya sendiri, tanpa ada yang membantu. Padahal Eva dan Aruna saat ini hanya menonton televisi, di ruang keluarga. Setelah semua siap, ia memberitahu kepada anggota keluarganya.

"Kakak ipar, ambilkan nasi," pinta Aruna fokus dengan ponsel yang dia pegang.

Rayhan langsung mengambil ponsel Aruna, dan memasukkan ke dalam saku. "Makan dulu, dan ambil sendiri. Nanti jadi kebiasaan gak baik!" tegasnya.

"Kembalikan ponselku, Kak!" teriak Aruna.

"Rayhan, sama adik sendiri kok gitu," sahut Eva membela Aruna.

"Bisa tidak kalau kita makan hentikan aktivitas lain, dan jangan menyuruh. Narsih ambil cuti tiga hari, kalian semua harus mandiri!" tegas Papah Andi.

Tidak ada yang berani membantah ucapan Papah Andi, mereka kemudian makan dengan tertib tidak ada yang berbicara. Selesai makan Aruna kembali membuat onar, dia meletakkan piring kotornya di depan Claudia.

"Kakak ipar, cuci sekalian. Aku ada tugas dari kampus," pinta Aruna berlari ke kamarnya.

"Aruna!" teriak Papah Andi.

"Biarkan saja, Pah. Nanti Claudia yang cuci," sahut Claudia.

Eva tidak berani berkutik lagi, bahkan ia ikut membersihkan meja makan. Tadi saat di dalam kamar, Papah Andi sudah mengancam akan menceraikannya kalau tidak mau merubah sikap.

Rayhan membantu istrinya mencuci piring kotor, bahkan dia juga yang menata dalam rak piring. Dalam benaknya ia sangat malu, keluarganya yang begitu hobi berdebat dan setiap hari ada keributan.

"Sayang, maafkan keluarga Mas ya," kata ayhan saat berada di dalam kamar.

"Kenapa minta maaf, Mas? Sudah tugas seorang wanita, kalau soal mengurus dapur dan rumah," terang Claudia pura-pura kuat di depan suaminya.

Rayhan langsung memeluk istrinya, dan mencium keningnya. Ia sangat berterima kasih, karena istrinya bisa mengerti keadaan keluarganya.

Pagi hari Claudia bangun lebih awal, ia mencium pipi suaminya lalu masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka. Mengingat di rumah tidak ada Narsih, ia bergegas pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan.

Ia melakukannya dengan senang hati, tanpa mengharapkan balasan apapun. Sebenarnya Claudia betah tinggal di sini, ia juga akan berusaha memaklumi dan meluluhkan hati Mamah mertua.

Selesai memasak, ia kemudian mencuci pakaian semua anggota keluarganya tanpa terkecuali. Semua pekerjaan rumah saat ini sudah beres, ia lalu membersihkan diri dan membangunkan suaminya.

"Mas, bagun! Sudah siang," ucapnya membuka tirai jendela sehingga sinar matahari masuk ke dalam.

Rayhan menutup mukanya dengan bantal, agar tidak terkena terik matahari. Claudia merebut bantal suaminya, dan memeluk bantal itu.

"Sayang, ini masih pagi. Ayo kita tidur lagi," ajak Rayhan meraih tubuh istrinya.

"Lepas, Mas! Cepat bagun, nanti telat kerja," ujar Claudia berusaha melepaskan diri dari pelukan suaminya.

Hari ini Rayhan tidak masuk kerja, ia mengambil cutinya selama satu minggu. Rencananya ingin mengajak sang istri tercinta, untuk honeymoon ke pulau Bali.

Rayhan kemudian bangkit dari tidurnya, lalu membersihkan tubuh. Setelah selesai mereka menuju ke ruang makan.

"Sayang, kamu masak ini semua?" tanya Rayhan. Melihat berbagai hidangan di meja makan, ada ayam goreng, nasi goreng, dan roti tawar beserta beberapa selai dengan berbagai rasa.

"Hum … " sahut Claudia.

Rayhan yang biasanya sarapan dengan roti selai rasa coklat, kini memilih makan nasi goreng buatan istrinya. Ia meminta Claudia untuk mengambilkan yang banyak.

"Makanan apa ini! Kenapa tidak ada bubur ayam?" tanya Eva yang biasanya sarapan dengan bubur ayam buatan Narsih. Eva memilih makan roti, takut sakit perut.

Papah Andi dan Aruna juga memilih makan nasi goreng, karena mereka berdua jarang makan seperti ini. Dalam hati Aruna juga mengatakan kalau nasi goreng buatan kakak iparnya sangat enak, tapi gengsi untuk mengatakan.

"Pah, Mah, nanti sore Rayhan dan Claudia mau berangkat ke Bali. Kita mau honeymoon di sana," ujar Rayhan.

"Apa! Honeymoon?" kaget Eva.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status