Mendengar kata honeymoon membuat Eva menjadi kesal, ingin rencananya ia menggagalkan semua rencana Rayhan.
"Papah setuju, iya kan, Mah? Nanti kita cepat dapat cucu," kata Papah Andi tersenyum.Claudia menundukkan kepalanya, ia merasa sedih. Hal yang sangat tidak mungkin untuk menolak ajakan Rayhan, tapi tekanan dari mertuanya membuatnya sakit."Kalau kakak punya anak, pasti Aruna gak disayang lagi," tutur Aruna mengerucutkan bibirnya."Buat teman kamu di rumah, Runa," ujar Rayhan.Papah Andi kemudian mengajak Rayhan ke ruang kerjanya, beliau hendak memberikan tiket untuk keberangkatannya nanti."Claudia, sebelum kamu pergi beli obat penunda kehamilan dulu sana! Awas saja kalau sampai kamu hamil," pinta Eva penuh dengan ancaman."Dengerin tuh kata Mamah! Aruna juga gak sudi, punya keponakan turunan orang miskin," sahut Aruna tidak punya sopan santun.Claudia hanya bisa meneteskan air mata, setiap ada yang membentaknya. Dia juga tidak mungkin menentang ucapan mertuanya, demi suaminya ia melakukan semua itu. Ia kemudian pergi ke apotek tanpa seizin suaminya, membeli obat yang dimaksud oleh mertuanya tadi. Agar Rayhan tidak mengetahui, ia menyelipkan ke dalam baju lalu dimasukkan ke dalam koper yang sudah Rayhan siapkan.Sebelum berangkat Rayhan mengajak istrinya untuk ke rumah orang tuanya, mereka hendak meminta izin terlebih dahulu."Sayang, semoga saja pulang dari Bali kamu hamil," ungkap Rayhan penuh harap."Itu tidak mungkin, Mas. Maafkan aku .... " ucapnya dalam hati lirih."Sayang, kok diam? sepertinya kamu tidak suka, kalau Mas bahas soal anak," kata Rayhan melirik ke arah istrinya, yang terlihat sedang mengusap wajahnya."Maaf Mas, mataku kelilipan. Mana ada orang menikah tidak ingin punya anak, pasti ingin mempunyai. Karena kebahagiaan setelah menikah itu, mempunyai keturunan," jelas Claudia memaksakan tersenyum, walaupun dalam hatinya terasa sakit.Perjalanan mereka sudah memasuki perkampungan, sebentar lagi sampai di rumah orang tua Claudia. Jalan yang rusak, dan penuh kerikil membuat Rayhan memperlambat laju mobilnya.Rumah yang bercat warna hijau, dengan taman kecil di depannya membuat rumah itu terlihat sangat sejuk. Walaupun berada di daerah perkampungan, tempat itu selalu ramai. Rumah di daerah itu juga saling berdekatan, sehingga menyerupai perumahan.Tok ... tok ... tokClaudia mulai mengetuk pintu rumahnya, Bapak dan Ibunya membukakan pintu dan menyambut hangat kedatangan anak dan menantunya."Claudia, Rayhan, kenapa tidak bilang mau datang? Bapak kan bisa petikan buah mangga di kebun dulu," ucap Pak Harto."Kita hanya mampir sebentar, Pak, Bu," kata Rayhan dengan sopan.Bu Ani mengajak mereka masuk ke dalam rumah, dan beliau membuatkan minuman. Claudia turut membantu ibunya, menyiapkan minuman."Claudia, bagaimana enak tidak tinggal di rumah Rayhan?" tanya Bu Ani sembari menuangkan air panas ke dalam teko, untuk menggulai teh."Enak gak enak, Buk. Sekarang Claudia sudah menjadi istrinya Mas Rayhan, kata ibu harus nurut dan berbakti," jawab Claudia terlihat lesu."Mertua kamu baikkan?" tanya Bu Ani mengkhawatirkan putrinya.Pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Claudia, rasanya berat untuk mengatakan kebenaran yang dia alami. Seandainya dijawab dengan jujur, pasti orang tuanya akan sedih dan selalu mengkhawatirkan dirinya. Karena tidak punya pilihan, Claudia memilih untuk berbohong.Claudia menceritakan kebaikan keluarga Rayhan, walaupun yang dia jalani tidak sama dengan yang ia ucapkan.Karena teh yang mereka buat sudah jadi, Claudia dan Bu Ani ikut bergabung di ruang tamu. Yang ukurannya separuh dari kamar Rayhan di rumahnya.Rayhan mulai meminta izin untuk berangkat honeymoon, dan meminta agar mertuanya mendoakan keselamatan mereka berdua."Honeymoon itu apa, Nak? Kok Bapak tidak ngerti," ujar Pak Harto."Liburan, Pak. Maksud Mas Rayhan kita akan liburan ke pulau Bali," jelas Claudia tersenyum.Orang tua Claudia mengizinkan mereka berdua berangkat, dan berpesan agar Rayhan menjaga Claudia dengan baik. Berhubung waktu juga sudah hampir mepet, mereka langsung berpamitan.Mereka berangkat dengan menggunakan pesawat pribadi, yang sudah disewakan oleh Papah Rayhan."Mas, kenapa hanya kita penumpangnya? yang lain mana," tanya Claudia sambil melihat ke sekeliling."Pesawat ini sudah disewa sama Papah untuk kita, Sayang," jelas Rayhan."Tau kalau disewakan pesawat, Claudia minta kita honeymoon ke Jepang, Mas," ujar Claudia membuat Rayhan terkekeh.Dia memang sengaja tidak bilang ke istrinya, kalau akan mengajak honeymoon. Maka dari itu, ia memilih ke Bali dengan alasan cutinya hanya bisa satu minggu. Kemungkinan mereka berdua juga akan kelelahan, dan lebih banyak santai di sana nanti.Setelah menempuh perjalanan selama tiga jam di dalam pesawat, mereka sampai juga ke pulau Bali. Untuk penginapan Papah Rayhan sudah menyiapkan sebuah villa, yang letaknya dekat dengan pantai.Claudia tersenyum bahagia menikmati keindahan pulau Bali, baru ini dia pergi berlibur. Saat masih berpacaran dulu Rayhan tidak pernah mengajaknya, mereka juga bertemu sebulan sekali. Mereka terbilang pasangan yang sangat hebat, bisa melanjutkan sampai ke jenjang pernikahan.Rayhan sejak awal pacaran sudah mempunyai janji kenapa Claudia, walaupun jarang bertemu ia akan tetap menjaga cintanya untuk Claudia. Bahkan ia juga berjanji akan menikahinya setelah sukses, janji Rayhan akhirnya terpenuhi. Kasih sayang Rayhan untuk Claudia begitu besar, begitu juga sebaliknya."Mas, boleh tanya sesuatu tidak?" tanya Claudia. Saat ini mereka sedang duduk di kursi balkon villa, sambil melihat keindahan pantai."Iya Sayang, apa yang ingin kamu tanyakan," jawab Rayhan memeluk Claudia dan menyandarkan kepala istrinya di bahunya."Seandainya terjadi sesuatu dengan pernikahan kita, bagaimana, Mas?" tanya Claudia menatap suaminya.Rayhan mengerutkan dahinya. "Kita akan selalu bersama, Sayang. Kita hadapi berdua jika ada masalah, sampai kapanpun Mas tidak akan pernah meninggalkanmu. Walaupun ada badai menerjang, sebesar apapun kita akan tetap bersama," terangnya meyakinkan sang istri.Claudia menggenggam erat tangan suaminya, ia merasa bangga dan begitu beruntung mendapatkan seorang suami seperti Rayhan. Begitu perhatian, dan selalu ada untuknya.Rayhan kemudian mengajak istrinya jalan-jalan ke pinggir pantai, angin yang berhembus kencang membuat suasana semakin sejuk."Mas, kita istirahat dulu yuk," ajak Claudia."Kamu capek ya? Mas gendong aja ya," kata Rayhan menyodorkan bahunya.Claudia justru memukul bahu suaminya, dan berlari kemudian Rayhan mengejar istrinya. Setelah tertangkap Rayhan memeluk istrinya dengan erat, lalu menggendongnya. Perlakuan Rayhan begitu romantis, membuat Claudia semakin jatuh cinta kepada suaminya itu.Langit sudah mulai gelap, kedua pasangan itu kemudian menuju ke sebuah restoran seafood. Mereka memesan udang saus tiram, dan ikan bakar."Sayang, kenapa memesan udang? kamu kan alergi makan udang," kata Rayhan selalu teringat dengan pantangan Claudia."Aku ingin makan udang, Mas. Sedikit saja, boleh ya," rengek sang istri.Rayhan bersikeras melarang Claudia makan udang, ia kemudian memilihkan menu lainnya. Melihat perlakuan suaminya, yang begitu peduli dengannya membuat Claudia tersenyum.Setelah selesai makan, mereka melihat pertunjukan musik di pinggir pantai. Hingga keduanya lupa kalau belum mandi. Lagu-lagu yang dibawakan oleh para pemain musik begitu romantis, dan membuat mereka malas beranjak.Rayhan teringat kalau mereka sudah berjam-jam menghabiskan waktu di luar, ia segera mengajak istrinya ke villa.Claudia menyuruh Rayhan untuk mandi lebih dulu, agar dia mempunyai kesempatan untuk meminum obat yang dia bawa. Namun, Rayhan mengajak istrinya untuk mandi berdua."Nanti pasti lama, Mas. Keburu dingin," kata Claudia tersenyum malu ke arah suaminya.Rayhan lalu mengambil handuk, dan memaksa Claudia masuk ke dalam kamar mandi. Ternyata benar perkiraan Claudia, kalau Rayhan tidak hanya mengajaknya mandi saja. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam di dalam kamar mandi, setelah puas dengan kegiatannya mereka baru keluar.Rayhan kemudian membuka koper, dan mengambil baju gantinya. Namun, ia tidak sengaja menjatuhkan botol berisi obat. Ia pun mengambilnya, dan hendak menanyakan kepada istrinya."Sayang, ini obat siapa? kamu sakit?" tanya Rayhan menunjukkan obat itu kepada Claudia.Claudia terkejut dengan pertanyaan Rayhan, kenapa suaminya bisa menemukan padahal ia sudah menyimpannya dengan rapat.Rayhan, Claudia, Aruna dan Sean pergi berlibur ke sebuah pantai yang sangat indah. Setelah sampai di pantai, mereka beristirahat lebih dulu di tempat penginapan. "Sean, bantu buka resleting gaun ku," pinta Aruna menyodorkan punggungnya di depan Sean. Jemari Aruna gemetar saat menyodorkan punggungnya di hadapan Sean. Gaun sutra yang dikenakannya kini terbuka, memperlihatkan kulit putih mulusnya. Ia menahan napas, menunggu Sean untuk membuka resleting itu perlahan. "Merepotkan saja, Runa," gerutu Sean, namun tangannya bergerak dengan hati-hati. Detak jantung Aruna berpacu saat merasakan jemari Sean menyusuri punggungnya. "Sekarang tutup mata mu! Aku ingin berganti baju," pinta Aruna lagi, berusaha mengontrol suaranya yang bergetar. Sean menyeringai. "Kenapa harus tutup mata? Kita sudah menikah, Runa. Jadi, halal kalau aku melihat kamu telanjang," katanya dengan nada menggoda. Aruna menggigit bibir bawahnya, menimbang-nimbang. Bagaimanapun, Sean adalah suaminya. Tapi rasa ma
Sean meminta Aruna bersikap baik, lemah lembut. Ia tidak ingin anak-anaknya nanti terlahir dari seorang ibu yang mempunyai sikap kasar, ia dengan sabar memberikan pengertian ke Aruna. "Sean, bukannya kita menikah bukan karena cinta. Jadi, kita masih bisa cerai," kata Aruna menatap Sean. "Kamu gila, Runa! Aku akan belajar mencintaimu seiring berjalannya waktu, bukan untuk permainan," terang Sean meyakinkan Aruna. Aruna tersenyum bahagia mendengar ucapan Sean, ia berharap Sean bisa mencintainya dengan tulus dan membuktikan ucapannya. "Sean, sebenarnya aku sudah mencintai mu dari dulu," ungkap Aruna memegang tangan Sean. "Dasar labil!" ketus Sean. Dulu Aruna pernah mengatakan kalau tidak mencintai Sean, sekarang justru dirinya yang mengungkapkan perasaanya lebih dulu. Keesokan harinya, Aruna baru pulang ke rumah diantarkan Sean. Kebetulan Claudia yang membukakan pintu untuk mereka, dengan ramah Claudia menyambut dan mempersilahkan masuk. Sean terpaku menatap Claudia,
"Dok, bagaimana kandungan istri saya?" tanya Rayhan berharap kabar baik yang ia terima. "Ada yang tidak beres, Pak," jawab Dokter tersenyum. "Iya, saya ngerti! Tolong jelaskan," pinta Rayhan dengan tegas. Dokter menyarankan agar Claudia banyak istirahat di rumah, tadi hanya mengalami kontraksi palsu yang memang sering dialami oleh wanita hamil. Beliau juga menyarankan agar Claudia mengurangi minuman atau makanan manis, karena berat bayi di dalam kandungan sudah melebihi berat normal. Rayhan mengerutkan dahinya ketika mendengar penjelasan Dokter, ada beberapa hal yang belum dimengerti. Ini adalah pengalaman pertama kali Rayhan menemani Claudia periksa ke Dokter. "Mas, ayo kita pulang," ajak Claudia. "Iya, Sayang. Ini juga sudah larut malam," kata Rayhan tersenyum tipis. Sampai di rumah mereka terkejut, mendengar kabar kalau Mamah Eva tidak bisa jalan. Claudia dan Rayhan segera menemui Mamah Eva, beliau terbaring lemah di tempat tidur. Tetapi masih saja beliau men
"Mas, kamu yakin akan membawaku ke rumah? Nanti kalau Mamah marah gimana?" tanya Claudia khawatir. "Sayang, kamu jangan takut gitu dong. Biar Mamah jadi urusan ku, yang penting sekarang kita bersama lagi," balas Rayhan mengecup punggung tangan istri tercintanya. Saat ini mereka berdua sedang berada di perjalanan menuju ke rumah Rayhan, setelah menghabiskan waktu berdua di pantai. Rayhan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, ia sangat hati-hati melajukan mobilnya agar istri dan calon buah hatinya merasa nyaman. Tak lama kemudian, mereka sampai di halaman rumah mewah milik keluarga Rayhan. Keduanya pun segera turun dari mobil, lalu masuk ke dalam rumah. Mamah Eva menyambut kedatangan Claudia, dengan tatapan penuh kebencian. Bola matanya tertuju pada sang menantu, yang perutnya mulai membesar. "Hamil anak siapa kamu?" tanya Mamah Eva ketus. "Tentu saja anak Rayhan dong, Mah," ujar Rayhan berusaha membela sang istri. "Kamu yakin, Ray? Claudia itu hamil setela
"Pak, Bu, kenapa kita kembali ke rumah ini lagi?" tanya Claudia ketika sampai di kampung. "Bapak lebih nyaman tinggal di sini! Walaupun rumah itu mewah, kita tidak punya mata pencaharian," balas Ayah Claudia sambil membuka pintu. Claudia menghela nafas beratnya, apapun yang sudah menjadi keputusan Ayahnya harus dituruti. Ia menyangka Ayahnya mengajak pindah karena Rayhan sudah menemukannya. "Claudia, perutmu sudah membesar. Mulai sekarang kamu harus banyak istirahat, jangan memikirkan hal yang tidak penting," ucap Ibu Claudia. "Baik, Bu," kata Claudia kemudian masuk ke dalam kamarnya. Di tengah kamar yang teduh, Claudia duduk merenung, tatapan matanya penuh dengan kerinduan dan kekhawatiran. Baginya, hamil adalah momen yang seharusnya penuh kebahagiaan, tetapi kehadiran sang suami yang terpisah membuatnya merasakan kekosongan yang mendalam. Setiap kali rasa lapar menghampiri, bukan senyum lembut sang suami yang menghampirinya, melainkan pertimbangan-pertimbangan yang
Rayhan ngutarakan keinginannya untuk membawa Claudia kembali ke rumah, ia juga mengatakan kalau sudah mengetahui kabar kehamilan istrinya itu. Ayah Claudia pun terkejut, beliau tetap tidak akan pernah mengizinkan Rayhan membawa Claudia pergi. Apalagi saat ini perut Claudia, sudah mulai membesar. "Tapi, Pak! Bayi yang ada di dalam kandungan Claudia anak saya, tolong berikan kesempatan. Saya berjanji akan menjaga Claudia dan anak saya dengan baik," ucap Rayhan meyakinkan. "Dulu kamu sudah pernah berjanji, Rayhan. Kenyataannya justru kita kehilangan calon cucu, semuanya karena kamu tidak becus menjaga istri dan calon anakmu! Keselamatan mereka lebih penting, dari pada harta benda yang kamu punya!" seru Ayah Claudia membuat Rayhan terdiam. Claudia dan Ibunya yang saat ini mengintip pembicaraan dari balik pintu, sebenarnya merasa kasihan dengan Rayhan. Namun, Claudia masih merasa takut jika kembali ke rumah Rayhan dan tinggal bersama mertuanya. Claudia membuka pintu dengan p
Claudia menghela napas panjang, membatalkan rencana kepergiannya untuk menyusul Rayhan. Perutnya tiba-tiba terasa sangat sakit, membuatnya harus beristirahat sejenak. Dengan langkah gontai, ia menuju kursi di sudut stasiun kereta yang terlihat sepi. Claudia meringis menahan nyeri yang menjalar, mencoba mengatur napasnya yang tersengal. Pikirannya berkecamuk, memikirkan nasib hubungannya dengan Rayhan yang seakan hancur berkeping-keping. Tak lama, seorang pria paruh baya menghampiri Claudia yang masih terduduk lemas. "Nona, apa Anda baik-baik saja?" tanyanya dengan nada khawatir. Claudia mendongak, memaksakan senyum tipis. "Saya hanya sedikit tidak enak badan, Pak. Tapi tidak apa-apa, saya akan segera baik-baik saja." Pria itu mengangguk paham. "Kalau begitu, istirahatlah dulu di sini. Jangan memaksakan diri, Nona." Ia menyodorkan sebotol air mineral pada Claudia. Claudia menerimanya dengan tangan gemetar. "Terima kasih banyak, Pak." Setelah pria itu pergi, Claudia kembali
Aruna benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Sean saat ini, yang tiba-tiba meminta membatalkan pernikahan mereka. "Sean, mana tanggung jawab mu sebagai seorang laki-laki? Kamu tidak bisa membatalkan pernikahan yang sudah direncanakan, mau ditaruh mana muka Mamah!" marah Mamah Risma menatap tajam putranya. "Tapi, Mah! Claudia ... "Cukup! Biarkan Claudia diurus suaminya sendiri!" tegas Mamah Eva yang saat ini duduk di sebelah Aruna. "Mah, Claudia wanita yang sangat menderita. Sean tidak mau terjadi apa-apa dengannya, dia pergi dari rumah Aruna pasti gara-gara Tante Eva tidak memperlakukannya dengan baik," jelas Sean. Aruna tidak terima dengan ucapan Sean, karena Claudia pergi dari rumah atas keputusan sendiri tidak ada yang mengusirnya. Mamah Risma memberikan saran kepada mereka berdua, agar tidak membahas Claudia lagi. Baginya Claudia berhak menentukan kebahagiaannya sendiri. Beliau meminta agar Aruna dan Sean fokus ke pernikahan mereka, karena masa depan mereka mas
Langkah Rayhan gontai, seolah beban dalam dirinya semakin memberat. Ia baru saja sampai di kediaman orang tua Claudia, istrinya tercinta, namun yang ia temukan hanyalah sebuah rumah kosong tanpa tanda-tanda kehidupan. Rayhan mengedarkan pandangan, berharap menemukan petunjuk yang dapat membantunya memahami situasi ini. Namun, para tetangga Claudia yang ia temui hanya bisa memberikan informasi terbatas. Mereka melihat sebuah mobil mewah datang menjemput Claudia, dan sejak saat itu, gadis itu pergi bersama orang tuanya tanpa memberikan penjelasan. Perasaannya berkecamuk, kebingungan dan kekhawatiran menguasai dirinya. Apa yang telah terjadi? Ke manakah Claudia dan keluarganya pergi? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dalam benaknya, seakan menghantui setiap langkahnya. Perlahan, ia menyadari bahwa dirinya sendirian, ditinggalkan tanpa penjelasan. Kehampaan yang tak terdefinisi mulai menyeruak dalam dirinya, menggerogoti setiap sisi hatinya. Ia merasa kehilangan pegangan, ta