Wali dari mempelai wanita berperan sebagai ijab, mengatakan.
“Ananda Yogi Andirja bin almarhum Yahya Putra Reisy Andirja saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Shayla Ramadhani binti Ali Aziz dengan maskawinnya berupa uang seratus juta tunai.”
Lalu, mempelai pria menjawabnya dengan lantang.
“Saya terima nikah dan kawinnya Shayla Ramadhani binti Ali Aziz dengan maskawin tersebut dibayar tunai.”
"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya sang wali nikah.
"SAH!!" jawab beberapa orang di dalam masjid tersebut.
"Alhamdulillah ijab kabul nya lancar tanpa gerogi sedikitpun si mempelai prianya, semoga pengantin baru ini menjadi keluarga yang sakinah. Di berikan keturunan yang tampan dan cantik serta di berikan ikatan cinta yang kuat di dunia dan akhirat nanti, Aamiin yaa robbal alamin."
Shayla meminta tangan Yogi untuk di cium namun Yogi sedikit lama untuk itu, ia menatap Shayla sebentar lalu memberikan tangannya dan langsung menariknya lagi.
"Yogi, cium kening istri kamu!" bisik nenek Arumi.
"Gak mau," jawab Yogi cepat.
"Yogi." nenek Arumi langsung melotot ke arah Yogi hingga kemudian Yogi mau untuk mencium kening Shayla.
Shayla memejamkan matanya, jantungnya berdegup kencang. Rasa bahagia membuat Shayla tidak berhenti tersenyum.
[Seindah inikah pernikahan? Hingga aku tidak behenti tersenyum karena saking bahagianya namun kebahagiaan ini masih belum lengkap tanpa Emak Abah,] ucap Shayla di dalam hati.
Cup.
Setelah mencium kening Shayla sebentar, Yogi langsung malingkan wajahnya ke arah lain.
Wulan yang berada di dekat Shayla ikut bahagia melihat sahabat kecilnya menikah dengan pria yang sudah di idamkan nya selama satu tahun lamanya dan sekarang mereka sah menjadi suami istri.
"Selamat ternyata takdir tidak akan salah. Dia akan datang tanpa di duga dan tanpa di sangka pula jadi berbahagialah bersamanya, doaku selalu menyertai kamu," ucap Wulan dengan suara pelan.
"Terimakasih Semoga kamu juga di berikan jodoh baik dan kebahagiaan juga," balas Shayla.
"Terima kasih Pak wali sudah mau membantu pernikahan cucu saya." nenek Arumi menjabat tangan dengan sang wali nikah tadi.
"Iya sama sama nyonya Arumi semoga kedua pengantin baru ini cepat mempunyai momongan dan hidup bahagia ya nyonya," ucap sang wali nikah.
"Iya Aamiin." jawabnya.
"Saya pamit dulu nyonya Arumi karena masih harus pindah tempat lagi." Sang wali nikah tersenyum.
"Iya silahkan Pak."
"Iya, permisi." Sang wali nikah langsung pergi begitu juga dengan beberapa orang tadi.
Di mesjid itu sekarang hanya ada Yogi, Shayla, nenek Arumi dan Wulan saja. Mereka berempat masih belum mau meninggalkan mesjid tersebut.
"Bahagia terus ya Shayla, kita sudah terpisah untuk saat ini karena aku akan tinggal di kosan kalau kamu kan sudah tinggal bersama mereka," ucap Wulan.
"Loh kamu gak mau ikut kami?" tanya Shayla.
"Enggak aku di kosan saja, gapapa kok aku lebih baik di kosan lebih nyaman hehehe."
Shayla langsung mengerutkan kedua alisnya dia sekarang kesal.
"Kenapa begitu? Senyum dong hari ini kan hari bahagia kamu jadi gak boleh begitu, ya? Harus bahagia." Wulan mencubit gemas pipi kanan Shayla.
"Tapi kenapa kamu gak mau ikut?" tanya Shayla lirih.
"Dia gak boleh ikut!" sela Yogi.
Shayla langsung menoleh ke arah Yogi yang berdiri sambil melipat kedua tangan nya di depan dada.
"Kenapa tidak boleh?" Tanya Shayla.
"Iya gak boleh karena saya tidak suka dengan keramaian apalagi kamu dan kamu, enggak saya gak mau intinya dia gak boleh ikut biarin dia di kosannya! Bukannya kamu sudah di bayarkan uang kosannya sama nenek selama dua tahun? Serta sudah di kirimkan uang ke rekening kamu sebesar lima puluh juta? Masih kurang apa?"
Wulan tersenyum kemudian menggeleng. "Cukup kok."
"Tapi kan kita berdua selalu bersama Wulan kalau kita berpisah nanti bagaimana?" tanya Shayla.
"Kan bisa ketemu nanti kalau kalian kangen!" sahut nenek Arumi.
"Tapi nek kami kan selalu bersama sama dari kampung masa tiba tiba pisah begitu saja!" bantah Shayla.
"Kamu sudah menikah sayang, kamu sudah mempunyai suami jadi kamu harus fokus melayani suami kamu," ucap nenek Arumi sambil memegang bahu kanan Shayla.
"T-tapi nek," Shayla masih tidak ingin berpisah dengan Wulan sang sahabat kecilnya.
"Sudah lah, lagian aku gapapa kok sendirian di kosan. Kamu tenang saja nanti kita bisa bertemu kan? Oh iya nanti uang maskawin kamu aku kirimin ke Emak Abah kamu di kampung ya? Udah ditransfer kan nek Arumi?"
Wulan tersenyum manis ke arah semuanya. Dia kalau sudah masalah uang pasti akan bersemangat.
[Mata duitan ini orang!] batin Yogi.
"Aku gak mikirin uang ataupun hal yang lainnya! Aku hanya tidak ingin terpisah dengan kamu, kamu dan aku dari kampung datangnya bareng ke Jakarta lalu kenapa sekarang malah mau pisah tempat." kata Shayla lirih.
Yogi langsung mengusap usap telinganya, ia merasakan panas pada saat mendengar drama kedua orang alay bermula.
"Woy! Kalian berdua ini terlalu lebay! Ini hanya hal sepele kalian bukannya bisa bertemu kembali hanya saja tempat tinggalnya yang berbeda tetapi kenapa kalian berdua sudah seperti mau di pisahkan oleh maut hingga tidak mau berpisah seperti ini!" bentak Yogi.
"Aku boleh bawa Wulan ke rumahnya nenek Arumi ya, Nek?" tanya Shayla.
Nenek Arumi menggelengkan kepala.
"Aku mohon Nek, iya?" Shayla memaksa hingga bermohon mohon kepada nenek Arumi agar bisa membawa Wulan juga.
"Kalau tidak boleh berarti tidak boleh, ayolah kalian jangan seperti anak kecil! Cepat putuskan mau kalian bagaimana, jika kalian tetap masih tidak mau di pisahkan ya terserah, saya tidak peduli bahkan untung bagi saya kalau si kamu ini tidak usah ikut juga ke rumah saya!" tutur Yogi lalu menunjuk Shayla.
Wulan merasa sangat geram terhadap Shayla bisa bisanya Shayla membuang kesempatan emas untuk tinggal di rumah megah bak istana.
[Ini Shayla bodoh apa bagaimana sih? Sudah enak enak bisa tinggal sama orang kaya malah mikirin aku padahal kan aku gapapa di kosan yang penting uang tetap berjalan,] batin Wulan.
"Sudah jangan bodoh kamu! Sudah sana ikut mereka nanti aku yang urus semua masalah keluarga di kampung yang penting uangnya tetep ngalir ke rekening aku setelah itu aku urusin sendirian tenang aku bisa kok, serahin saja!" bisik Wulan di telinga Shayla.
[Ini kedua bocah malah bisik bisik lagi! Bukannya mutusin maunya bagaimana malah begini, hedeh begini kah takdir aku? Harus menikahi wanita yang tidak di kenal bahkan umur yang berbeda empat tahun dengan aku?] tanya Yogi di dalam hati.
Yogi melihat ke arah jam tangganya sebentar lalu dia melangkah pergi meninggalkan mereka bertiga begitu saja.
"Mau kemana, Gi?" tanya Nenek Arumi.
"Ke kuburan!"
*
Yogi memarkirkan mobilnya lalu dia keluar dari dalam mobil dengan kacamata hitam dan masker hitam pula. Dia berjalan menuju makam sang Ayah dan Ibunda. Di tangannya sudah ada satu kantong kresek hitam berisikan bunga.
Setelah sampai di makan kedua orang tuanya Yogi langsung duduk di sebelah kanan makam sang Ibunda yang berdampingan dengan makam Ayahnya.
"Bunda, Yogi sudah besar! Bunda tidak rindu Yogi, hem? Kalau Yogi di sini selalu rindu Bunda! Yogi belum pernah rasanya di peluk Bunda bahkan Bunda sudah pergi di waktu pertama kalinya Yogi melihat dunia." Air mata menetes di pipi Yogi.
Kerinduan terasa begitu dalam bahkan membuat Yogi menangis sejadi jadinya di sana. Dia besar tanpa kasih sayang seorang ibu bahkan di peluk dan manja oleh seorang ibu pun dia tidak pernah merasakannya.
"Surga untuk kamu Bunda begitu juga untuk Ayah. Aku ke sini hanya ingin bilang pada kalian berdua bahwa aku telah menikah. Yogi ke sini bukan untuk meminta doa restu kalian untuk pernikahan ini tetapi Yogi hanya ingin mengadu bahwa Yogi menikah tidak dengan dasar cinta, Yogi di paksa bahkan di ancam oleh Nenek, Ayah. Sebenarnya Yogi tidak mau menikah dengan perempuan itu namun Nenek mengancam aku, Ayah."
Yogi langsung menghapus air mata di kedua pipinya lalu dia mengambil bunga di dalam kantong kresek yang dia bawa. Dia menaburi bunga di atas makan Ayah dan sang Ibundanya.
"Ayah, Yogi harus bagaimana?apa Yogi harus melakukan hal gila karena pernikahan ini? Bukankah ayah sudah pernah bilang kepada aku kalau laki laki tidak boleh menjadi pecundang laki laki harus bertanggung jawab serta tidak boleh kasar, benar begitu kan? Tetapi apa aku boleh menjadi brengsek karena aku tidak bisa menerima kenyataan ini! Yogi tidak akan bisa mencintai dia, Yogi tidak akan pernah bisa Ayah!"
Nenek Arumi membawa sebuah benda mungil berbentuk love berwarna merah. Dia berjalan menuju kamar Yogi namun sang pemilik kamar masih berada di halaman depan rumah."Nenek mau ke mana?" tanya Yogi ketika ia sudah sampai di ambang pintu masuk.Nenek Arumi sontak menoleh, ia melihat ke arah sang cucu tersayang. Nenek Arumi tersenyum manis ke arah Yogi yang sedang mendekat kepadanya."Nenek mau ke kamar kamu," ucap Nenek Arumi."Mau ngapain?" tanya Yogi dengan di penuhi rasa curiga.Sekarang Yogi sudah merasakan hal yang tidak nyaman, dia takut jika sang nenek berulah lagi hingga membuat Yogi kesal."Nenek mau memberikan sesuatu kepada kalian, ayo masuk." Nenek Arumi menarik lengan kanan Yogi untuk masuk ke dalam kamar Yogi.Clek!Pintu kamar tersebut terbuka dan memperlihat
Yogi tertidur di atas ranjang sementara Shayla tidur di atas sajadah, setelah melaksanakan sholat tahajjud Shayla ketiduran di sana. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi namun kedua orang tersebut masih tetap tertidur hingga kemudian Yogi terbangun.Yogi memiringkan tubuhnya ke arah kanan, ia diam sejenak namun tanpa sadar dia melihat Shayla yang tertidur di atas sajadah dengan mukenah yang masih tetap di tubuhnya."Malas sekali hari ini!" Yogi duduk lalu meregangkan tubuhnya dengan sesekali dia menguap."Sudah jam berapa ini? Jam tujuh pagi! Aduh aku ada pertemuan dengan perusahaan Nagasaki di Jepang kan, aduh aku masih belum siap siap lagi." Yogi turun dari atas ranjang dengan terburu buru lalu langsung pergi ke arah kamar mandi.Shayla merasa terusik dengan langkah kaki Yogi yang begitu terburu buru sekali lewat di sebelahnya hingga tidur Shayla terganggu dan langsung bangun.BRAK!Yogi membanting pin
"Mak Shayla iku kapan yo balik?" tanya Bapak Shayla.Sementara si Ibu yang tadinya sedang fokus menjahit celana yang bolong sontak terhenti dan langsung melihat ke arah si Bapak."Loh, ada apa toh Pak?" tanya si Ibu balik."Begini Bu, itu anaknya Pak RT, Jali tau kan Ibu?""Enggeh, terus kenapa?" Ibu Shayla masih penasaran dengan apa yang di maksud oleh sang suami tersebut."Itu sih Jali katanya ingin menjadi menantu Bapak! Dia itu cinta sekali sama nduk Shayla, Bu! Bukannya sih Jali itu orang berada jadi bisalah membantu perekonomian kita." Si Bapak nampak girang menceritakan hal itu."Sudahlah Pak, kita ndak usah main jodoh jodohin begitu karena jodoh semua orang sudah di atur sama yang Maha Kuasa, Bapak ndak usah pusing pusing untuk mencarikan suami untuk Shayla! Shayla wes gede tau cari sendiri! Bapak ndak usah repot repot itu! Ibuk juga tidak setuju!" tutur Ibu Shayla menyangkal keras niatan sang suami yang
Dari arah luar nenek Arumi membuka kunci pintu kamar Yogi hingga membuat kedua orang yang berada di dalam kamar tersebut terkejut dan melihat secara bersamaan ke arah pintu. "Itu pasti nenek Arumi! Cepat cepat naik ke atas ranjang! Cepat!" pinta Yogi. Shayla langsung naik ke atas ranjang, Yogi langsung memeluk tubuh Shayla dari arah samping. Shayla menoleh ke arah Yogi, dia memandangi bentuk wajah Yogi yang sangat indah. Jarak tubuh mereka berdua memanglah begitu dekat serta pelukan itu semakin membuat Shayla di mabuk kan oleh cintanya terhadap sang suami. [Lagi lagi aku hanya bisa mengagumimu Mas namun tidak bisa untuk memiliki kamu sepenuhnya! Jika di kata sakit, sudah pasti sakit hati yang aku rasakan, kau adalah suami ku namun aku di larang untuk mencintai kamu Mas,] batin Shayla. Pintu tersebut terbuka lalu memperlihatkan nenek Arumi yang tersenyum senyum sendiri menatap Shayla dan Yogi yang duduk di atas ran
Tok...tok...tok!Wulan mengetuk pintu besar nan megah itu. Rumah bersusun tiga dengan beberapa lapisan yang begitu mewah dan terkesan sangat mahal. Sampai sekarang pun Wulan masih merasa tidak percaya bisa menginjakkan kakinya di lantai super bersih rumah tersebut. Rumah keluarga besar 'Andirja'. Keluarga konglomerat dengan keunikan di dalamnya."Wow! ini mimpi atau enggak ya? aku bisa menginjakkan kaki di rumah ini, eh bukan ini kayaknya gak pas kalau di bilang rumah tapi ini adalah hotel super mahal se Asia!" seru Wulan karena saking terkejutnya melihat rumah tersebut."Paling enak itu Shayla bisa tinggal di rumah megah seperti ini, beruntung banget dia tapi gapapa lah ada waktunya buat aku seperti ini juga," ucapnya dengan penuh harap.Pintu tersebut tiba tiba terbuka lalu memperlihatkan salah satu pembantu di rumah tersebut."Nona ada perlu dengan siapa?" tanyanya lembut."Saya ingin bertemu dengan Sha
tok...tok...tok!Suara ketukan pintu itu berhasil membuat Yogi menoleh ke arah pintu."Aku yakin itu pasti nenek Arumi," ucap Yogi."Yogi buka pintunya sayang, ini ada Wulan mau bertemu dengan istri kamu!" teriak nenek Arumi."Iya Shayla ini aku, wulan!" sahut Wulan di balik pintu itu juga.Yogi langsung menghembuskan nafas lesu. Dia merasa malas sekali jika harus berakting di depan mereka berdua."Iya tunggu sebentar!" jawab Yogi.Sementara Shayla masih tidur meringkuk di atas kasur lantai miliknya, dari tadi perutnya selalu merasakan sakit. Yogi langsung menaruh laptopnya di atas kasur lalu dia turun dari ranjang. Dia langsung mendesis keras, bagaimana bisa wanita di hadapannya itu tiba tiba sudah tertidur."Kenapa malah tidur sih wanita sialan ini!" gerutu Yogi lalu dia mencoba untuk membangunkan Shayla mengunakan kakinya. "bangun, ada nenek Arumi di luar," ucapnya.
"Aku pamit pulang dulu ya, Shayla. Nanti aku ada jam kerja di restoran, aku sekarang kerja di restoran agar tidak gabut di kosan," ucap Wulan sambil tersenyum manis ke arah Shayla."Maaf aku gak bisa menemanimu di kosan tetapi jika kamu butuh bantuan kamu bisa mengabari aku secepatnya, jangan sungkan sungkan, mengerti?" tutur Shayla.Wulan tersenyum kemudian ia mengangguk. "Pasti, karena kamu adalah keluarga aku juga," ucapnya.Shayla tersenyum."Aku balik ke kosan ya? Mn, jangan bersedih lagi oke?" pinta Wulan.Shayla mengangguk. "Iya aku gak akan bersedih lagi, terima kasih atas dukungan kamu." Shayla tidak ada hentinya tersenyum ke arah Wulan. "Bagaimana kalau kamu di antar sama Mas Yogi ke kosan? nanti aku minta dia untuk mengantarkan kamu pulang ke kosan, bagaimana?" tawarnya."Ah, sudah gak usah aku naik angkot saja lagian suami kamu masih sibuk kan, jadi gapapa aku naik angkot saja."Shayla m
Malam ini Shayla benar benar hancur mendengar penuturan dan semua ancaman Yogi terhadapnya. Dia ingin sekali marah, ingin sekali mengadu namun dia sadar bahwa pernikahannya terjadi karena keterpaksaan dari Nenek Arumi.Tangisan itu tidak pernah berhenti mengucur di kedua pipinya. Kecewa sudah pasti namun bagaimana pun juga Yogi adalah suaminya, jadi wajar dia mengucapkan begitu kepada Shayla sebab pernikahan tersebut tidak atas dasar cinta."Aku capek, aku bingung! Kenapa bisa aku di jebak oleh keinginan aku sendiri? aku memang bodoh menuruti keinginan aku yang pada akhirnya hanya mendatangkan banyak masalah untuk aku!" ucapnya dengan air mata yang terus mengalir.Saat ini dia berada di dalam kamar mandi sementara Yogi masih berada di kantor. Tadi sore ada panggilan mendadak dari kantor yang memaksanya untuk pergi ke sana.Shayla menangis sejadi-jadinya di sana. Dia tumpahkan rasa kesal rasa kecewanya lewat air mata, sakit hati yan