Selepas kepergian Badrun suaminya, Arini masih terpaku, Arini tak percaya bila suaminya tega mengatakan kata-kata yang begitu menyakitkan padanya.
“Kenapa kepulangannya sekarang mas Badrun berubah sikapnya. Dulu dia begitu lembut kebapakan tapi sekarang dia tega mengatakan kata-kata yang menyakitkan padaku. Apakah ini sisi lain darinya yang tidak aku ketahui? Kuakui aku hanya tahu kehidupannya bila di rumah saja di luar sana aku tidak pernah tahu Apa yang dilakukan serta bagaimana perilakunya?” batin Arini.
Arini menghela napas beratnya.
“uuuugh!”
“Jika mas Badrun terus-terusan seperti ini sanggupkah aku mempertahankan bahtera rumah tangga ini. Walau pun aku menginginkan pernikahan sekali dalam hidupku. Pernikahan bagiku adalah hal yang sakral. Bagiku tidak semua masalah harus diselesaikan dengan perceraian. Karena akan ada sosok makhluk kecil yang paling terluka bila hal ini terjadi,” batin Arini.
Terdengar dering telepon membuyarkan lamunan
Arini duduk termenung, tak terasa air matanya semakin deras mengalir membasahi pipi. Kasih sayang dan perhatian yang diharapkan dari suaminya walau harus terbagi dengan istri pertamanya semakin hari semakin pudar. Sedangkan kepulangan suaminya hanya untuk menginginkan tubuhnya saja. Tak ada perhatiannya pada anaknya."Jangankan dengan diriku! Dengan anaknya Arsy pun dia tidak peduli, kalau pulang juga perhatiannya kurang dengan Arsy. Katanya dulu menginginkan anak laki-laki tapi kenyataannya dia malah tidak peduli dengan Arsy. Maafkan ibu ya, Nak! Tidak bisa memberikanmu keluarga yang seutuhnya," batin Arini sambil mengelus kening anaknya dan air mata semakin deras mengalir."Ada apa, kak?" tanya Lasmi yang tiba-tiba muncul dari samping.Melihat kedatangan Lasmi yang tiba-tiba, Arini tersentak kaget langsung menghusap air matanya mencoba menyembunyikan hatinya."Oh, Kamu Lasmi! Kakak tidak apa-apa," kata Arini tertunduk masih mengusap air matanya."Kakak m
Di malam harinya ketika Arini sudah terlelap tidur, mulai terbangun ketika dia mendengar rengekan Arsy. Arini bangun dari tidurnya dan menggendong Arsy untuk menenangkannya. Saat tangannya menyentuh tubuh Arsy dia baru tahu kalau Arsy badannya terasa demam. Merasa panik Arini langsung menggendong Arsy, bergegas berjalan ke kamar Lasmi, masuk ke kamar kemudian membangunkan Lasmi. “Las, Lasmi-Lasmi bangun!” kata Arini sambil mengoyang-goyangkan tubuh Lasmi. “Ada apa, Kak?” Tanya Lasmi ketika terbangun karena merasa ada yang menggoyang-goyangkan tubuhnya. “Arsy badannya demam!” kata Arini panik sambil berusaha menenangkan Arsy yang terus merengek-rengek. “Sejak kapan demamnya, Kak?” Tanya Lasmi sambil tangannya ditempelkan di kening Arsy. “Aku tidak tahu! Tadi waktu aku menidurkannya Arsy masih baik-baik baik saja dan aku terbangun mendengar rengekan Arsy. Kita akan periksakan ke mana ini, Arsy? Kita tidak bisa k
“Hallo, Rin sekarang aku berada di showroom motor bekas! Ini aku lihat ada dua motor matic yang satu harga tujuh juta dan yang satunya lagi harga sembilan juta. Kira-kira kamu mau pilih yang mana?” Tanya Wahyu di seberang telepon.“Ehmm, bedanya apa, Yu?” tanya Arini balik.“Yang harga tujuh jutaan tahunnya lebih tua tiga tahun. Mesinnya tadi aku coba masih bagus Cuma kedua bannya sudah minta ganti,” jawab Wahyu.“Kalau yang satunya?” tanya Arini.“Tinggal pakai saja semuanya masih bagus. Aku matikan telepon dulu! Aku kirimkan foto kedua motor itu biar kamu bisa pikir-pikir dulu mau pilih yang mana,” jawab Wahyu kemudian menutup teleponnya.Tak berapa lama Arini menerima kiriman pesan gambar dari Wahyu. Arini membukanya dan mulai melihat-lihatnya.“Lasmi!” panggil Arini.“Ya, Kak!” jawab Lasmi dari dalam kamarnya.“Kamu ke sini seben
Arini tidak menyangka jika suaminya bisa sampai Semarah itu hanya gara-gara kedatangan Wahyu yang mengantarkan motor pesanannya. Kepalanya menunduk dengan perasaan yang bercampur aduk antara takut, kecewa, marah atas sikap suaminya. Arini menghela napas beratnya, meredam perasaannya yang bergejolak. Setelah perasaannya mulai tenang, dia pun mulai memberi penjelasan pada suaminya. “Seharusnya Mas enggak perlu marah seperti ini! Ada temanku yang bisa menolongku dan tidak perlu merepotkanmu. Justru kamu seharusnya merasa senang bukannya malah marah-marah,” kata Arini. “Kamu sudah pintar bicara, ya! Kamu menyuruhku berterima kasih pada laki-laki lain yang mungkin ada hubungannya denganmu. berarti tidak salah dengan dugaanku,” kata Badrun dengan suara tinggi. “Apa maksudmu, Mas?” kata Arini dengan suara tak kalah kerasnya. Arini sudah tidak bisa mengontrol emosinya. “Mas jarang pulang! Oke aku maklumi tapi kalau menuduhku se
“Lasmi, habis aku mandiin Arsy kamu mandi ya!” Suruh Arini ketika Lasmi berada di dapur mengambil minuman. “Mau ke mana, Kak?” Tanya Lasmi. “Rencananya hari ini kakak mau mencarikanmu tempat kursusan biar kamu tidak kelamaan nganggur di rumah,” jawab Arini. “Apa kakak tahu tempatnya?” Tanya Lasmi. “Enggak tahu! Makanya kita nanti keliling-keliling mencarinya. Kamu sarapan saja dulu tadi kakak goreng telur!” suruh Arini. “Ya, Kak,” jawab Lasmi sambil duduk di meja makan untuk sarapan. Tak berapa lama Arini selesai memandikan Arsy dan membawanya masuk ke kamar untuk mengganti bajunya dan memberikan Arsy sebotol susu setelah mengganti bajunya. “Kring ... Kring ... Kriiing!” terdengar dering telepon dari hp Arini yang diletakkan di meja kamar. Sesaat Arini penasaran setelah dia mengambil hpnya dari atas meja dan melihat ternyata ada nomor asing yang masuk memanggilnya. “Nomor siapa ini? Aku angkat saja ya! Siapa tah
“Ternyata jarak dari rumah dengan pusat keramaian tidak terlalu jauh ya, Lasmi!” Kata Arini ketika mereka berhenti di perempatan lampu merah. “Iya, Kak!” Terus kita mau belok ke mana ini, Kak? Sepanjang jalan tadi aku belum lihat tempat kursusan menjahit?” Tanya Lasmi. “Lurus saja! Itu ada penunjuk arah yang menuju alun-alun mungkin di sana ada ayo kita cari ke sana!” Kata Arini. “Iya, Kak!” Kata Lasmi melajukan motornya saat lampu rambu lalu lintas berwarna hijau. Tak berapa lama mereka sudah sampai di alun-alun, setelah memutari alun-alun mereka belum juga menemukan tempat yang mereka cari. “Kak, apa enggak sebaiknya kita tanya orang sekitar sini saja? Kita sudah berputar dari tadi tapi belum menemukannya juga,” kata Lasmi. “Ya coba kita tanya tukang parkir di depan itu!” jawab Arini sambil telunjuk tangan kanannya menunjuk ke arah depan. Lasmi melambatkan laju motornya dan berhenti di dekat tukang parkir itu. “Permis
Arini dan Lasmi masih berdiri terpaku terus memandang rumah makan yang ada di seberang jalan di mana Badrun berada bersama seorang wanita di dalamnya. “Ayo Lasmi kita pulang saja!” Ajak Arini karena merasa tidak tahan melihat kemesraan suaminya dengan wanita itu. “Baiklah, ayo Kak! Kata Lasmi. Selama perjalanan pulang Arini lebih banyak diam, dia masih memikirkan apa yang baru saja dilihatnya di rumah makan. “Siapa wanita itu seandainya aku tidak melihat sendiri mungkin aku tidak percaya. kalau mas Badrun bisa bersikap semesra itu di tempat umum. Padahal mengingat usianya sudah berumur. Kalau denganku dia tidak pernah bersikap seperti itu alasannya dia malu dengan usianya,” batin Arini. Lasmi memahami diamnya kakaknya, untuk itu dia juga ikut diam tidak mengajak bicara kakaknya. Tak terasa mereka sudah sampai di rumah. “Aku masuk dulu ya, Lasmi!” kata Arini begitu turun dari motor. “Ya, Kak! Aku mau memasukkan motor dul
“Oh, ini yang namanya Arsy, ayo ikut budhe,” kata Dina sambil mengulurkan kedua tangannya bermaksud menggendong Arsy. “Iya, Arsy ini ada budhe!” Kata Arini meraih tangan Arsy dan mengulurkan tangan Arsy untuk bersalaman pada Dina. “Aduh, lucunya sini ikut budhe, ya! kata Dina. Arsy tidak mau digendong oleh Dina kedua tangannya menggenggam baju ibunya erat-erat merasa asing dengan Dina yang tidak pernah ditemuinya. “Kenapa takut ini budhe ayo! Kata Dina terus merayu Arsy agar mau digendongnya. Dengan sedikit memaksa akhirnya Dina bisa menggendong Arsy. Setelah Arsy dalam gendongannya Dina terus merayu-rayu Arsy agar tenang. Melihat Arsy dalam gendongan Dina, Arini pun pergi pamit sebentar pergi ke dapur bermaksud untuk membuat minuman. Tak berapa lama Arini membawa dua gelas minuman dalam nampan, dia juga melihat Arsy sudah mulai akrab dengan Dina istri pak Rudi. “Ayo, diminum dulu!” kata Arini sambil meletakkan mi