Share

Dilema Cinta CEO Miliarder
Dilema Cinta CEO Miliarder
Penulis: Kurni naziha

1. Aku Kaya?

Bab 1

'Tuk 'tuk 'tuk...

Derap langkah para kariawan berlalu lalang, melangkah dengan kesombongan dan sifat merendahkan. Membuat jejak kaki disana sini.

Andi yang melihatnya hanya menarik napas sedalam dalamnya, ia harus sabar.

 Beberapa menit yang lalu, ia membersihkan lantai itu, tetapi lihatlah! saat ini bahkan lantainya membuat sebuah cap dari sepatu yang digunakan para kariawan-kariawan sombong itu.

Padahal ia sudah memasang tanda untuk melewati jalur yang lain, tetapi mereka tidak mengindahkan ucapannya. Apalah daya, ia hanya lah seorang Office Boy diperusahaan itu, siapa juga yang mau mendengarkannya.

Andi kembali mengepel lantai itu dengan keterpaksaan karena itu memang adalah pekerjaannya dan dia harus sabar dalam menghadapi orang orang seperti itu, bahkan keringat sudah menumpuk di alis tebalnya, menahannya agar tak mengenai mata. karena jika mengenai matanya, rasanya  akan pedih dan Andi tidak menyukainya.

Aroma lemon ginger menembus indra penciuman Andi. Yahh, dia sanagt menyukai wangi itu. itu bukanlah wangi seorang gadis atau apapun yang kalian pikirkan, itu hanyalah wangi pembersih lantai yang setiap hari diciumnya. membuatnya terbiasa, kemudian menjadi sangat menyukai wangi itu. Andi kembali membersihkan lantai itu.

Namun, memang banyak orang yang tidak menyukai Andi dikantor itu, bukan tanpa sebab. melainkan karena Andi adalah Office Boy paling berani diantara yang lainnya. sering melaporkan jika ada sesuatu kejanggalan yang ditemukannya kepada atasan perusahaan. Andi bahkan melawan seseorang yang berani mengancamnya, ia tidak takut sama sekali, yang namanya kebenaran, ia tidak akan takut walau harus mati sekalipun.

Tiba-tiba Seseorang menendang ember pell'annya sehingga semua airnya tumpah dan membuat semua lantai menjadi kembali basah, padahal baru saja ia mengeringkannya.

"Apa yang anda lakukan?" tanya Andi dengan wajah menahan kemarahan.

"Uppsss... maaf yah 'O-B' gue nggak sengaja." Gadis itu kemudian kembali melangkah meninggalkan Andi dengan air pell'an nnya yang yang membuat lantai menjadi basah.

"Heyy, kamu harus tanggung jawabkan apa yang telah kamu lakuin." Andi menahan gadis itu dan mencekal tangannya, tidak membiarkannya untuk pergi begitu saja. Andi tahu wanita itu sengaja melakukannya.

'Plakk'

Tamparan keras mendarat dipipi Andi

"Apa yang loh lakuin dasar OB rendahan, beraninya loh nyentuh gue! Itu adalah tugas loh, apapun yang gue lakukan, itu bukan urusan loh."

Setelah memberikan sebuah tamparan kepada Andi, gadis itu pergi meninggalkannya dengan kemarahan. Disini yang seharusnya marah siapa, ia atau gadis itu? Tetapi Andi tidak ingin membesarkan masalah ini, pada akhirnya yang bersalah tetaplah dirinya.

dan setelahnya, Andi kemudian membersihkan yang lainnya bersama Office Boy yang lain. 

Dalam benak Andi, ia ingin menjadi seperti orang-orang disekitarnya, mengenakan pakaian bagus tanpa harus direndahkan setiap harinya. Andi bukannya tidak mensyukuri pekerjaannya atau malu dengan pekerjaannya. hanya saja, ia sangat benci dengan seseorang yang suka merendahkan orang-orang lemah seperti dirinya. Seandainya, ia adalah orang kaya, maka ia akan mensejahterakan kaum-kaum seperti dirinya, yang setiap harinya mendapat sindiran, cibiran, dan makian, walaupun bukan mereka yang membuat kesalahan, tetapi tetap mereka yang akan menjadi kambing hitamnya, kaum lemah.

'Huuff, kapan yah aku bisa jadi kaya raya,' Andi membasuh  wajahnya yang terasa sangat lengket dan berminyak.

Sesaat setelah ia membasuh wajahnya, terlihat wajah tampan dibalik cermin wastafel, yang mungkin jika wajah itu adalah milik seorang kaya raya, maka akan diperebutkan oleh para gadis. Namun, wajah itu hanyalah wajah seorang yang miskin, yang bekerja sebagai Office Boy disebuah perusahaan dan itu adalah dirinya.

"Gue harus cepat-cepat pulang nih, gue kan udah janji sama Tino dan Wisnu, untuk kumpul-kumpul bareng mereka." Andi melihat jam yang tertempel didinding kantor. Waktu telah menunjukan pukul 09:00, biasanya saat jam menunjukan angka 08:00 ia telah selesai dengan pekerjaannya. Namun hari ini, ada pekerjaan tambahan yang mengharuskannya menambah waktu sejam untuk menyelesaikannya, dibantu rekannya yang lain. Jangan tanya yah, kenapa Andi tidak memakai arloji untuk melihat waktu secara mudah. Jawabannya sanagt simple, ia sudah tidak memiliki satupun barang berharga lagi, selain hanphone nya. Semuanya habis terjual untuk mengirimi ayahnya uang dan untuk kehidupan kota yang keras yang dijalaninya saat ini.

Tino dan Wisnu adalah sahabat Andi, mereka tinggal bersama disebuah hunian sederhana dengan membayar sewa setiap bulannya, yang entah sudah berapa bulan uang setorannya menunggak.

Andi pulang dengan mengendarai motor matic milik sahabatnya Tino yang dipinjamnya pagi tadi, berhubung Tino belum menggunakannya hari ini, karena dia sedang libur kerja.

Perjalanan sudah terlihat sepi, karena ia tidak melewati jalur utama melainkan mencari jalan tikus, jalan tercepat untuk sampai ke huniannya.

Saking sepinya jalanan itu, Andi bisa mendengar seseorang sedang meminta tolong, ia memberhentikan motor yang dikendarainya. Berkonsentrasi dengan suara yang didengarnya dan matanya menelusuri setiap ruang yang bsa tertangkap oleh indra penglihatannya.

"To_long."

Andi melangkah secara perlahan, dan mendengar suara itu semakin dekat dengannya.

Tiba-tiba ia terhenti.

'Deeegg'

Mata Andi melotot. Ia melihat seseorang yang berlumuran darah disekujur tubuhnya, terbaring lemah tanpa bisa bangkit kembali, lelaki itu terlihat memandang Andi dengan penuh harapan.

Terlihat beberapa pisau, juga menancap di perut lelaki itu, sedikit lagi mereka berhasil membunuhnya, namun Andi datang disaat genting yang tepat hingga membuat mereka semua melarikan diri.

Andi melihat sekeliling, ada rasa takut terbesit dalam hatinya, ia ingin lari dari tempat itu. dibalik rongsokan sampah yang menggunung itu hanya ada ia dan lelaki yang sebentar lagi akan wafat itu.

Ia merasa takut, jika nanti orang-orang akan berpikir ialah yang telah membuat lelaki itu seperti ini, ia mundur secara perlahan tanpa mengalihkan matanya dari lelaki itu,

Selangkah,

Dua langkah,

'Shiit' Andi mengumpat. Ia bahkan tidak tega melihat lelaki itu yang terus menatapnya, bagaimana bisa ia meninggalkannya dalam kondisi seperti ini. Saat ini hanya ialah yang bisa menolong lelaki itu.

Tanpa pikir panjang, Andi langsung menelepon Ambulance, urusan kantor polisi akan menjadi urusan belakangan, yang sekarang ia prioritaskan adalah menolong nyawa lelaki itu.

****

Ruangan putih dan bau obat-obatan menyengat di indra penciuman Andi, ia menunggu dengan sangat cemas. Mondar mandir, didepan ruangan operasi tanpa bisa duduk dikursi tunggu bahkan ia tidak lagi sempat memikirkan motor Tino yang ia tinggalkan didekat tumpukan sampah. Andi terus saja melihat lampu operasi yang masih saja menyala, sampai kemudian lampu hijau terlihat yang menandakan operasi telah selesai. Andi langsung melihat seorang dokter yang sedang keluar dengan wajah yang sulit dijelaskan.

"Untunglah Anda membawanya disaat yang tepat, kalau tidak nyawanya mungkin tidak bisa tertolong."

Andi yang mendengarnya berucap banyak syukur dihatinya.

"Jadi, orang itu masih hidup?"

"Yah, tetapi kami tidak bisa menjamin sampai kapan ia bisa bertahan. Jika ia bisa melaluinya dengan baik, maka ia akan pulih. Tetapi jika sebaliknya, saya tidak bisa menjamin untuk itu, sebaiknya anda datang keruangan saya dan mendiskusikan hal itu. permisi." Dokter itu meninggalkan Andi yang terlihat sedikit bahagia dengan kabar bahwa lelaki itu masih hidup.

Andi menemani lelaki itu sampai pagi hari.

Tiba-tiba seseorang suster datang dan menghampiri Andi yang baru saja terbangun dari tidurnya.

"Pak, dimohon bapak untuk segera menyelesaikan pendaftaran dan administrasi  di depan yah Pak, permisi."

"Administrasi?"

"Apa yang harus aku lakuin, pasti mereka akan menagih semua biaya lelaki tua ini." Andi mengacak rambutnya frustasi.

"Aku harus cari tahu keluarga lelaki tua ini." Andi mulai memeriksa dompet lelaki tua itu. Seketika ia terkejut.

'Woow, orang ini pasti sanagt kaya' batin Andi saat melihat dompet lelaki itu yang terdapat banyak sekali uang dan bahkan kartu yang ia ketahui, kartu itu hanya bisa dimiliki oleh orang yang memiliki kekayaan melimpah.

Ia kemudian mendapat kartu identitas lelaki itu.

"Ohh, jadi namanya Thomas Brams, jabatannya, CEO utama di perusahaan bramesta corporation, hah!!" Seketika Andi tersadar dengan ucapannya. 'Oh Tuhan! Jadi dia adalah CEO perusahaan dimana aku kerja? Kenapa dunia bisa sesempit ini. Jadi selama ini lelaki yang selalu ia impikan posisinya itu adaalah lelaki tua ini.'

Seketika Andi bangkit, " aku harus memberitahukan atasan dikantor tentang ini." Saat ia akan pergi, tiba tiba tangannya dipegang oleh seseorang yang tidak lain lelaki tua itu yang sudah sadarkan diri.

"Jangan! Kumohon."

"Hah?"

"Jangan mengatakannya kepada mereka, mereka akan membunuhku!" ucap lelaki itu dengan nada rendah.

"Siapa yang akan membunuhmu?"

"Anak-anakku?"

"Apakah kamu punya ponsel, apakah saya boleh meminjamnya?" ucap lelaki tua itu kembali

"Ahh, yah tentu saja, tetapi sebaiknya bapak jangan banyak bergerak. Bapak masih terlihat sangat lemah." Andi memberikan ponselnya kepada lelaki tua itu.

"Ah, tidak apa-apa, kurasa, saya memang tidak akan lama lagi akan segera mati, jadi saya tidak boleh membuang waktu." ucapnya dengan suara sanagt lemah.

Lelaki itu telah selesai menghubungi asisten kepercayaannya, yang beberapa menit kemudian telah berada di hadapannya.

"Jordan, sepertinya saya sudah menemukan orang yang tepat, segera buat surat pengalihan harta!" Lelaki berusia 36 tahun itu mengangguk tanpa berpikir apapun.

Ia sudah tahu apa yang akan dilakukan oleh Tuannya, karena mereka memang sudah lama membicarakannya.

Tetapi Andi, ia sangat bingung, ada apa sebenarnya? Ia kemudian berpamitan untuk segera pergi tetapi lelaki tua itu melarangnya.

"Tunggu, jangan pergi dulu! Kau telah menyelamatkan nyawaku, apa kau tidak mengharapkan imbalan dariku?" Lelaki tua itu mencoba kembali mengetesnya, walau ia sudah tau jawaban apa yang akan Andi berikan.

"Maaf Pak, saya tidak mengharapkan apapun dari bapak selain kesembuhan bapak, agar saya tidak menjadi tersangka dari pembunuhan bapak, itu saja sudah cukup. Dan saya menolong bapak, memang ikhlas dari hati saya walau saya sempat merasa takut. Permisi."

Tiba-tiba, Jordan asisten lelaki tua itu datang dan membawa sebuah berkas-berkas dan ikut menariknya yang akan keluar dari ruangan itu.

"Tetap disitu!" ucap Jordan dengan tegasnya.

"Namamu Andi kan anak muda?"

"Yah, bagaimana kau tahu?"

"Saya sudah mendengar banyak tentangmu diperusahaan dan kau sangat jujur orangnya."

"Lalu?" Andi merasa sangat bingung. Apakah jabatannya akan dinaikkan?mengapa mereka menanyakan hal itu.

"Sebelumnya, saya hanya tahu kau orang yang jujur, tetapi saat kau menolongku dari kematian, saya sudah mengetahui bahwa saya menemukan orang yang tepat dan orang itu adalah kamu."

"Maksudnya?"

"Saya akan mengalihkan semua harta kekayaan saya padamu, tanpa tersisa sepeserpun untuk saya sendiri."

"Hah? Apa maksudmu? Tolong yah Pak!jangan mempermainkan seseorang seperti ini. Saya memang orang miskin tetapi bukan berarti anda bisa merendahkan saya. Saya sangat membenci orang kaya yang suka merendahkan orang miskin."

"Yah, karena itulah saya memilihmu. Saya akan mengalihkan hartaku saat ini juga padamu, kalau kau tidak percaya bacalah surat-surat ini!"

Andi baru membaca sebagian dari isi surat-surat itu, namun dia sudah merasa seakan ia bermimpi.

'Apakah itu berarti aku akan menjadi orang kaya? Dan impianku akan terwujud? semudah ini kah?'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status