Beranda / Rumah Tangga / Dilema Cinta Segitiga / Keinginan Memiliki Cucu

Share

Keinginan Memiliki Cucu

Penulis: Dewi Shintamu
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-12 22:26:20

Hanya dalam waktu tidak lebih dari 10 menit, mobil mewah milik Marlon telah tiba di halaman rumah kediamannya yang berlantai dua dengan pilar depan yang menjulang tinggi, menambah kegagahan rumah bercat warna putih tersebut.

Sejak tiga tahun terakhir itu, dia memang sudah menghabiskan hari-harinya untuk tinggal di rumah yang dia beli. Rumah itu khusus untuk tinggal dirinya bersama istrinya---Sarah.

Meskipun begitu, Marlon lebih banyak hidup di luar. Marlon terpaksa menyebut rumahnya itu adalah rumah utama. Ya! Rumah yang dia tempati bersama Sarah. Karena tidak mungkin bagi Marlon harus tinggal bersama papanya di rumah tempat dia dibesarkan.

Apalagi jika ada acara keluarga, rumah Marlon yang akan menjadi tempat utama. Padahal rumah itu tidak semewah mansion milik tuan Carlos. Orang tua Marlon dan Sarah memang sudah percaya penuh terhadap mereka, meskipun pernikahan mereka hanyalah sebuah permainan saja bagi mereka.

Sandiwara pernikahan itu sudah membuat kesan yang mendalam bagi keluarga kedua belah pihak. Nampak kebahagiaan selalu terpancar dari wajah mereka saat memandangi Marlon dan Sarah, padahal sekali pun keduanya tidak terlihat romantis atau bermesraan di hadapan mereka. Marlon dan Sarah hanya bersikap seolah kompak dan memang menjalani kehidupan rumah tangga yang normal.

"Selamat pagi, Den."

Seorang pembantu menyambut kedatangan Marlon sambil membungkukkan badannya setelah membukakan pintu untuk Marlon.

"Pagi. Sarah ada di mana, Bi?" tanya Marlon menyebut pembantunya tersebut.

Kedua bola mata Marlon menyapu seluruh ruangan rumahnya yang sudah dia tinggal sejak dua hari lalu. Tidak ada yang berubah, tetap sama. Hanya ada beberapa vas yang diganti bunganya karena layu.

"Non ada di kamarnya. Non sedang sakit, Den. Semalam non muntah-muntah sampai badannya lemas, tapi sudah diperiksa oleh dokter," terang pembantu.

"Sakit?" ulang Marlon sambil mengerutkan keningnya.

Marlon merasa harus menunggu sampai keadaan Sarah membaik untuk berbicara. Apalagi, Marlon berniat membicarakan hal penting. Marlon pikir itu tidak akan membutuhkan waktu yang lama, sebab selama ini Marlon lihat, Sarah tidak pernah sakit.

"Ya benar, Den." Pembantu itu membenarkan.

"Ohh ya sudah, kalau gitu aku pergi lagi saja. Kalau dia sudah mendingan, Bibi kabari aku. Aku mau bicara dengannya nanti," pesan Marlon.

Marlon berbalik badan dan hendak pergi lagi, tapi tiba-tiba ketika baru mendapatkan beberapa langkah, pembantunya itu memanggilnya.

"Den, tunggu!"

Pembantunya menyusul langkah Marlon dan berhenti di hadapannya.

"Kenapa, Bi?"

Marlon memandangi Sumi---pembantunya dengan dahi berkerut.

"Sebaiknya Aden jangan pergi dulu, sebentar lagi kedua orang tua non Sarah akan datang ke sini. Sebenarnya saya sudah ingin telpon Aden sejak pagi tadi, tapi non Sarah melarang saya, Den," adu Sumi.

Marlon mengeraskan rahangnya, dia merasa kesal. Hal seperti itu mengapa justru Sarah malah ingin mengacaukannya?

Marlon sudah dapat menebak jika dia tidak ada di rumah saat mertuanya berkunjung, maka Marlon akan mendapatkan banyak pertanyaan saat berjumpa. Dah itu bisa membahayakan untuk dia dan keluarganya ke depannya.

Pastilah Marlon tidak akan mendapatkan kebebasan seperti kemarin-kemarin, karena hidupnya akan terus dipantau oleh orang suruhan orang tua Sarah dan juga papanya sendiri---tuan Carlos.

"Baiklah aku akan tetap di rumah, kapan mereka akan kemari?" tanya Marlon mencoba bersikap tenang.

"Sebentar lagi, Den. Katanya di dalam telepon tadi jam 10 mereka akan ke sini," sahut Sumi.

Marlon jadi berfikir tentang panggilan Sarah dan papanya tadi pagi. Mungkin mereka mau mengabarkan hal itu.

Marlon terdiam. Dia mengamati arloji di lengan tangan kirinya. Masih banyak waktu.

Karena merasa tidak dibutuhkan lagi akhirnya Sumi berkata:

"Kalau gitu saya permisi, Den. Mau meneruskan masak." Sumi pun berlalu.

***

Beberapa jam kemudian.

Kedua orang tua Sarah benar-benar datang, bahkan kedua orang tua Sarah mengatakan bahwa papa Marlon---Carlos akan datang pula.

Sumi yang menyambut kedatangan mereka pun segera melaporkan kepada Marlon, yang ketika itu Marlon sedang berada di ruang pribadinya.

Marlon menghembuskan nafas pelan.

Setelah merapikan pakaiannya, Marlon pun pergi menuju kamar Sarah yang masih satu lantai dengannya. Mereka akan sama-sama menemui orang tua itu di bawah.

"Aku tidak mau tau dengan keadaanmu. Mereka datang ke sini karena hal ini. Jadi aku tidak mau ada urusan ribet dengan mereka," ujar Marlon pelan saat menjemput Sarah, lelaki itu berdiri di ambang pintu kamar Sarah.

"Kamu ngomong apa? Sama sekali aku tidak mengundang mereka ke rumah, apalagi mengabarkan tentang kesehatanku. Aku paling benci dituduh seperti ini, Marlon!"

"Sssttt! Kamu bisa gak ngomong pelan saja? Kamu menginginkan sandiwara kita terbongkar di detik ini juga ya?" ingat Marlon sedikit jengkel.

Mendengar ucapan Marlon, Sarah langsung menepiskan tangan Marlon yang hendak menuntunnya.

"Lepaskan aku, aku tidak butuh bantuanmu!" Sarah berjalan mendahului Marlon.

Marlon kembali jengkel dengan tingkah Sarah yang terlihat seperti anak kecil, yang sedang ngambek.

"Gila! Harusnya aku yang marah, kenapa malah dia? Dasar mak lampir!" hujat Marlon pelan tapi penuh dengan tekanan. Marlon juga tidak berniat menyentuhnya, hanya saja Marlon pikir Sarah akan membutuhkan bantuannya mengingat Sarah sedang sakit.

"Aku mendengarnya, Marlon!"

Marlon langsung berlarian menyusul Sarah dan berjalan di sampingnya.

"Lalu kenapa kalau aku menyebutmu mak lampir? Gak terima?" tanya Marlon masih membahas nama julukan untuk istrinya itu.

"Tak masalah kamu menyebutku seperti itu, kau juga kaya gerandong!" balas Sarah. Keduanya kini terus berjalan dan hendak menuruni anakan tangga.

"Kau berani menyebutku gerandong, Sarah!"

Marlon menarik tangan Sarah dengan kuat hingga akhirnya Sarah yang sedang dalam lemah itu tertarik oleh tangan Marlon yang kekar dan akhirnya tubuhnya tidak dapat menjaga keseimbangan sehingga kini tubuh Sarah berada dipelukan Marlon.

Tentu saja keduanya tersentak kaget.

Sepasang mata milik Marlon dan Sarah saling bertatapan, jarak wajah mereka hanya beberapa senti saja. Hidung mancung milik Marlon dapat dengan jelas membau aroma parfum tubuh Sarah itu.

Sungguh sangat menggoda.

Apalagi, rambut Sarah yang sangat wangi dan lembut menyentuh wajah Marlon.

Sebaliknya, Sarah baru menyadari jika suaminya yang amat dingin dan cuek itu memiliki wajah yang sangat tampan. Sarah yakin, dia bisa mendapatkan wanita berapapun yang dia mau di luar sana.

Tapi sayangnya Marlon harus menikah dengan Sarah, padahal Sarah tahu bahwa Marlon tidak mencintainya. Begitu juga dengan dirinya.

Hingga akhirnya keduanya mau tak mau harus menahan diri untuk tidak mengenal lawan jenis dimuka publik, apalagi berpacaran karena takut ketahuan oleh orang tua mereka masing-masing. Apa kata mereka nanti? Marlon termasuk lelaki yang sempurna. Begitu yang ada dipikiran Sarah.

Dengan Marlon, Sarah terpaksa harus mengenal makhluk aneh yaitu cowok sebagai suaminya. Sarah akui, dia tidak tahu menahu tentang kepribadian Marlon di luar sana yang sering tidak pulang. Tapi Sarah juga tidak mau tahu, sebab hal itu tidak penting bagi Sarah.

Marlon bisa mendengar dan merasakan detak jantung Sarah, mengalun tidak karuan.

"Kamu deg-degan, Sar?" celetuk Marlon. Kedua bola mata Sarah hampir saja loncat keluar mendapat pertanyaan tersebut dari Marlon.

Refleks di detik ke lima, Sarah mendorong tubuh Marlon dengan kuat. Meskipun begitu, dorongan Sarah tidak ada artinya bagi Marlon. Bahkan Marlon tidak bergeser sedikit pun dari tempatnya berdiri.

"Dasar otak kotor!"

Wajah Sarah memerah karena malu, sebab apa yang Marlon ucapkan adalah benar. Sarah tidak tahu kenapa dia memiliki perasaan seperti tadi, sampai-sampai detak jantungnya berdegup begitu kencang.

Mungkin ini pertama kalinya Sarah sangat dekat dengan suaminya setelah berumah tangga selama 3 tahun.

Sarah mulai menuruni anakan tangga dengan cepat. Dia sudah terlalu lama bersama dengan Marlon di atas. Sarah merasa tidak enak jika kedua orang tuanya harus menunggunya.

Marlon berdiri dengan menggaruk tengkuk kepalanya yang tidak gatal.

"Sepertinya dia sudah memulai menaruh perasaan padaku, jangan sampai aku juga seperti itu. Aku harus jaga jarak, hal ini bisa membuat aku terjebak pernikahan dengannya sampai tua. Tapi gak mungkin kalau dia menyukaiku, akh! Masa bodo!" gumam Marlon membuang pikirannya jauh-jauh. Kemudian menyusul Sarah ke bawah untuk menemui orang tuanya.

"Hey, Sayang!" teriak seorang wanita paruh baya begitu melihat Sarah. Marlon dapat melihat dengan jelas wajah-wajah bahagia ketika menyambut kedatangan Sarah.

Wanita itu merentangkan kedua tangannya, hendak memeluk Sarah.

Sarah pun merangkul wanita yang telah melahirkannya itu.

"Mama, Papa. Aku rindu kalian," ujar Sarah memeluk mamanya dan papanya secara bergantian.

Marlon langsung duduk di hadapan mereka, di saat yang bersamaan tuan Carlos datang diantar oleh Sumi untuk bergabung.

"Syukurlah, kita bisa bertemu lagi di rumah anak kita," kata tuan Jameson pada tuan Carlos. Tuan Carlos  menerima jabatan tangan tuan Jameson. Kemudian duduk berdampingan. Senyuman terus mengembang di wajah mereka.

Akhirnya semuanya duduk di tempatnya masing-masing.

Marlon mencuri pandang ke arah tuan Carlos yang tampak memandangnya dengan tatapan tajam. Marlon tahu jika tuan Carlos sedang marah padanya.

Mungkin karena suatu hal, tapi entah apa. Marlon pun pagi tadi juga tidak sempat bertemu dengan tuan Carlos di kantor dan berbicara empat mata.

"Tumben Papa dan Mama ke sini? Ada apa?" tanya Marlon to the poin.

Sesaat semuanya terdiam melihat Sumi menyuguhkan minuman dan kue. Setelahnya, Sumi kembali ke belakang.

"Iya, Marlon. Kami memang sengaja janjian untuk ke sini. Setelah kalian menikah 3 tahun yang lalu, rasa-rasanya kami semua menginginkan cucu," ujar nyonya Yuki---mama Sarah diikuti anggukan tuan Jameson.

Marlon dan Sarah saling berpandangan.

Bagaikan mendengar petir di siang bolong, mereka hanya bisa melongo.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dilema Cinta Segitiga   Antara OB dan OB

    Natalia duduk di salah satu gazebo yang berada di samping kantor, Natalia sungguh dibuat kagum dengan interior bangunan kantor di tempatnya bekerja tersebut. Sangat luas dan bagus, bahkan ada taman yang indah di sana.Sungguh lengkap.Beruntung di hari pertamanya kerja, Natalia bisa menikmati suasana kantor di tempat tersebut.Natalia membuka botol yang dibawanya dari pantry hasil pemberian Hendrik tadi dan meminumnya beberapa teguk. Rasanya sungguh segar, antara manis dan dingin membuat kerongkongannya terasa begitu melegakan.Natalia mengalihkan atensinya saat mendengar suara orang mengobrol. Rupanya ada beberapa karyawan yang baru saja melewati tempat dimana Natalia berada, kemungkinan mereka karyawan yang masuk shift siang. Ada juga yang hendak pulang membawa tasnya dengan wajah kuyu tapi sekaligus berseri-seri.Mereka mencuri pandang ke arah Natalia sebentar, tapi setelahnya mereka tidak peduli dan tampak beberapa dari mereka mengedikkan bahunya. Natalia yang melihat itu hanya bi

  • Dilema Cinta Segitiga   Tania Berharap

    Deg! 'Apa yang terjadi?' tanya Sarah dalam hati. Sarah melihat mata Sarah sudah berkaca-kaca, rupanya ada yang Sarah terlewatkan di sini. Sarah mendekati ranjang tempat Tania berada."Apa yang kamu bicarakan, Tania?" tanya Sarah, tangannya terulur hendak menyentuh kepala Tania. Sarah ingin mengelus rambut adik kecilnya itu yang kini sudah sama-sama dewasa. Sarah masih ingat bagaimana dulu mereka melewati hari-hari bersama-sama dari kecil hingga akhirnya saat Sarah masuk kuliah harus berpisah dengan Tania karena Sarah harus melanjutkan studinya ke luar negeri. Begitupun juga dengan Tania. Saat Sarah sudah kembali ke tanah air karena telah menyelesaikan studinya dengan baik, hanya beberapa saat saja Sarah bertemu Tania. Tania bergantian harus terbang ke luar negeri untuk masuk kuliah, sedangkan saat itu Sarah langsung dijodohkan dengan Marlon. Semua itu sudah berlalu, 3 tahun yang lalu dan kini mereka sama-sama di tanah air bersama kedua orang tuanya. Tania menghindar saat Sarah h

  • Dilema Cinta Segitiga   Sudah Puas Kakak?

    "Ehh, Non Tania. Kenapa balik lagi? Kenapa gak gabung dengan tuan, nyonya dan non Sarah di taman belakang?" tanya bibi yang hampir bertabrakan dengan Tania, adik Sarah. Tanpa menjawab, Tania melewati pembantu yang menyapanya barusan. Wajahnya terlihat begitu kesal, pembantu itu hanya bisa diam tanpa berani membuka suara lagi. Dia sudah hafal dan memaklumi tabiat Tania yang kadang seperti anak kecil tapi terkadang juga cukup dewasa. Yang jelas masih labil. Sebenarnya dia tidak ingin ambil pusing dengan tingkah majikannya yang satu itu tapi tidak dengan menyembunyikan wajah kebingungannya. "Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa sepertinya non Tania begitu kesal setelah ana non Sarah?" monolog pembantu tersebut. Namun, setelah itu dia tidak lagi memikirkan sikap majikan kecilnya yang sebenarnya sudah berumur 22 tahun itu, dia pun meneruskan perjalanan membawa baki berisi minuman dan juga cemilan untuk dibawanya menuju taman belakang. "Maaf ... mengganggu waktunya sebentar, Tuan, Nyonya

  • Dilema Cinta Segitiga   Dasar Kegatelan

    "Natalia?" ulang Marlon sekali lagi. Melly mengangguk dengan pasti."Benar, Boss. OB yang biasa membersihkan ruangan ini sudah mengambil cuti untuk beberapa hari ke depan karena orang tuanya meninggal dan rumahnya di kampungnya, Boss," lapor Melly.Marlon mengangguk mengerti."Aku ingin OB laki-laki yang membersihkan ruangan ini, bukan OB baru yang kamu maksud itu. Bisa-bisa dia bikin kekacauan di ruanganku," ucap Marlon memberikan perintah."Tapi, Boss. Bukankah tak masalah meskipun anak baru tapi OB itu sangat cekatan bekerja. Bahkan hingga pagi ini dia sudah membersihkan lebih dari 10 ruangan dengan gesit dan tentunya sangat bersih, untuk itu kepala OB me___" Bantahan Melly terpotong tatkala Marlon membuka suara yang lagi-lagi membuat Melly heran."Apa? 10 ruangan?" Marlon melirik jam tangannya, padahal baru beberapa jam para karyawannya efektif masuk jam kerja.'Dia terlalu bersemangat untuk bekerja, aku jadi tidak tega,' batin Marlon."Iya benar. Ada apa, Boss?" Melly menampilka

  • Dilema Cinta Segitiga   OB Baru

    Marlon merasa tidak berdaya setelah mendengar keterangan dari Natalia bahwa Natalia kini bekerja di perusahaannya sendiri.Dan terlebih lagi Natalia diterima bekerja menempati posisi rendah yaitu sebagai OB. Ini sungguh miris tetapi Marlon tidak bisa bertindak apapun saat ini.Tidak mungkin Marlon akan mengatakan pada Natalia bahwa perusahaan Adi Jaya adalah perusahaan miliknya, itu akan membuat dia shock. Masih mending jika Natalia percaya lalu memaafkannya karena selama ini telah berbohong sebagai orang biasa tetapi bagaimana jika Natalia justru berbalik membencinya?Lagi pula hanya Natalia wanita satu-satunya yang mau menerima kekurangan Marlon sebagai orang biasa. Karena memang sebelumnya Marlon pernah beberapa kali dekat dengan wanita sebagai orang biasa, tapi pandangan wanita-wanita tersebut seakan jijik. Wajah tampan Marlon seperti sia-sia saja karena dompetnya kosong.Marlon berniat akan mengangkat posisi Natalia, dari OB agar menjadi lebih baik nantinya. Hanya saja dia memerl

  • Dilema Cinta Segitiga   Bagian Rencana

    Sekitar pukul 02.00 dini hari, Natalia membuka matanya. Dia pun berjalan ke arah kamar mandi karena kebelet ingin buang air kecil.Natalia tetap berjalan dengan anggun meskipun tubuhnya masih polos karena tidak ada sehelai benang pun yang melekat di tubuhnya. Hanya beberapa menit saja, dia pun keluar kamar mandi dengan wajahnya yang masih mengantuk walaupun dia sudah mencuci mukanya.Dilihatnya Marlon masih tertidur dengan dengkurannya yang halus dan hanya memakai selimut hingga sebatas pinggangnya.Natalia pun mendekati Marlon yang masih saja dengan setia memejamkan matanya sejak 1 jam yang lalu, seakan-akan tidak terusik dengan pandangan Natalia yang hanya beberapa sentimeter saja dari wajahnya. Bahkan mungkin nafas Natalia bisa menerpa wajah Marlon.Sebenarnya dalam hati Natalia merasa bersalah karena malam ini adalah malam yang sudah direncanakan oleh Natalia. Natalia sengaja mencampurkan obat perangsang dan juga sengaja melenyapkan pengaman yang biasa Marlon pakai. Tentu saja den

  • Dilema Cinta Segitiga   Memangnya Tidak Kesepian?

    Malam hari, Marlon benar-benar menemui Natalia di apartemennya. Sebelum ke apartemen, Marlon menyempatkan diri mampir untuk membeli sesuatu, Marlon memutus membeli satu box coklat dan juga buket bunga mawar.Natalia merupakan wanita pada umumnya, dia menyukai cokelat dan juga bunga.Mana mungkin Marlon apel dengan tangan hampa.Setidaknya Marlon akan membawakan sesuatu untuk Marlon, walaupun berkali-kali Natalia mengatakan tidak perlu. Rasanya ada yang kurang jika Marlon benar-benar tidak membawa apapun untuk Natalia, terlebih lagi uang Marlon banyak.Ting tongSuara bel mengalihkan atensi Natalia yang berada di dalam sedang asik menonton film drama Korea kesukaannya. Dia memang pecinta drama Korea."Wah ... Itu pasti Marlon," gumam Natalia yang wajahnya semakin cerah. Natalia buru-buru membukakan pintu untuk Marlon."Sayaaang!" Seperti biasanya, Natalia langsung memeluk Marlon dengan erat. Tentu saja Marlon juga membalas pelukan Natalia tak kalah erat."Aku kira kamu tak akan ke sini

  • Dilema Cinta Segitiga   Drama Bersama OB

    Marlon berdehem untuk menetralkan kegugupannya. "Halo, halo? Suaranya kurang jelas, Sayang." Marlon bak orang bodoh, malah pura-pura kehilangan sinyal. Handphone elit, sinyal sulit. Mungkin begitulah kiranya anak muda bilang. "Maaf, Sayang. Apa aku mengganggu kerjamu?" tanya Natalia, terdengar nadanya seperti merasa bersalah. "Ti-tidak, ini masih jam makan siang makanya aku masih istirahat dan bisa menjawab teleponmu," jawab Marlon yang sepenuhnya tidak berbohong. Matanya melirik makanan di atas meja yang di pesankan oleh Melly tadi sebelum pergi. Masih banyak dan hanya sedikit saja yang masuk ke dalam mulut Marlon, sebagian masih utuh tak tersentuh. Marlon memilih mengerjakan pekerjaannya terlebih dahulu karena ingin segera bersantai setelahnya, akhirnya Marlon tidak menghabiskan makanannya. Dia pun merasa rindu dengan Natalia. Kemungkinan nanti malam Marlon akan berkunjung ke apartemannya yang kini dihuni oleh Natalia. "Ohh syukurlah. Kamu sudah makan siang? Boleh aku v

  • Dilema Cinta Segitiga   Agak Kesal

    Kini Natalia sudah berada tepat di depan mall. Setelah membayar ongkos taksi, Natalia segera masuk dengan penuh percaya diri. Meskipun dia sudah menanyakan perihal lowongan pekerjaan yang kemungkinan tersedia di salah satu stand di mall tersebut kepada satpam di depan tadi, dan sayangnya sang satpam mengatakan jika satpam itu belum memiliki informasi tapi Natalia tetap masuk untuk mencari tahu sendiri. Natalia berfikir mustahil jika satpam di depan pintu masuk mall tersebut memiliki informasi secara lengkap mengenai semuan stand di mall sebesar itu yang membutuhkan karyawan baru. Natalia mencari toilet terlebih dahulu untuk memastikan penampilannya. Dia akan merapikan yang perlu dirapikan, walaupun Natalia sudah rapi dan penampilannya menarik seperti biasanya akan tetapi dia tetap ingin mengeceknya karena di sana dia merasa bebas bercermin dengan kaca yang besar. Tidak lucu 'kan jika dirinya mau numpang bercermin di stand pakaian di mall tersebut? Apalagi dia tadi sempat berlar

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status