Dicky mencoba memanggil seseorang yang ada di UKS tersebut. Namun sayangnya tidak ada seorangpun di sana. Dengan cepat Dicky mencoba mengambil kotak P3K. Berusaha mengobati pria bernama Ryan ini sebisa mungkin.
"Ryan!" ujar seorang gadis yang tiba tiba masuk ke UKS dan menghampiri Ryan.
Tampak gadis itu sangat khawatir dengan kondisi Ryan. Bahkan gadis itu hampir menangis. Mungkin gadis ini orang terdekatnya Ryan. Atau mungkin pacarnya.
"Kenapa Ryan bisa gini?" tanya gadis itu pada Dicky.
"Tadi dia dikeroyok,"jawab Dicky.
"Brayn brengsek! pasti dia," umpat gadis itu.
"Iya,pelakunya Brayn, ini pacar lo?"
"Iya Ryan pacar gue, makasih udah bantuin Ryan, gue Steffani,"
"Gue Dicky, yaudah sekarang obatin gih,gue mau kekelas dulu," perintah Dicky.
Dicky akhirnya beranjak menuju kelasnya. Di kelas, tak tau kenapa ia menjadi pusat perhatian. Banyak yang menatapnya dengan tatapan kagum. Terutama dikalangan murid perempuan. Namun Dicky tak peduli. Baginya, ia hanya ingin membantu. Bukan untuk pamer.
***
Waktu pulang sekolah tiba. Dicky kembali berinisiatif untuk ke kantin. Ingin mencoba batagor khas kantin yang tadi ia urungkan karena menolong Ryan.
"Ini mas yang nolongin mas Ryan tadi ya?" tebak seorang wanita paruh baya sang penjaga kantin saat Dicky ingin memesan.
"Hhehhe...Iya buk," jawab Dicky tersenyum. Jujur ia tak nyaman saat orang mengungkit-ungkit masalah tadi.
"Mas hebat ya bisa ngehajar Brayn ama teman temannya," puji wanita penjaga kantin itu.
"Biasa aja buk, siapa sih yang gak bisa ngehajar orang kayak mereka,"
"Gak ada yang berani ngelawan mereka mas, kecuali mas ama genknya mas Ryan,"
Perkataan genk membuat Dicky sedikit penasaran. Apakah di sekolah seelite dan semaju ini masih ada yang namanya genk?
"Genk?"
"Iya mas, mas gak tau ya? Di sekolah ini ada tiga genk terkenal mas," jelas wanita penjaga kantin itu.
Wanita penjaga kantin itu mulai menceritakan tentang genk yang ada di JIS. Pertama adalah genk Brayn. Genk pembuat onar yang selalu memalak dan membully murid murid yang lemah. Brayn ditemani oleh dua orang temannya. Zayn dan Jack.
Sedangkan genk Ryan sangat bertolak belakang dengan genk Brayn. Ryanlah yang selalu menghalangi Brayn berbuat onar. Karena Ryan tidak suka melihat yang lemah ditindas. Ryan juga tidak sendiri. Ia juga ditemani oleh dua orang temannya. Rey dan
David. Namun sayang David pindah ke London. Sedangkan Rey dirawat di rumah sakit karena ulah Brayn.Ada rasa prihatin saat Dicky mendengar kondisi Rey. Pantas saja Ryan sampai nekat melawan Brayn dan dua orang temannya itu.
Wanita penjaga kantin itu kembali melanjutkan tentang genk Levin. Genk yang tidak pernah ikut campur urusan orang lain. Tapi ia akan marah jika orang terdekatnya dan orang yang disukainya diganggu. Levin ditemani oleh Kemal dan Mondi
"Memang siapa orang terdekat Levin di sini buk? Dan siapa cewek yang disukai Levin?" tanya Dicky.
"Yang disukai mas Levin itu kalau gak salah mbak Putri Mas, kalau orang terdekatnya itu ya sepupunya mas, namanya mbak Thania," jawab wanita penjaga kantin itu.
"Putri? Thania?"
"Iya mas, mas kenal?"
Mendengar dua nama itu, tiba tiba terlintas di pikiran Dicky pertemuannya dengan Putri dan Thania. Senyuman Putri dan tatapan Thania berhasil membuat ia merasakan hal yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Padahal ini baru hari pertama berada di sekolah barunya. Apa Dicky merasakan hal itu? Oh GOD! Jangan sampai. Ia tak ingin kehilangan orang yang ia sayangi lagi.
"Hai," Thania tiba-tiba datang menghampiri Dicky dan duduk dihadapan Dicky.
"Nah ini mbak Thania mas, sepupu mas Levin itu," jelas wanita penjaga kantin itu.
"Kenapa sih mbok Surti? lagi ngomongin saya ya," ujar Thania yang membuat Dicky mengetahui nama wanita penjaga kantin itu.
"Enggak kok mbak, cuma ceritain tentang mas Levin, kebetulan mbak dateng, jadi mbok jelasin mbak itu sepupunya mas Levin," jelas mbok Surti."Oh iya, mas ganteng ini namanya siapa?" tanya Mbok Surti.
"Nama saya Dicky Mbok,"
"Mas Dicky panggil Mbok Surti aja ya, anak anak yang lain juga mangggil itu,"
Dicky mengganguk tersenyum tanda mengiyakan. Mbok Surti pamit untuk kembali mengurus dapur kantin. Thania kembali menatap Dicky saat itu. Membuat Dicky salah tingkah.
"Jadi lo sepupunya Levin?" tanya Dicky. Jujur ia sebenarnya tak peduli dengan pria bernama Levin itu. Ia hanya ingin membuka obrolan agar tidak canggung.
"Iya Levin sepupu gue," jawab Thania.
Tak ada percakapan di antara mereka setelah itu. Namun mata Thania tak berpaling sedikitpun menatap Dicky. Membuat Dicky salah tingkah. Ya tuhan bagaimana ia makan dengan tenang kalau posisinya begini.
“Lo abis ini ada acara gak?” tanya Thania.
“Enggak, kenapa?” tanya Dicky balik.
“Anterin gue pulang ya, gue gak nerima penolakan,” minta Thania dengan senyum yang menggemaskan.
Dicky sempat terkejut. Bagaimana mungkin cewek yang baru saja ia kenal ini meminta diantarkan pulang? Namun senyuman Thania yang menggemaskan itu membuat Dicky tak bisa menolak.
Dicky dan langsung beranjak setelah memakan makanannya. Thania tentu saja mengikuti. Namun Dicky terkejut saat tiba-tiba Thania menggenggam tangannya. Membuat jantungnya berdebar kencang. Tak pernah Dicky merasakan hal ini sebelumnya. Tolonglah, jangan lagi Dicky merasakan hal ini.
“Haruskah perasaan ini datang lagi? Please, jangan perasaan ini lagi,” ~Dicky~
“Genggamannya sehangat genggaman Ariel, Apa ini benar Ariel?” ~Thania~
Sebuah mobil mewah berhenti di hadapan Dicky dan Thania saat mereka berada di pekarangan sekolah. Kaca mobil itu turun seketika. Memperlihatkan tiga orang pria di mobil itu.
“Levin?” ujar Thania.
“Mama nyuruh lo ke rumah gue,” ujar pria bernama Levin itu.
“Ntar aja deh sorean gue ke rumah lo Vin,” balas Thania.
“Gak bisa Than, mama nyuruh sekarang,”
“Udah ikut aja ama Levin, lain kali gue bakal nganterin lo pulang,” perintah Dicky.
“Tapi Dicky....”
“Anggap gue masih ada utang nganterin lo pulang,”
Thania akhirnya menurut. Levin tersenyum kepada Dicky. Ingin berterima kasih tapi tak diucapkannya.
“Gue minjem Thania dulu bro,” izin Levin tersenyum.
Dicky mengangguk. Mobil Levin akhirnya berlalu meninggalkan Dicky. Namun bekas genggaman Thania itu bagai tak hilang dari tangannya. Ia menatap tangannya yang digenggam Thania tadi. Dan saat itu juga Dicky kembali meyakinkan hatinya. Bahwa ia tidak akan dan tidak boleh merasakan hal itu.
“Gue gak boleh ngerasain perasaan itu, dan kalau nantinya perasaan itu ada, gue bakal buang,” ~Dicky~
***
Motor kesayangan Dicky saat itu melaju melalui jalanan Jakarta yang padat. Huh dia sangat benci dengan suasana kota ini. Kelamnya masa lalu membuatnya tidak bersahabat dengan kota ini. Kenapa ia harus kembali lagi ke kota metropolitan ini? Fokus Dicky tiba-tiba tertuju kepada seorang gadis yang sepertinya ia kenal sedang berdiri di sebuah halte. Itu adalah Putri. Dickypun menghampiri Putri yang sedang berdiri sendiri di halte itu."Putri?lo ngapain di sini?" tanya Dicky."Loh? Dicky?" tampak Putri terkejut melihat kehadiran Dicky."Gue lagi nungguin bis, tapi gak ada yang berhenti disini," menjawab pertanyaan Dicky.Dicky mencoba melihat sekitar halte tersebut. Dan ternyata halte tersebut tutup karena akan ada perbaikan. Membuat Dicky tersenyum menahan tawanya. Putri heran. Dicky memeri
"Dasar Wanita tak tau diri!!!" teriak seorang lelaki paruh baya menampar wajah Ibu Dicky.Wajah cantik Ibu Dicky ternodai oleh tamparan seorang lelaki paruh baya. Ibu Dicky hanya bisa pasrah mendapatkan tamparan itu sambil menahan rasa sakit di wajah dan hatinya. Tak ada niatan untuk melawan. Karena ia mencintai lelaki itu dengan tulus. Walau lelaki itu sudah membawa seorang gadis muda dan selembar surat cerai."Kamu dengar ya! Aku udah gak cinta lagi sama kamu!" bentak lelaki itu."Tapi aku masih cinta sama kamu, dan sampai kapanpun aku gak akan mau pisah sama kamu," balas Ibu Dicky.Hal itu membuat Ibu Dicky kembali mendapat tamparan. Dicky hanya bisa melihat dari depan pintu kamarnya. Menangis melihat kekejaman lelaki i
Lelaki bernama Ryan itu menghampiri Dicky. Duduk di hadapan Dicky yang sedang memperhatikan makanan yang diberikan oleh Levin tadi."Keren ya lo, baru masuk udah ditaksir Thania," puji Ryan tersenyum menggoda Dicky. Tampak dari tingkahnya, Ryan adalah orang yang mudah akrab."Enggak sampe naksir juga kali yan, orang gue baru kenal," balas Dicky."Lo tau nama gue dari mana? Dari Levin tadi ya,""Bukan, tapi dari cewek lo, kemarin cewek lo khawatir banget ama lo,""Ya maap hhehhe, kan gue sengaja," jawab Ryan cengengesan.Jawaban itu membuat Dicky tak bisa menahan tawanya. Ryan adalah orang yang unik. Di hari kedua d
Dicky dan Putri saat itu sudah berada di jalan untuk pulang. Namun Dicky merasa aneh. Putri tampak khawatir sejak di rumah sakit tadi.Tak juga ada percakapan diantara mereka sejak tadi. Membuat Dicky heran."Putri, lo kenapa sih dari tadi?" tanya Dicky membuka obrolan."Gue boleh minta sesuatu gak ama lo?""Apa?""Boleh gue minta lo untuk gak ikutan genk Ryan? Permusuhan Ryan ama Brayn itu udah mendarah daging, Brayn itu bahaya Dicky, dia itu--""Lo tenang aja, gue bisa jaga diri kok" balas Dicky."Tapi, Brayn itu--""Putri, dengerin ini ya, gue bakal jaga diri kok, kalau nantinya
Malam itu Dicky berada di kamarnya. Memikirkan perasaan yang ia rasakan saat ini. Pertanyaan lagi lagi muncul di hatinya. Apa ia jatuh cinta saat ini. Ibu Dicky yang menyadari hal itu menghampiri Dicky ke kamarnya. Tak biasanya Dicky seperti ini. Biasanya Dicky akan bermain bersama Nisa. Tapi saat ia masuk ke sekolah barunya ini, ia lebih sering sendiri dan mengurung diri di kamarnya. Membuat Ibu Dicky khawatir akan anak sulungnya itu."Boleh mama masuk?" tanya Ibu Dicky di depan pintu kamar Dicky yang terbuka."Masuk aja ma,"Ibu Dicky menghampiri anaknya itu yang sedang seperti memikirkan sesuatu. Ntah apa yang ia pikirkan."Hei, kamu mikirin apa?" tanya Ibu Dicky."Aku gak pikirin apa apa ma," bohong Dicky."Mama tau kamu Dicky, kamu mikirin apa? jujur ama mama!" tegas Ibu Dicky.Dicky tak bisa mengelak lagi. Ia memang sedang memikirkan tentang apa yang ia rasakan saat ini. Ia juga tak mungkin terus-menerus menyimpan petanyaan tent
Setelah mengantarkan Nisa, Dicky akhirnya tiba di sekolahnya. Tujuan Dicky saat itu langsung ke kelasnya. Banyak yang menatap Dicky dengan tatapan kagum saat Dicky berjalan menuju ke kelasnya. Tapi ia tak menghiraukan tatapan itu. Di kelas Dicky mencoba untuk mengirim pesan ke Ryan untuk sekedar menanyakan keberadaan Ryan. Tapi anehnya Ryan hanya membaca pesan tersebut. Membuat Dicky heran. Tak biasanya Ryan hanya membaca pesannya seperti ini. Namun tiba-tiba Ryan sudah berada di dihadapannya dengan seorang lelaki yang sangat ia kenal. Dicky benar=benar terkejut dengan kehadiran laki laki itu."Rey?!" ujar Dicky terkejut."Hai Dicky," sapa Rey."Lo kok bisa disini?" tanya Dicky."Jadi kemarin waktu lo udah balik ama Thania, dokter tib
Siang itu sepulang sekolah Dicky berniat ke sebuah tempat yang dulu sering ia kunjungi saat masih tinggal di Jakarta. Tak tau kenapa ia tiba-tiba ingat akan tempat itu. Ia juga ingin tau apa tempat itu sudah terbengkalai atau tidak. Namun kala itu Dicky kembali menabrak seorang gadis. Huh, ia sangat ceroboh sampai menabrak gadis itu. Dan ternyata ia kembali menabrak Putri. Beruntung kali ini Putri tidak sampai terjatuh. Ayolah, sudah dua kali ia menabrak Putri. Apa ini kebetulan atau pertanda?"Putri sorry, gue gak sengaja," ucap Dicky."Gakpapa, btw ini kali kedua lo nabrak gue, apa sekarang udah jadi hobi?" canda Putri tersenyum.Dicky hanya cengengesan. Tak tau harus membalas apa. Memang juga salahnya. Senyuman Putri itu tak bisa dipungkiri begitu manis bagi Dicky."Lo mau langsung balik?" tanya Putri."Gue ada urusan dulu, kenapa? Mau bareng?" tanya Dicky balik."Boleh, tapi lo selesain urusan lo dulu ya, gue juga gak mau pulang cepet,"
Malam itu Dicky baru saja akan kembali dari tempatnya itu. Setelah mendekorasi tempatnya itu agar terlihat lebih bagus dan nyaman. Putri sudah ia antar pulang siang tadi. Dan juga sudah saatnya ia pulang. Pasti ibu dan adiknya sudah khawatir padanya. Dan benar saja, ibunya sudah menghubunginya berkali-kali. Dickypun mengabari ibunya bahwa ia akan segera pulang. Dicky juga sempat mendapat omelan dari ibunya. Walau Dicky hanya cengengesan mendengar omelan itu.Motor Dicky melaju dengan kecepatan sedang saat itu. Namun tiba-tiba Dicky memberhentikan motornya saat melihat seorang gadis sedang berdiri di pinggir jalan sedang membawa sebuah kantong belanjaan. Gadis itu adalah Thania."Thania? Ngapain disini?" tanya Dicky menghampiri Thania. Ia sedikit terkejut melihat kehadiran Dicky."Eh Di