Share

2

Dicky mencoba memanggil seseorang yang ada di UKS tersebut. Namun sayangnya tidak ada seorangpun di sana. Dengan cepat Dicky mencoba mengambil kotak P3K. Berusaha mengobati pria bernama Ryan ini sebisa mungkin.

"Ryan!" ujar seorang gadis yang tiba tiba masuk ke UKS dan menghampiri Ryan.

Tampak gadis itu sangat khawatir dengan kondisi Ryan. Bahkan gadis itu hampir menangis. Mungkin gadis ini orang terdekatnya Ryan. Atau mungkin pacarnya.

"Kenapa Ryan bisa gini?" tanya gadis itu pada Dicky.

"Tadi dia dikeroyok,"jawab Dicky.

"Brayn brengsek! pasti dia," umpat gadis itu.

"Iya,pelakunya Brayn, ini pacar lo?"

"Iya Ryan pacar gue, makasih udah bantuin Ryan, gue Steffani,"

"Gue Dicky, yaudah sekarang obatin gih,gue mau kekelas dulu," perintah Dicky.

Dicky akhirnya beranjak menuju kelasnya. Di kelas, tak tau kenapa ia menjadi pusat perhatian. Banyak yang menatapnya dengan tatapan kagum. Terutama dikalangan murid perempuan. Namun Dicky tak peduli. Baginya, ia hanya ingin membantu. Bukan untuk pamer.

***

Waktu pulang sekolah tiba. Dicky kembali berinisiatif untuk ke kantin. Ingin mencoba batagor khas kantin yang tadi ia urungkan karena menolong Ryan.

"Ini mas yang nolongin mas Ryan tadi ya?" tebak seorang wanita paruh baya sang penjaga kantin saat Dicky ingin memesan.

"Hhehhe...Iya buk," jawab Dicky tersenyum. Jujur ia tak nyaman saat orang mengungkit-ungkit masalah tadi.

"Mas hebat ya bisa ngehajar Brayn ama teman temannya," puji wanita penjaga kantin itu.

"Biasa aja buk, siapa sih yang gak bisa ngehajar orang kayak mereka,"

"Gak ada yang berani ngelawan mereka mas, kecuali mas ama genknya mas Ryan,"

Perkataan genk membuat Dicky sedikit penasaran. Apakah di sekolah seelite dan semaju ini masih ada yang namanya genk?

"Genk?"

"Iya mas, mas gak tau ya? Di sekolah ini ada tiga genk terkenal mas," jelas wanita penjaga kantin itu.

Wanita penjaga kantin itu mulai menceritakan tentang genk yang ada di JIS. Pertama adalah genk Brayn. Genk pembuat onar yang selalu memalak dan membully murid murid yang lemah. Brayn ditemani oleh dua orang temannya. Zayn dan Jack.

Sedangkan genk Ryan sangat bertolak belakang dengan genk Brayn. Ryanlah yang selalu menghalangi Brayn berbuat onar. Karena Ryan tidak suka melihat yang lemah ditindas. Ryan juga tidak sendiri. Ia juga ditemani oleh dua orang temannya. Rey dan

David. Namun sayang David pindah ke London. Sedangkan Rey dirawat di rumah sakit karena ulah Brayn.

Ada rasa prihatin saat Dicky mendengar kondisi Rey. Pantas saja Ryan sampai nekat melawan Brayn dan dua orang temannya itu.

Wanita penjaga kantin itu kembali melanjutkan tentang genk Levin. Genk yang tidak pernah ikut campur urusan orang lain. Tapi ia akan marah jika orang terdekatnya dan orang yang disukainya diganggu. Levin ditemani oleh Kemal dan Mondi

"Memang siapa orang terdekat Levin di sini buk? Dan siapa cewek yang disukai Levin?" tanya Dicky.

"Yang disukai mas Levin itu kalau gak salah mbak Putri Mas, kalau orang terdekatnya itu ya sepupunya mas, namanya mbak Thania," jawab wanita penjaga kantin itu.

"Putri? Thania?"

"Iya mas, mas kenal?" 

Mendengar dua nama itu, tiba tiba terlintas di pikiran Dicky pertemuannya dengan Putri dan Thania. Senyuman Putri dan tatapan Thania berhasil membuat ia merasakan hal yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Padahal ini baru hari pertama berada di sekolah barunya. Apa Dicky merasakan hal itu? Oh GOD! Jangan sampai. Ia tak ingin kehilangan orang yang ia sayangi lagi. 

"Hai," Thania tiba-tiba datang menghampiri Dicky dan duduk dihadapan Dicky.

"Nah ini mbak Thania mas, sepupu mas Levin itu," jelas wanita penjaga kantin itu.

"Kenapa sih mbok Surti? lagi ngomongin saya ya," ujar Thania yang membuat Dicky mengetahui nama wanita penjaga kantin itu.

"Enggak kok mbak, cuma ceritain tentang mas Levin, kebetulan mbak dateng, jadi mbok jelasin mbak itu sepupunya mas Levin," jelas mbok Surti."Oh iya, mas ganteng ini namanya siapa?" tanya Mbok Surti.

"Nama saya Dicky Mbok,"

"Mas Dicky panggil Mbok Surti aja ya, anak anak yang lain juga mangggil itu," 

Dicky mengganguk tersenyum tanda mengiyakan. Mbok Surti pamit untuk kembali mengurus dapur kantin. Thania kembali menatap Dicky saat itu. Membuat Dicky salah tingkah. 

"Jadi lo sepupunya Levin?" tanya Dicky. Jujur ia sebenarnya tak peduli dengan pria bernama Levin itu. Ia hanya ingin membuka obrolan agar tidak canggung.

"Iya Levin sepupu gue," jawab Thania.

Tak ada percakapan di antara mereka setelah itu. Namun mata Thania tak berpaling sedikitpun menatap Dicky. Membuat Dicky salah tingkah. Ya tuhan bagaimana ia makan dengan tenang kalau posisinya begini.

“Lo abis ini ada acara gak?” tanya Thania.

“Enggak, kenapa?” tanya Dicky balik.

“Anterin gue pulang ya, gue gak nerima penolakan,” minta Thania dengan senyum yang menggemaskan.

Dicky sempat terkejut. Bagaimana mungkin cewek yang baru saja ia kenal ini meminta diantarkan pulang? Namun senyuman Thania yang menggemaskan itu membuat Dicky tak bisa menolak.

Dicky dan langsung beranjak setelah memakan makanannya. Thania tentu saja mengikuti. Namun Dicky terkejut saat tiba-tiba Thania menggenggam tangannya. Membuat jantungnya berdebar kencang. Tak pernah Dicky merasakan hal ini sebelumnya. Tolonglah, jangan lagi Dicky merasakan hal ini.

                  “Haruskah perasaan ini datang lagi? Please, jangan perasaan ini lagi,” ~Dicky~

                  “Genggamannya sehangat genggaman Ariel, Apa ini benar Ariel?” ~Thania~

Sebuah mobil mewah berhenti di hadapan Dicky dan Thania saat mereka berada di pekarangan sekolah. Kaca mobil itu turun seketika. Memperlihatkan tiga orang pria di mobil itu.

“Levin?” ujar Thania.

“Mama nyuruh lo ke rumah gue,” ujar pria bernama Levin itu.

“Ntar aja deh sorean gue ke rumah lo Vin,” balas Thania.

“Gak bisa Than, mama nyuruh sekarang,”

“Udah ikut aja ama Levin, lain kali gue bakal nganterin lo pulang,” perintah Dicky.

“Tapi Dicky....”

“Anggap gue masih ada utang nganterin lo pulang,”

Thania akhirnya menurut. Levin tersenyum kepada Dicky. Ingin berterima kasih tapi tak diucapkannya.

“Gue minjem Thania dulu bro,” izin Levin tersenyum.

Dicky mengangguk. Mobil Levin akhirnya berlalu meninggalkan Dicky. Namun bekas genggaman Thania itu bagai tak hilang dari tangannya. Ia menatap tangannya yang digenggam Thania tadi. Dan saat itu juga Dicky kembali meyakinkan hatinya. Bahwa ia tidak akan dan tidak boleh merasakan hal itu.

                     “Gue gak boleh ngerasain perasaan itu, dan kalau nantinya perasaan itu ada,                          gue bakal buang,” ~Dicky~

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status