"Dasar Wanita tak tau diri!!!" teriak seorang lelaki paruh baya menampar wajah Ibu Dicky.
Wajah cantik Ibu Dicky ternodai oleh tamparan seorang lelaki paruh baya. Ibu Dicky hanya bisa pasrah mendapatkan tamparan itu sambil menahan rasa sakit di wajah dan hatinya. Tak ada niatan untuk melawan. Karena ia mencintai lelaki itu dengan tulus. Walau lelaki itu sudah membawa seorang gadis muda dan selembar surat cerai.
"Kamu dengar ya! Aku udah gak cinta lagi sama kamu!" bentak lelaki itu.
"Tapi aku masih cinta sama kamu, dan sampai kapanpun aku gak akan mau pisah sama kamu," balas Ibu Dicky.
Hal itu membuat Ibu Dicky kembali mendapat tamparan. Dicky hanya bisa melihat dari depan pintu kamarnya. Menangis melihat kekejaman lelaki itu pada ibunya. Lelaki yang dulu sangat dibanggakan oleh Dicky. Namun rasa bangga itu berubah seketika menjadi rasa benci. Dicky sudah tak tahan melihat kekerasan yang sudah menimpa ibunya. Dengan cepat Dicky menghampiri dan menahan tangan lelaki itu yang hendak kembali menampar ibunya.
"Apa apaan kamu Dicky? Lepasin tangan papa!" Tegas lelaki itu.
Ya, laki laki paruh baya itu adalah ayah Dicky. orang yang sangat ia benci selama ini. Juga orang yang membuat Dicky tidak mempercayai cinta.
"Papa boleh tidak mencintai mama lagi, tapi papa gak berhak menampar mama!" teriak Dicky.
Kali ini Dicky mendapatkan tamparan dari ayahnya itu. Sakit, tapi tidak sesakit hatinya melihat ibunya yang menangis. Kenapa harus ibunya yang merasakan sakit seperti ini?
"Berani kamu melawan papa?!"
"Aku bukan melawan papa, tapi aku melawan sifat papa yang sudah keterlaluan ke mama," tegas Dicky."Sekarang papa keluar dari sini, jangan pernah ganggu aku,Nisa sama mama lagi!"
"Denger ya--"
"Keluar!!!!"
Ayah Dicky terdiam melihat kemarahan anaknya dan akhirnya keluar dari rumah itu. Namun Ibu Dicky tetap memohon agar lelaki yang sudah menyakitinya itu tidak pergi meninggalkannya. Dicky heran apa yang membuat ibunya seperti ini. Dan alasan yang diberikan ibu Dicky hanya satu, yaitu cinta.
Ibu Dicky tetap berusaha untuk menahan Ayah Dicky. Namun usahanya sia-sia. Lelaki itu tetap pergi meninggalkannya. Ibu Dicky saat itu hanya bisa terduduk lemas menatapi kepergian orang yang dicintainya itu. "Aku mencintaimu mas," ucapnya. Suara ibu Dicky semakin lama semakin terdengar lemas dan akhirnya tidak sadarkan diri.
"Ma! Ma bangun ma! Ma! Mama!!!!"
"Huh!....Huh!" bangun Dicky dari mimpinya.
***
Pagi itu Dicky sudah tiba di sekolahnya. Hal yang sama seperti kemarin mungkin akan dirasakan kembali oleh Dicky. Ia duduk disebuah sudut kantin sambil menikmati batagor mbok Surti. Memikirkan mimpi yang ia alami semalam. Apa arti dari mimpinya itu? Dan mengapa ia memimpikan masa lalu itu?
Suara hentakan meja tiba-tiba membuyarkan lamunan Dicky. Tiga orang pria yang ia hajar semalam menghampirinya. Siapa lagi kalau bukan Brayn dan teman-temannya. Sepertinya Brayn tidak terima kekelahannya semalam.
"Mau apa lagi lo?" tanya Dicky santai.
"Gue mau balas yang kemarin," jawab Brayn.
"Sorry gue gak tertarik,"
"Jadi lo takut?" tanya teman Brayn bernama Jack meremehkan.
"Gue gak takut, lagian gue percuma ngadepin kalian yang kayak banci,mainnya keroyokan,"Jawab Dicky sinis.
Jawaban Dicky itu membuat Brayn emosi dan mengangkat kerah baju Dicky. Membuat Dicky tersenyum puas.
"Beraninya lo ngatain gue banci, hah!" bentak Brayn.
"Kalau gitu jangan keroyokan, satu lawan satu donk," ujar seorang pria tiba-tiba.
Dari bekas luka di wajahnya, Dicky sudah bisa menebak siapa pria itu. Siapa lagi kalau bukan Ryan. Tangan Brayn yang masih berada di kerah baju Dicky dilepas paksa oleh Ryan. Dan Brayn juga dihadiahi tatapan sinis oleh Ryan.
"Mau apa lagi lo? Belum cukup udah babak belur kemarin?" tanya Brayn.
"Belum donk, segitu doang biasa bagi gue, urusan kita belum selesai, jangan bawa-bawa anak baru ini, dia gak ada urusan sama permusuhan kita," tegas Ryan.
"Kalau begitu gue tentuin aja, si pecundang ini masuk ke genk cupu lo itu, jadi waktu Rey sehat nanti kita duel tiga lawan tiga," ujar Brayn menunjuk Dicky.
Dicky tampak tak tertarik. Ia hanya ingin sekolah dengan tenang disini. Ryan yang manyadari hal itu paham karena mungkin Dicky tak ingin mencari masalah di hari-hari pertama sekolahnya.
"Lo nyari masalah mulu Brayn," ujar seorang pria lagi tiba-tiba.
Pria itu adalah Levin. Pria yang menjemput Thania kemarin. Ia datang bersama dua temannya. Kemal dan Mondi. Brayn keliatan kesal melihat kedatangan Levin. Aksinya untuk bertengkar dengan Ryan dan Dicky gagal.
"Levin terkenal tidak suka ikut campur urusan orang, apa sekarang Levin mau terkenal suka mencampuri urusan orang?" sindir Brayn.
"Eh Brayn, Levin gak mau campuri urusan lo, dia cuma mau ngasih titipan ke anak baru ini," jelas Kemal menunjuk Dicky.
"Mendingan lo pergi deh, gue cuma mau ngomong ama Dicky," usir Levin.
Tiga genk terkenal di JIS tiba-tiba berkumpul. Suatu hal yang tidak biasa dilihat oleh seluruh siswa JIS. Dan itu semua disebabkan oleh Dicky. Waw!
"Oh,lo sekarang berpihak ke cupu ini?" tanya Brayn pada Levin.
"Gue gak berpihak ke siapa-siapa, gue cuma mau ngomong ke Dicky, sekarang lo pergi deh," usir Levin kembali.
"Oke gue pergi, lo boleh mihak ke si cupu ama genknya ini, tapi ingat lo bakal benci ke cupu ini,"tegas Brayn mengingatkan sambil menunjuk Dicky.
Brayn akhirnya pergi. Dicky kembali duduk untuk menikmati makanannya yang tak sempat ia makan. Levin menghampiri Dicky. Memberikan sebuah kotak berisi makanan.
"Buat lo dari Thania,"ujar Levin.
"Buat gue?" tanya Dicky.
"Iya,ini nasi goreng, Thania yang buat, dia nyuruh gue kasih ini buat lo,"
"Tapi kan gue lagi makan ini,"
"Lo bisa makan ini nanti, ambil aja, gue males dengerin Thania ngomel kalau lo gak nerima ini,"
"Oke gue terima,"
"Satu lagi, saran gue ke lo, Masuk aja ke genk Ryan, Mereka lagi butuh leader," ujar Levin sebelum beranjak dari meja Dicky.
Perkataan Levin membuat Dicky sedikit berfikir. Ryan mungkin orang yang baik. Walau ia baru kenal dengan pria ini.Tapi jikalau ia bergabung, ia akan masuk ke dalam permusuhan antara genk Ryan dan genk Brayn semakin dalam. Walau sebenarnya Brayn juga sudah membenci Dicky. Huh...Mungkin seharusnya ia tak memikirkan itu saat ini.
"Apa mungkin gue masuk aja ya ke genk Ryan? ~Dicky~
***
Siang itu Dicky terheran karena melihat sebuah mobil terpakir di halaman rumah miliknya. Bukan mobil milik ibunya. Siapa yang bertamu ke rumahnya? Mobil yang dilihatnya itu seperti tak asing bagi Dicky. Barulah Dicky tau sang pemilik mobil saat ia melihat plat mobil tersebut. Memori kelam yang selama ini mati-matian di hapus oleh Dicky tiba-tiba kembali. Dengan cepat Dicky masuk ke dalam rumahnya. Berharap bukan orang yang sangat dibencinya itu yang sedang bertamu ke rumahnya.Dan benar ternyata. Orang itu yang sedang bertamu ke rumah Dicky. Memory-memory kelam itu kembali menghampirinya. Dicky terdiam di tempatnya saat melihat orang itu. Rasa benci, sakit, dan trauma bercampur aduk di dalam hatinya. Bahkan Dicky sudah sampai di tahap phobia pada orang yang dilihatnya itu. Ia tak bisa berkata-kata. Orang itu menatap Dicky dengan tatapan berbinar. Tak menyangka anaknya sudah besar dan tampan."Dicky, ini papa nak, kamu sudah besar sekarang, maafin papa selam
Malam itu Dicky sedang berada di dalam kamarnya. Ia tak berniat keluar dari kamarnya. Karena jika ia keluar dari kamarnya, ibunya pasti akan menceramahinya di karenakan sifatnya siang tadi. Memang ia akui, sifatnya tadi sangat kekanak-kanakan. Namun sekali lagi ia memiliki alasan melakukan hal itu. Yang ia lakukan dari tadi hanya memainkan handphone miliknya. Membuka sosial medial miliknya. Huh, sangat membosankan. Namun ceramah dari ibunya akan lebih membosankan jika ia keluar dari kamarnya.Ibu Dicky tiba tiba datang menghampiri Dicky. Tampak wajah ibu Dicky kesal kala itu. Tentunya Dicky tau alasan kekesalan ibunya. Huh, Dicky hanya perlu mengumpulkan kesabaran untuk menghadapi ceramah dari ibunya saat ini."Kenapa ma?" tanya Dicky."Ikut mama, mama perlu ngomong sama kamu," perintah ibu Dicky.Dicky hanya menurut. Dengan malas, ia mengikuti langkah ibunya menuju ruangan TV. Di sana, Ibu Dicky memerintahkan anaknya itu untuk duduk di
Siang itu sepulang sekolah, Dicky mendapatkan panggilan dari ibunya. Ibu Dicky memerintahkan anaknya itu menemaninya ke mall untuk berbelanja dan makan siang bersama. Dicky hanya menuruti permintaan ibunya itu. Karena mungkin ia juga sudah lama tidak menikmati waktu bersama dengan ibunya. Ia pun bersiap-siap untuk segera beranjak dari sekolahnya. Namun tiba-tiba sebuah suara memanggil namanya."Kak,""Oh, Tasya, ada apa?""Kak, kakak mau kemana?" tanya Tasya."Ada janji ama nyokap, kamu mau ikut?" ajak Dicky."Emang boleh? Kalau boleh ayo,"Anggukan Dicky kala itu membuat senyuman Tasya mengembang. Mereka berduapun beranjak dari sekolah mereka. Tak lupa Dicky mengabari ibunya bahwa ia akan membawa salah satu temannya. Ibu Dicky mengiyakan. Karena ia tau anaknya tidak suka jika dikira orang-orang berpacaran dengan ibunya sendiri. Memang, setiap Dicky berjalan berdua bersama ibunya, orang-orang yang melihat pasti mengir
Pagi itu Dicky sudah bersiap untuk bersekolah. Ia mendapati ibunya sedang memasak makanan yang akan ia santap pagi itu. Dicky kembali mendapati handphone milik ibunya di meja makan. Membuat ia penasaran dan ingin kembali memeriksa handphone milik ibunya. Dicky masih penasaran dengan orang yang di save ibunya itu dengan tulisan mas. Dan benar saja. Ada sebuah pesan belum terbaca oleh orang yang sama di handphone milik ibunya."Tolong jaga dia untukku, aku belum siap untuk bertemu langsung dengannya,"Jaga? Siapa yang harus dijaga oleh ibunya? Dan bertemu dengan siapa? Permintaan orang ini sangat aneh. Namun dengan cepat Dicky meletakkan kembali handphone milik ibunya. Karena ia pasti akan kena omel jika ketauan mengecek handphone milik ibunya tanpa izin."Dicky, selamat pagi, kamu udah siap? Kebetulan mama baru selesai masak nasi goreng, ayo sarapan dulu," ajak ibu Dicky."Iya ma, selamat pagi," balas Dicky.Dickypun mulai memak
Motor Dicky akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang sangat dikenal oleh Dicky. Ia berharap tidak akan bertemu dengan Putri saat ini. Pikirannya sudah kacau saat di mall tadi. Namun harapan Dicky itu tidak terjadi. Saat ia melihat Putri sedang berdiri depan rumah miliknya. Dengan cepat Dicky memalingkan wajahnya. Tasya dapat memahami keadaan yang sedang terjadi kala itu."Kak maaf, karena aku kakak--""Gakpapa Tasya, kakak yang seharusnya minta maaf karena udah nangis di hadapan kamu, maaf ya," timpal Dicky.Dicky tersenyum pada Tasya. Mencoba membuktikan bahwa ia baik-baik saja. Namun Tasya sekali lagi tau, bahwa Dicky sedang tidak baik-baik saja. Dicky memang bisa menutupi kesedihannya."Tasya," panggil Putri.Tasya menoleh pada Putri. Memberikan Tasya kode agar Tasya masuk ke dalam rumah. Tasyapun menurut dan akhirnya pamit kepada Dicky. Hanya tersisa Dicky dan Putri berdua kala itu. Namun sedikitpun Dicky tak mau menatap P
Dicky dan Tasya saat itu masih berada di restoran. Dicky yang awalnya berniat untuk pulang dari tadi malah menunda untuk pulang karena keasyikan mengobrol dengan Tasya. Dicky akui, Tasya adalah orang yang cerewet. Sangat berbeda dengan Putri kakaknya. Ia banyak bercerita tentang pengalaman-pengalamannya selama di Singapura. Tak terasa, sudah satu jam mereka berada di sana. Namun tiba-tiba Tasya meminta sebuah permintaan yang tak pernah disangka Dicky sebelumnya."Kak, boleh gak kalau kita ke makam Nisa adik kakak itu? Aku mau kenalan sama dia" minta Tasya.Dicky awalnya tampak bingung. Namun Tasya sedikit memaksa dan Dicky akhirnya mengizinkan. Merekapun beranjak dari restoran itu menuju ke makan Nisa. Setibanya di makam Nisa, kesedihan kembali menghampiri Dicky. Ia kembali teringat senyuman dan tingkah-tingkah Nisa yang menggemaskan. Tuhan, apa waktu bisa diputar agar ia bisa melepaskan semua kerinduannya pada Nisa? Tasya melihat kesedihan Dicky dan menguatkan Dicky.&