Lelaki bernama Ryan itu menghampiri Dicky. Duduk di hadapan Dicky yang sedang memperhatikan makanan yang diberikan oleh Levin tadi.
"Keren ya lo, baru masuk udah ditaksir Thania," puji Ryan tersenyum menggoda Dicky. Tampak dari tingkahnya, Ryan adalah orang yang mudah akrab.
"Enggak sampe naksir juga kali yan, orang gue baru kenal," balas Dicky.
"Lo tau nama gue dari mana? Dari Levin tadi ya,"
"Bukan, tapi dari cewek lo, kemarin cewek lo khawatir banget ama lo,"
"Ya maap hhehhe, kan gue sengaja," jawab Ryan cengengesan.
Jawaban itu membuat Dicky tak bisa menahan tawanya. Ryan adalah orang yang unik. Di hari kedua di sekolah barunya ini, Dicky mendapatkan seorang teman yang sangat unik. Dicky tak henti-hentinya tersenyum mendengar lelucon Ryan. Tingkah Ryan juga tak bisa membuat Dicky berhenti tertawa.
"Tapi ini bener Dicky, lo keren deh, ampe dibuatin makanan lo ama Thania," Puji Ryan kembali.
"Udah ah, berlebihan lo, makanan doang, emang kenapa sih ama Thania? Orang dia cewek biasa kok, lo naksir ama dia?"
"Eh Dicky, gini ya gue jelasin, di sekolah ini ada dua primadona, Putri dan Thania, banyak cowok yang ngejar ngejar mereka, dan lo termasuk cowok yang beruntung, Thania kayaknya suka ama lo," jelas Ryan.
"Masa sih? Gak mungkin ah, ngaco lu,"
"Dia gak bakal bela belain buatin lo makanan ini kalau enggak suka sama lo Dicky."
"Gak mungkin Ryan,"
"Sekarang gini aja, gue nanya ama lo, kalau misalnya dua primadona JIS suka ama lo, lo bakal milih siapa?" tanya Ryan.
"Gue gak bakal milih siapa siapa, karena gue gak percaya ama cinta," jawab Dicky.
"Kenapa?"
"Gue gak mau kehilangan orang yang gue sayang lagi,"
"Maksud lo?"
Dicky menceritakan mimpi yang ia alami tadi. Masa lalu yang tidak pernah ia lupakan dan membuat ia tidak mempercayai cinta. Masa lalu yang terjadi dua tahun yang lalu. Tak tau kenapa Dicky merasa percaya pada Ryan. Air mata Dicky mengalir saat menceritakan masa lalunya.
"Lo tau? nyokap gue ampe frustasi karena kepergian bokap gue yan, gue juga gak ngerti ama nyokap gue waktu itu, kenapa nyokap ampe segitunya pertahanin bokap, alasannya cuma satu yan, CINTA, tiga bulan nyokap gue di rawat karena frustasinya,"jelas Dicky.
"Apa nyokap lo sembuh?"
"iya, gue beruntung nyokap gue masih bisa sembuh, Dan gue gak bakal biarin itu terjadi lagi, walau ampe sekarang nyokap gue masih cinta ama bokap gue, tapi paling enggak, gue, Nisa ama nyokap gue udah bahagia walau gak ada sosok ayah,"
"Nisa adek lo?" tanya Ryan
"Iya dia adek gue,umurnya 5 tahun sekarang,"
"Gue gak bisa maksa lo buat jatuh cinta Dicky, tapi gue yakin, cepat atau lambat lo bakal percaya ama cinta," ujar Ryan.
Ada rasa khawatir saat Dicky mendengar perkataan Ryan. Karena saat ini mungkin Dicky sudah mulai jatuh cinta. Walau raga Dicky menolak, hati Dicky tak bisa menolak. Tapi tetap saja ia takut kehilangan orang yang ia sayangi lagi seperti saat ia kehilangan ayahnya.
"Ntar pulang sekolah lo ada acara gak?" tanya Ryan.
"Enggak kayaknya, kenapa?"
"Ikut gue yuk, gue mau ke rumah sakit jenguk temen gue, namanya Rey," ajak Ryan.
"Boleh, kalau gitu, pulang sekolah kita ketemu di parkiran,"
"Oke siap,"
Ryan akhirnya pamit menuju kelasnya. Pikiran tentang mimpi itu kembali menghampiri Dicky, Dan perkataan Ryan itu juga masih berada di pikiran Dicky. Apa ini saatnya Dicky mempercayai cinta?
***
Waktu pulang sekolah tiba. Dicky saat itu sudah menunggu Ryan di parkiran. Tak lama, Ryan akhirnya menghampiri Dicky bersama Steffani.
"Hai Dicky," sapa Steffani.
"Hai Fani," Balas Dicky.
"Udah siap?" tanya Ryan.
Dicky menggangguk. Namun tiba-tiba Putri datang menghampiri Dicky.
"Putri? Kenapa?" tanya Dicky.
"Lo mau kemana?"
"Gue mau ke rumah sakit ama Ryan,"
"Gue boleh nebeng gak? Gakpapa deh ke rumah sakit dulu," minta Putri.
Dicky sedikit berpikir. Bukan karena ia tak ingin membantu, tapi ia tak ingin perasaan itu datang lagi menghampirinya. Namun Ryan sedikit memberi kode kepada Dicky agar mengiyakan permintaan Putri. Dickypun akhirnya menyetujui.
"Gak pulang naik bus lagi?" tanya Dicky pada Putri saat dijalan.
"Haltenya jauh, makanya gue nebeng," jawab Putri.
"Dari pada berdiri lama di halte bis yang tutup,"Goda Dicky mencandai Putri.
"Ih, jangan bahas yang kemarin itu, gue malu," ujar Putri kesal mencubit Dicky.
Dicky hanya tertawa. Wajah Putri memerah seperti tomat saat malu. Lucu dan manis. Dicky tak bisa lagi mengelak rasa kagumnya pada Putri. Ryan saat tiba-tiba mengencangkan laju motornya. Membuat Dicky mau tak mau mengikuti Ryan untuk mengencangkan laju motornya. Putri tentunya refleks memeluk Dicky karena takut jatuh dari motor Dicky.
"Sorry gue ngebut, lo pegangan ya, Ryan ngebut soalnya," ujar Dicky.
Putri mengangguk. Perasaan itu kembali datang. Namun Dicky tak bisa menolak kali ini. Ia benar-benar nyaman. Tak tau apa yang mempengaruhinya saat itu. Intinya saat itu ia tak ingin menyangkal perasaannya.
***
Mereka akhrinya tiba di rumah sakit yang berada di kawasan Pondok Indah. Dicky mengikuti Ryan dan Steffani. Tentunya Putri juga mengekor. Ruang inap teman Ryan itu berada di lantai tiga.
Mereka akhirnya tiba di ruang inap yang dituju. Di ruang inap tersebut terdapat seorang pria sedang terbaring lemah dengan seorang gadis yang sedang tertidur dengan menggenggam tangan pria itu. Ryan membangunkan perempuan itu. Kala melihat Ryan, perempuan itu langsung memeluk Ryan dan menangis di pelukannya.
"Kak, Rey masih belum sadar kak," ujar gadis itu menangis.
"Iya kakak tau, tapi kamu tenang aja, Rey kuat kok, Rey pasti sadar," balas Ryan menguatkan gadis itu.
Ryan memeluk gadis itu dengan kasih sayang. Dari percakapan yang Dicky dengar, Ryan adalah kakak dari gadis itu. Ada rasa prihatin saat itu di hati Dicky.
“Oh iya, ini Dicky, anak baru di sekolah kita, Dicky ini Vanessa, adek gue,” ujar Ryan.
“Vanessa,”
“Dicky,”
“Hai Putri,”Sapa Vanessa pada Putri.
“ Hai Nes,” Balas Putri.
“Ini sahabat gue, Namanya Rey, Dulu kita bertiga ama David, tapi David ninggalin kita ke London, kami akhirnya cuma berdua, Brayn ama temen-temennya itu musuh kami, kami paling gak suka kalau dia buat onar Dicky, bukan karena kami suka ikut campur urusan orang, tapi kami gak mau yang lemah ditindas,” jelas Ryan.
“Terus Rey kenapa bisa gini?”
“Ini semua salah gue, andai aja gue ngikutin kemauan Rey untuk nunggu di kelas,” sesal Vanessa kembali menangis.
“Rey waktu itu mau jemput Vanessa ke kelasnya, Rey nyuruh Vanessa nunggu di kelas, tapi waktu itu Vanessa gak ngebaca pesan dari Rey, akhirnya Vanessa nunggu di parkiran, pas banget disana ada Brayn ama teman-temannya, Brayn ngegangguin Vanessa, Rey yang ngeliat itu mana ngebiarin, akhirnya Rey ngelawan mereka bertiga sendirian, Brayn waktu itu bawa senjata tajam dan mengenai perut Rey,dan sampai sekarang Rey belum sadar juga, dia masih koma,”Jelas Ryan kembali.
“Ini semua salah aku kak,” sesal Vanessa kembali.
“Ssst....Ini bukan salah kamu oke, ini salah Brayn,” ujar Ryan kembali menguatkan Vanessa“ Vanessa gak mau sekolah sejak Rey koma, dia bakal nungguin Rey sadar dan sembuh, baru dia bakal mau sekolah,” jelas Ryan.
Rasa prihatin di hati Dicky semakin membesar. Alasan Ryan dan Rey melawan Brayn karena kebaikan. Bukan semata-mata mencari musuh. Lagi pula Brayn benar-benar sudah melewati batas.
“Ryan, gue emang baru masuk ke JIS, jujur gue ngerasa prihatin ama kalian terutama ama lo, lo berjuang demi kebaikan, Brayn juga gak bisa dibiarin gitu aja, gue bakal masuk ke genk lo,” ujar Dicky.
Ada rasa terkejut bercampur senang saat itu di hati Ryan. Bahkan Putri, Steffani dan Vanessa juga ikut terkejut.
“Lo serius Dicky?” tanya Ryan meyakinkan.
“Iya, jadi gimana? Gue diterima?”
“Gue terima donk, masa gue tolak sih,” jawab Ryan memeluk Dicky.
Ryan saat itu benar-benar senang dengan kehadiran Dicky di dalam genknya. Steffani dan Vanessa juga ikut senang saat itu. Namun anehnya Putri seperti khawatir mendengar keputusan Dicky.
“Putri? Lo kenapa?” tanya Dicky.
“Gue gakpapa kok,”jawabnya.
Kebahagiaan mereka bertambah saat tangan Rey tiba-tiba bergerak. Mata Rey juga terbuka secara perlahan. Rey sadar! Vanessa tentu saja langsung memeluknya. Tangis kebahagiaan Vanessa pecah saat itu.
“Lo sadar Rey,” ujar Ryan bahagia.
“Iya gue sadar Yan,” Balas Rey.
“Oh iya ini anggota baru kita, namanya Dicky,”
“Gue Dicky,”
“Welcome Dicky,” ucap Rey pada Dicky tersenyum.
Dicky bagaikan nasib baik untuk Rey dan Ryan. Dan inilah dua orang sahabat baru Dicky. Ia akan melindungi dua sahabat barunya ini apapun yang terjadi.
***
Siang itu Dicky terheran karena melihat sebuah mobil terpakir di halaman rumah miliknya. Bukan mobil milik ibunya. Siapa yang bertamu ke rumahnya? Mobil yang dilihatnya itu seperti tak asing bagi Dicky. Barulah Dicky tau sang pemilik mobil saat ia melihat plat mobil tersebut. Memori kelam yang selama ini mati-matian di hapus oleh Dicky tiba-tiba kembali. Dengan cepat Dicky masuk ke dalam rumahnya. Berharap bukan orang yang sangat dibencinya itu yang sedang bertamu ke rumahnya.Dan benar ternyata. Orang itu yang sedang bertamu ke rumah Dicky. Memory-memory kelam itu kembali menghampirinya. Dicky terdiam di tempatnya saat melihat orang itu. Rasa benci, sakit, dan trauma bercampur aduk di dalam hatinya. Bahkan Dicky sudah sampai di tahap phobia pada orang yang dilihatnya itu. Ia tak bisa berkata-kata. Orang itu menatap Dicky dengan tatapan berbinar. Tak menyangka anaknya sudah besar dan tampan."Dicky, ini papa nak, kamu sudah besar sekarang, maafin papa selam
Malam itu Dicky sedang berada di dalam kamarnya. Ia tak berniat keluar dari kamarnya. Karena jika ia keluar dari kamarnya, ibunya pasti akan menceramahinya di karenakan sifatnya siang tadi. Memang ia akui, sifatnya tadi sangat kekanak-kanakan. Namun sekali lagi ia memiliki alasan melakukan hal itu. Yang ia lakukan dari tadi hanya memainkan handphone miliknya. Membuka sosial medial miliknya. Huh, sangat membosankan. Namun ceramah dari ibunya akan lebih membosankan jika ia keluar dari kamarnya.Ibu Dicky tiba tiba datang menghampiri Dicky. Tampak wajah ibu Dicky kesal kala itu. Tentunya Dicky tau alasan kekesalan ibunya. Huh, Dicky hanya perlu mengumpulkan kesabaran untuk menghadapi ceramah dari ibunya saat ini."Kenapa ma?" tanya Dicky."Ikut mama, mama perlu ngomong sama kamu," perintah ibu Dicky.Dicky hanya menurut. Dengan malas, ia mengikuti langkah ibunya menuju ruangan TV. Di sana, Ibu Dicky memerintahkan anaknya itu untuk duduk di
Siang itu sepulang sekolah, Dicky mendapatkan panggilan dari ibunya. Ibu Dicky memerintahkan anaknya itu menemaninya ke mall untuk berbelanja dan makan siang bersama. Dicky hanya menuruti permintaan ibunya itu. Karena mungkin ia juga sudah lama tidak menikmati waktu bersama dengan ibunya. Ia pun bersiap-siap untuk segera beranjak dari sekolahnya. Namun tiba-tiba sebuah suara memanggil namanya."Kak,""Oh, Tasya, ada apa?""Kak, kakak mau kemana?" tanya Tasya."Ada janji ama nyokap, kamu mau ikut?" ajak Dicky."Emang boleh? Kalau boleh ayo,"Anggukan Dicky kala itu membuat senyuman Tasya mengembang. Mereka berduapun beranjak dari sekolah mereka. Tak lupa Dicky mengabari ibunya bahwa ia akan membawa salah satu temannya. Ibu Dicky mengiyakan. Karena ia tau anaknya tidak suka jika dikira orang-orang berpacaran dengan ibunya sendiri. Memang, setiap Dicky berjalan berdua bersama ibunya, orang-orang yang melihat pasti mengir
Pagi itu Dicky sudah bersiap untuk bersekolah. Ia mendapati ibunya sedang memasak makanan yang akan ia santap pagi itu. Dicky kembali mendapati handphone milik ibunya di meja makan. Membuat ia penasaran dan ingin kembali memeriksa handphone milik ibunya. Dicky masih penasaran dengan orang yang di save ibunya itu dengan tulisan mas. Dan benar saja. Ada sebuah pesan belum terbaca oleh orang yang sama di handphone milik ibunya."Tolong jaga dia untukku, aku belum siap untuk bertemu langsung dengannya,"Jaga? Siapa yang harus dijaga oleh ibunya? Dan bertemu dengan siapa? Permintaan orang ini sangat aneh. Namun dengan cepat Dicky meletakkan kembali handphone milik ibunya. Karena ia pasti akan kena omel jika ketauan mengecek handphone milik ibunya tanpa izin."Dicky, selamat pagi, kamu udah siap? Kebetulan mama baru selesai masak nasi goreng, ayo sarapan dulu," ajak ibu Dicky."Iya ma, selamat pagi," balas Dicky.Dickypun mulai memak
Motor Dicky akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang sangat dikenal oleh Dicky. Ia berharap tidak akan bertemu dengan Putri saat ini. Pikirannya sudah kacau saat di mall tadi. Namun harapan Dicky itu tidak terjadi. Saat ia melihat Putri sedang berdiri depan rumah miliknya. Dengan cepat Dicky memalingkan wajahnya. Tasya dapat memahami keadaan yang sedang terjadi kala itu."Kak maaf, karena aku kakak--""Gakpapa Tasya, kakak yang seharusnya minta maaf karena udah nangis di hadapan kamu, maaf ya," timpal Dicky.Dicky tersenyum pada Tasya. Mencoba membuktikan bahwa ia baik-baik saja. Namun Tasya sekali lagi tau, bahwa Dicky sedang tidak baik-baik saja. Dicky memang bisa menutupi kesedihannya."Tasya," panggil Putri.Tasya menoleh pada Putri. Memberikan Tasya kode agar Tasya masuk ke dalam rumah. Tasyapun menurut dan akhirnya pamit kepada Dicky. Hanya tersisa Dicky dan Putri berdua kala itu. Namun sedikitpun Dicky tak mau menatap P
Dicky dan Tasya saat itu masih berada di restoran. Dicky yang awalnya berniat untuk pulang dari tadi malah menunda untuk pulang karena keasyikan mengobrol dengan Tasya. Dicky akui, Tasya adalah orang yang cerewet. Sangat berbeda dengan Putri kakaknya. Ia banyak bercerita tentang pengalaman-pengalamannya selama di Singapura. Tak terasa, sudah satu jam mereka berada di sana. Namun tiba-tiba Tasya meminta sebuah permintaan yang tak pernah disangka Dicky sebelumnya."Kak, boleh gak kalau kita ke makam Nisa adik kakak itu? Aku mau kenalan sama dia" minta Tasya.Dicky awalnya tampak bingung. Namun Tasya sedikit memaksa dan Dicky akhirnya mengizinkan. Merekapun beranjak dari restoran itu menuju ke makan Nisa. Setibanya di makam Nisa, kesedihan kembali menghampiri Dicky. Ia kembali teringat senyuman dan tingkah-tingkah Nisa yang menggemaskan. Tuhan, apa waktu bisa diputar agar ia bisa melepaskan semua kerinduannya pada Nisa? Tasya melihat kesedihan Dicky dan menguatkan Dicky.&