Riana merasa soto yang dia makan sangat enak, ia bahkan menghabiskan kuahnya sampai tidak tersisa. Setelah menyantapnya sampai habis, dia bersendawa karena merasa kenyang.
“Alhamdulillah, enak sekali,” Riana mengucapkan rasa syukur.Riana mulai berpikir makan malam nanti apa, ia tidak mungkin menyuguhkan telur dadar kepada suami atau mertuanya. Tetapi, seketika dia teringat kalau uang kembalian soto tadi masih banyak, Riana akan mengatakan kalau ingin membeli lauk makan malam dengan uang ini. Karena kalau tidak, nanti malah dibilang lancang oleh mertuanya.“Ibu!” Riana memanggil mertuanya dengan suara nyaring di depan pintu.“Em,” Mayang menyahut dengan bergumam, ia malas menjawab karena sedang telponan dengan seseorang.“Aku pakai uang Ibu ini ya, bua beli lauk dan sayur untuk makan malam nanti,” kata Riana.“Iya,”Mayang padahal tidak mendengarnya dengan jelas, ia hanya sekedar menjawab ‘iya’ saja. Karena tidak mau mendengar ocehan Riana lagi.Sedangkan Riana, ia bersorak riang lantaran mendapatkan uang belanja sebesar 35ribu. Dia selalu mendapatkan uang 20ribu sehari, walau beras dan segala macam bumbu dapur terpenuhi. Tetap saja mana cukup uang 20ribu itu untuk tiga kali makan.Riana bergegas menuju ke warung berada tidak jauh dari rumah, hanya beberapa meter saja sudah sampai di sana. Warung yang ia datangi menjual sangat lengkap, segala macam ada di sana.“Bu, beli lauknya setengah, kangkung dan tempenya, ya!” Riana berucap saat sudah sampai di warung.“Tumben, Riana, beli lauk dan sayur?” Ibu Juleha pemilik warung bertanya lantaran penasaran.“Iya, Bu, mumpung ada uang lebih,” jawab Riana.“Padahal suamimu loh seorang manajer, masa iya istrinya makan telur saja tiap hari nanti bisulan loh,”Bukan maksud ibu Juleha mengatakan hal yang menyakitkan, hanya saja dia kasihan dengan Riana. Wanita muda itu terlihat kurus, bahkan wajahnya terlihat lesu, makanya ia mencoba beberapa kali menasihati wanita malang yang berada di hadapannya ini.“Mungkin uangnya terpakai, Bu,” bela Riana.“Tapi, mertuamu selalu pergi jalan setiap hari loh, Riana. Bukan maksud Ibu buruk, hanya saja Kamu masih muda, Kamu bisa mendapatkan hidup yang lebih layak. Mumpung belum terlambat, nanti menyesal dikemudian hari.” Ibu Juleha mengelus pundak Riana pelan, ia berusaha menasehati wanita itu.Riana diam, ia merasa ada benarnya perkataan ibu yang berada di depannya ini. Tetapi, ia memilih menyangkal semuanya di dalam pikiran, dia masih mencintai Reynald dan percaya bahwa suatu hari suaminya akan berubah.“Ambilkan saja yang Aku minta tadi, Bu,” pinta Riana lembut.Ibu Juleha menghela napas panjang, ia tahu kalau Riana tidak akan mendengarkan apa yang dia katakan. Hanya saja, perasaan kasihan setiap kali melihat wanita itu, membuatnya menjadi tidak tega.“Maafkan perkataan Ibu tadi, ya. Ibu hanya mengkhawatirkan Kamu saja.” Juleha memberikan belanjaan Riana.Riana menganggukkan kepalanya, ia mengambil plastik berisi belanjaan lalu membayar dan pamit pergi.Sepanjang jalan, ia terus melamun, sampai tidak sadar kalau ada motor yang lewat. “Astaghfirullah, hampir saja.”.“Assalamualaikum.” Riana membuka pintu perlahan, seperti biasa tidak ada orang yang menjawab salamnya.Dia melangkah ke dapur untuk segera memasaknya, karena hari sudah sangat sore, takut Reynald keburu datang. Saat melawati kamar Mayang, ia mendengar suara tertawa dari dalam sana, siapa lagi kalau bukan mertuanya. Tetapi, ia memilih untuk tidak menguping, sebab itu tindakan yang kurang ajar.“Alhamdulillah, hari ini bisa makan enak walau sederhana. Pasti mas Reynald sama ibu lahap makannya,” Riana bergumam seorang diri, ia terlihat sangat senang sekali hari ini.Riana adalah wanita yang selalu berpikiran positif, ia teringat pesan kedua orang tuanya yang sudah meninggal. Tidak lama setelah ia lulus SMA, kedua orang tuanya meninggal dunia, membuatnya harus tinggal sebatang kara. Untung saja dia selalu mendapatkan beasiswa, andai tidak pasti Riana memilih untuk tidak melanjutkan kuliahnya.Dia tidak mungkin mau membebankan pamannya, yang sudah baik menampung setelah kematian orang tua. Sedangkan pamannya memiliki istri yang tidak menyukainya, karena Riana bukanlah dari kalangan berada, keluarga Riana sangat sederhana. Tidak seperti pamannya, mereka sangat kaya, hanya saja istri atau bibinya adalah orang pelit. Dia tidak mau membiayai kuliah Riana, menampung saja sangat berat.Sang paman Jodi, tidak bisa berkutit lantaran istrinya lah yang membuatnya bisa menikmati menjadi orang kaya. Makanya ia tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa mendoakan Riana supaya keponakan satu-satunya bisa bertahan dengan pilihan yang dia buat. Kuliah sambil bekerja setengah hari, sangat melelahkan sekali bagi Riana. Tetapi, ia tidak sedikit pun mengeluh, karena ibu Riana selalu berharap dirinya bisa lulus kuliah..Suara mobil terdengar dari dapur, Riana baru saja selesai menata semua hidangan yang dia masak di meja. Dia segera berlari ke arah pintu, menyambut suaminya yang sudah pulang dari kerja dengan senyum merekah. Pintu terbuka, dia mendapati suaminya yang tengah asyik memainkan ponsel, bukannya masuk ke dalam.“Mas,” panggil Riana lembut.“Ah, Riana!” Reynald kaget melihat Riana berada di depannya, padahal ia tidak mengetuk pintu.“Kenapa diam di luar? Ayo masuk.” Riana menggandenga lengan Reynald mengajaknya masuk ke dalam.Reynald malah menepisnya. “Kamu belum mandi?” Reynald bertanya sambil menutup hidungnya.“Belum, Mas, Aku baru saja selesai masak.” Riana mundur menjauh dari suaminya, ada perasaan sedih di dalam lubuk hati wanita itu.“Kalau belum mandi, jangan dekat-dekat!” Reynald berjalan menjauh sambil menggerutu.“Maaf.” Riana menundukkan kepalanya.Reynald masuk ke dalam kamar, ia malah berbaring di ranjang membalas pesan dari Diandra. Sesekali senyum akan terukir di bibir lelaki yang sudah menikah itu, senyum yang seharusnya hanya untuk sang istri.“Mas, Kamu tidak mandi dulu?” Riana bertanya saat melihat suaminya berbaring di kamar.Bahkan lelaki itu malah tidak melepaskan sepatu dan kaus kakinya, rupanya setelah masuk ia langsung berbaring.“Kamu saja duluan, Aku mau berbaring sebentar,” Reynald menjawab tanpa menoleh, ia masih asyik dengan ponsel di tangannya.Riana mengambil handuk, ia masuk ke kamar mandi dengan pikiran berkecamuk karena melihat suaminya sedari semalam selalu memainkan ponselnya. Ponsel tidak lepas dari tangan lelaki itu, bahkan Reynald selalu kedapatan tersenyum sendirian seperti orang sedang kasmaran.[ Diandra, Kamu selalu membuat Aku rindu ][ Padahal kita baru tadi siang bertemu, masa Kamu sudah rindu? ] balas Diandra.[ Wajah cantikmu memang membuatku selalu terbayang, makanya walau sebentar Aku menjadi merindukanmu ][ Kamu ini bisa saja ] Diandra malah membalas dengan memasukkan stiker penuh cinta.'Astaga! Dia membuatku menjadi berbunga-bunga saja. 'Batin Reynald bersorak girang, ia tidak sadar kalau ada Riana yang mengintip di belakangnya.Terima kasih sudah membaca
Reynald merasa ada yang memperhatikan, ia berbalik ke arah belakang. “Argh! Sedang apa Kamu, Riana?!” “Mas, sedang apa? Sedari tadi kok senyum-senyum sendiri,” Riana berwajah bingung, matanya selalu melirik ke arah ponsel Reynald. Reynald segera menutup ponselnya dan menaruh di atas nakas. “Bukan dari siapa-siapa, hanya teman kantor biasa.” Reynald berkata sambil meraih handuk untuk mandi. “Oh,” Riana sangat penasaran sekali dengan isi ponsel Reynald, sayang dia tidak bisa meminjam ponsel itu. Karena lelaki itu pasti tidak akan suka kalau ponselnya dimainkan oleh Riana, padahal status Riana adalah istri. Jadi wajar kalau mau meminjam ponsel suami sebentar tetapi, sayangnya Reynald tidak pernah mengizinkan. 'Apa Aku buka saja, ya?'Batin Riana meronta-ronta sangat ingin melihat pesan apa yang membuat suaminya terus-menerus tersenyum, sampai tidak menyadari keberadaannya. Riana mendekat ke arah ponsel itu, tangannya sudah mulai mengarah ke sana. Sayang, suara kunci diputar terdenga
“Ii-itu,” Riana tidak bisa menjawab dengan benar, ia gemetaran hebat. “Berani sekali, ya, Kamu, Riana! Padahalkan Kamu tahu Aku paling tidak suka kalau ponselku disentuh orang lain!” Reynald teramat kesal sekali melihat ponselnya berada di tangan Riana. Disisi lain ia takut kalau Riana akan mengetahui dirinya mulai tertarik dengan wanita lain, pasti Riana akan marah besar kepadanya. “Aku tahu, hanya saja setiap kali Aku melihatmu memegang ponsel, Kamu selalu saja tersenyum sendiri seperti itu membuatku menjadi curiga,” Riana berkata pelan, ada sesak di dalam dadanya mengatakan itu. “Lantas Kamu mengira Aku sedang bermain api?” Reynald meninggikan suaranya. Riana terdiam, membuat Reynald menjadi naik pitam. “Kamu pikir Aku akan melakukan itu? Kamu menganggapku apa selama ini? Kamu pikir Aku seperti lelaki lain di luaran sana, yang berselingkuh dengan wanita lain?!” Reynald terus memberondong Riana dengan berbagai macam pertanyaan. “Aku hanya ... “ Riana tidak sanggup meneruskan k
“Argh!” Reynald berteriak karena terkejut. “Mas, kenapa sih Kamu susah banget bangunnya? Ini sudah jam berapa, nanti terlambat lagi,” Sebenarnya Riana malas sekali membangunkan Reynald, tubuhnya saja masih terasa nyeri akibat tadi malam tetapi, ia tidak memiliki pilihan lain, mana mungkin dia mau dipukuli untuk kedua kalinya. “Kamu menggangguku saja.” Reynald bergumam pelan, ia mengusap wajahnya kasar. “Mengganggu apa?” Riana mengerutkan alisnya pertanda ia bingung. “Huh! Sudahlah Aku mau mandi.” Reynald segera beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Riana menghela napasnya panjang, ia merasa bingung dengan sikap suaminya beberapa hari ini, yah tetapi, memang dari beberapa tahun Reynald sudah berubah, lelaki yang dia cintai itu terlihat sangat berbeda saat ini, tidak seperti dulu. Wanita malang itu segera keluar dari kamar tamu, ia mengambilkan pakaian untuk Reynald pergi bekerja. “Astaga, Aku lupa menyetrikanya!” Riana panik, ia melupakan agenda menyetrika pakaian suaminya s
[ Ya, sekarang Aku sudah berada di mobil mau berangkat bekerja ] Klik, pesan dikirim ke Diandra, Reynald terus menatap pesan yang dikirmkan wanita yang baru-baru ini membuatnya terpesona itu, dia merasa berdebar dengan kencang, ada sebuah hasrat memiliki yang bergejolak di dalam hatinya, hasrat yang sangat kuat. “Mas, kenapa belum berangkat?” suara Riana membuat Reynald terkejut, ia bergegas menaruh ponselnya dan menjawab pertanyaan istrinya. “Iya, ini juga mau berangkat.” Reynald menaikkan kaca mobil dan mejalankannya dengan pelan. [ Hati-hati kalau berangkat kerjanya, jangan mengebut dan semangat! ] Diandra menyematkan stiker penuh cinta kepada Reynald, yang semakin membuat lelaki itu menjadi mabuk kepayang dibuatnya. “Ah! Diandra, sudah cantik, seksi, ditambah perhatian, makin sayang deh!” Reynald memeluk ponselnya dengan sebelah tangan. Karena tangan sebelahnya dipakai untuk menyetir, dia berusaha untuk membalas pesan sambil menyetir, tidak ada niat untuk menepikan mobil. B
“Bel-agu sekali dia, baru saja hari ini menjabat sebagai CEO sudah bersikap sombong seperti itu!” Reynald mengutarakan kekesalannya kepada Chiko, satu-satunya teman sangat akrab dengannya.“Mungkin Kamu ada buat salah kali sama dia,” tebak Chiko asal.“Bagaimana bisa Aku membuat salah dengannya? Sedangkan baru saja bertemu tadi pagi!” gerutu Reynald.“Mungkin di dalam mimpinya, haha ... “ Chiko tertawa terbahak-bahak, ia bahkan sampai tersedak ludahnya sendiri.“Rasain!” geram Reynald kesal.“Jangan gitu dong, Pak Manajer, nanti ketampanan Bapak hilang loh,”“Ketampananku tetap tidak akan hilang, buktinya ada wanita cantik yang mendekatiku.” Reynald membusungkan da-danya sombong.“Istrimu itu? Wanita yang memakai pakaian kumuh? Iya, sih, Aku akui dia cantik, hanya saja seperti ... “ Chiko tidak meneruskan kalimatnya, karena lelaki yang berada di depannya melotot tajam.“Bisa tidak jangan bicarakan dia!” Reynald membentak Chiko dengan nada tinggi, sampai semua orang memandang ke arah m
“Kamu mulai nakal, ya!” Reynald merengkuh pinggang Wulan yang sedang memainkan kancing kemejanya. “Bukan nakal, hanya mencoba bersenang-senang saja.” Wulan mengerlingkan matanya nakal, senyum terus mengembang di bibirnya yang mungil. Suara ketukan mengganggu aktivitas mereka yang belum di mulai, “Siapa?” tanya Reynald dengan nada tinggi. “Wulan dipanggil pak Wira ke ruangannya,” jawab seorang wanita dari luar. “Astaga! Aku terlalu lama di sini!” Wulan membenarkan kemeja yang terlihat berantakan. “Bos baru kita itu terlalu menyebalkan, Aku tidak menyukainya,” “Tapi, Aku suka karena dia tampan dan masih muda.” Wulan langsung pergi menemui bosnya setelah mengatakan itu. Sedangkan Reynald segera mengerjakan pekerjaan yang Wulan berikan kepadanya tadi, darahnya berdesir teringat yang akan dia lakukan kepada sekertaris wanita itu, hanya saja mereka tidak jadi melakukan hal panas tadi karena dipanggil atasan yang tidak ia sukai. “Padahalkan lumayan kalau melakukannya dengan Wulan, yah
Suara pintu yang terbuka dengan kasar membuat semua orang yang lagi berbincang terkejut, mereka serempak menoleh ke arah pintu terlihat kalau Riana berdiri diam dengan mata memerah menahan amarah sekaligus air mata yang ingin mengalir sedari tadi. “Astaga! Apa tidak bisa kalau membuka pintunya perlahan saja? Dasar tidak sopan sekali kepada orang tua!” Mayang sebenarnya merasa takut melihat raut wajah Riana tetapi, ia tidak mau kalau dilihat temannya takut kepada menantunya sendiri. Sinta saja mundur perlahan, padahal ia yang paling semangat mengejek Riana sedari tadi, berbeda dengan Desi ia tidak terlalu suka membicarakan keburukan orang lain dan wanita itu juga tahu kalau Riana tidak seperti yang Mayang bicarakan. Wanita muda itu baik, berbeda sekali dengan cerita yang temannya katakan setiap kali bertemu, Mayang saja yang tidak bisa bersyukur mempunyai menantu seperti dia. Riana melenggang masuk tidak memperdulikan ocehan mertuanya, ia menuju ke dapur untuk memindahkan pesanan May
“Ini lo, Rey, si Riana selalu saja membuat ulah, tadi sore dia mempermalukan Ibu di depan teman-teman yang lain,” Mayang mengadu dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat. “Mas, apa yang Aku lihat tadi apakah benar?” Riana tidak memperdulikan Mayang yang berada di antara mereka, ia hanya fokus menatap suami yang berada di depannya itu. “Nah, Kamu bisa lihat sendiri tingkahnya yang tidak sopan itukan, Rey!” “Mas!” mata Riana berbinar karena menahan air mata yang mau keluar. “Emang Kamu melihat apa? Aku loh baru saja pulang sehabis mencari uang untuk memberikanmu makan!” Reynald merasa kesal dengan pertanyaan yang Riana katakan dari mulutnya. “Suami habis pulang kerja, bukannya disambut dengan baik ini malah mencari masalah. Apa Kamu pikir Reynald tidak lelah mencarikanmu uang? Sedangkan Kamu malah selonjoran saja di rumah tanpa perlu merasa lelah mencari uang di luaran sana!” Mayang menunjuk wajah Riana kesal. “Apa Ibu pikir Aku hanya rebahan saja di rumah?! Makanan masak sendiri,