Share

5.Diandra

“Kenapa? Apa Kamu sudah dihasut oleh Riana untuk membenci Ibumu sendiri?” tanya Mayang sedih.

“Tidak. Aku hanya kesal saja setiap hari ada saja masalah di rumah ini. Apa tidak bisa sehari saja tenang seperti rumah yang lainnya?”

“Kamu tahu sendiri kan, Rey? Kalau Riana itu sebagai menantu tidak becus sekali melayani mertuanya. Bahkan dia tadi membuatkan Ibu jus yang sangat tidak enak rasanya, dengan terpaksa Ibu mengomelinya,” jelas Mayang.

“Jelas saja kalau jusnya tidak enak. Karena tidak pakai gula, mana enak!”

Reynald berlalu masuk ke dalam kamarnya, ia membanting pintu dengan keras sampai membuat Riana terkejut di dapur. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di kasur dan mengirimi Diandra pesan.

[Sudah sampai?] pesan Reynald.

[Sudah, kalau Kamu?] balas Diandra.

[Sudah kok. Aku sampai ke rumah dengan selamat]

[Lalu setelah Kamu sampai, langsung mengirimi Aku pesan? Romantis sekali]

Diandra menyematkan stiker love di pesannya, membuat Reynald semakin tersenyum senang dengan wanita cantik itu.

“Andaikan kamu istriku, mungkin hariku akan sempurna,” gumam Reynald.

“Kamu bicara sama siapa, Mas?” tanya Riana yang datang tiba-tiba.

“E-ehm. Tidak bicara dengan siapa-siapa kok, mungkin Kamu yang salah dengar,” jawab Reynald gugup.

“Masa sih?” tanya Riana tidak percaya.

“Iya, dong. Untuk apa Mas bohong kepadamu,” kata Reynald mencoba meyakinkan.

“Bisa juga ya. Ini karena ibu terlalu sering memarahiku membuat kepalaku terasa pusing,” adu Riana.

Reynlad tersenyum kecut mendengar keluhan Riana.

'Selalu saja seperti itu, bikin Aku kesal saja!'

Umpatnya di dalam hati.

“Aku mau mandi dulu, baru kita makan bersama di meja. Aku sudah memasak makanan kesukaanmu, cumi saos tiram.” Riana mengambil handuk , lalu masuk ke dalam kamar mandi.

“Iya.” Jawab Reynlad tanpa menoleh ke arah Riana, ia masih asyik berkirim pesan dengan Diandra.

.

.

“Mas, apa Kamu tidak masalah kalau aku tidak kunjung memberikanmu anak?” tanya Riana saat di dalam kamar mereka.

“Tidak,” jawab Reynlad singkat.

“Apa benar seperti itu, Mas?” tanya Riana lagi.

“Iya,” balasnya datar.

“Tapi, kenapa jawaban yang kamu berikan sangat singkat sekali?” kata Riana sedih.

Dalam hati, Reynald pun menggerutu. Ia muak sekali, tetapi ditahannya.

“Riana Sayang, tidak apa kalau kita masih belum memiliki anak. Lagi pula, Aku masih belum siap,” kata Reynald dengan senyum manis.

“Kenapa Kamu belum siap, Mas? Bukankah ibumu sangat menginginkannya?”

“Itu ibu, bukan Aku! Kalau Aku masih belum siap, bagaimana? Aku belum siap memiliki anak, karena anak kecil itu terlalu rewel. Kamu lihat sendirikan si Leo,” kata Reynald masih berusaha lembiut.

Padahal di dalam hatinya terus mengumpat kepada Riana yang terlalu banyak tanya, dia kesal karena wanita itu menganggunya yang sedang berkirim pesan dengan Diandra sejak tadi. Membuat moodnya yang sedang bagus rusak saja.

“Kamu tidur saja, nanti malah kesiangan dimarahi oleh ibu lagi!” perintah Reynald.

“Mas, juga tidur. Nanti besok akan lelah di kantor,”

“Iya, nanti dulu. Masih ada teman kantor Mas yang mengirimkan pesan,” kata Reynald berbohong.

“Jangan terlalu malam loh Mas tidurnya,” kata Riana khawatir.

“Iya,” balasnya lagi.

Riana memejamkan matanya di samping Reynald. Sedangkan suaminya itu terkekeh kecil membaca pesan yang dikirimkan oleh Diandra. Dia berkirim pesan sampai larut malam.

'Ck! Lebih baik, aku punya anak dari Diandra dibanding kamu!'

.

Seperti biasa Riana bangun lebih awal, dia sholat subuh baru memasak sarapan sekaligus bekal untuk suaminya. Tidak peduli kalau dia masih sangat mengantuk dan lelah, Riana tetap menyiapkannya seorang diri tanpa mengeluh. Setelah dirasa selesai, ia baru mandi dan membangunkan mertua sekaligus suaminya.

“Mas, ayo bangun! Nanti telat loh ke kantor.” Riana mengguncang pelan tubuh Reynald supaya lelakinya tidak terkejut.

“Sebentar lagi saja!”

“Ini sudah jam setengah tujuh loh, Mas,” tegur Riana.

“Astaga! Hari ini Aku ada meeting penting jam tujuh!” kata Reynald terkejut.

Reynald berlarian ke kamar mandi, ia hanya mencuci muaknya dan gosok gigi. Lalu memakai jas yang sudah Riana sediakan tadi malam, memang Riana selalu menyiapkan semuanya malam hari. Karena tidak mau dimarahi suaminya karena terlalu lama menyetrika kemeja suaminya itu.

Reynald menuju meja makan untuk sarapan, ia makan dengan cepat sampai tersedak.

"UHUK!"

“Rey, pelan-pelan!” tegur Mayang.

“Aku harus cepat, Bu. Karena ada meeting penting bersama bos setengah jam lagi,” kata Reynald yang masih menyantap makanannya.

“Apa?! Kalau begitu Kamu harus cepat, nanti kena marah atasanmu itu. Kenapa juga Riana tidak membangunkan Rey lebih awal!” gerutu Mayang menyalahkan Riana.

Padahal Riana tidak tahu soal meeting yang akan dilakukan setengah jam lagi itu, andai dia tahu pasti ia akan membangungkan lebih awal seperti perkataan Mayang.

“Sudahlah, Bu! Aku pamit dulu mau berangkat sekarang, takut telat.” Reynald beranjak dari kursi megambil tas yang berada di ruang kerjanya.

“Hati-hati, Rey.” Kata Mayang sambil terus menyantap nasi di piring yang belum habis.

“Mas, tunggu dulu!” Riana berlari dari arah dapur menuju tempat di mana suaminya berada.

“Apa lagi?! Aku sudah hampir terlambat loh!” gerutu Reynald kesal.

“Ini bekal buat nanti siang.” Riana menyodorkan bekal kepada Reynald dengan penuh cinta.

Reynald menolak. Pria itu langsung buru-buru pergi menaiki mobilnya. “Tidak usah! Aku bisa makan siang di kantin kantor.”

Raut wajah Riana menjadi kecewa, ia sudah susah payah membuatkan bekal makan siang untuk suaminya. Tetapi, malah ditolak oleh Reynald tanpa memikirkan perasaan istri yang sudah lelah menyiapkannya.

“Riana, bersihkan meja makan cepat!" perintah Mayang dengan nada tinggi, "Aku tidak suka kalau meja mahalku kotor, menantu malas!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status