Share

6.Menolak bekal

“Baik, Bu. Akan segera Aku bersihkan setelah makan,” jawab Riana.

Riana melangkah mendekati meja makan, ia tidak mendapati lauk atau pun sayur di sana. Semua yang dia masak habis tidak bersisa, membuat dia menggelengkan kepalanya pelan.

“Untung mas Rey tidak membawa bekal, jadi Aku bisa makan deh,” kata Riana seorang diri sambil memeluk erat kotak bekal yang berada di tangannya.

Memang ada perasaan kecewa di hatinya tetapi, Riana tidak ingin memikirkan terlalu jauh. Karena menurutnya kalau memikirkan itu tidak baik bagi diri sendiri, makanya sebisa mungkin dia menahan diri supaya tidak menjadi beban pikiran yang akan membuatnya menjadi berpikiran buruk.

Riana makan dengan lahap, ia sangat menyukai menu makanan pagi ini. Sebab, setiap kali Serly datang Mayang akan membeli lauk dan sayur enak dalam jumlah banyak, jadi saat dia memasaknya kemarin, masih ada sisa untuk sarapan pagi ini. Kapan lagi akan makan enak, biasanya setiap hari akan menyantap hidangan sederhana seperti ikan asin atau telur. Tetapi, hanya Riana seorang yang makan di rumah, Mayang dan Reynald tidak pernah menyentuh makanan itu sama sekali.

Setelah selesai makan, Riana membersihkan meja makan terlebih dahulu, ia akan menumpuk piring di wastafel. Dia memang akan mencuci piring kalau pekerjaan yang lain selesai, karena menurut Riana mencuci piring tidaklah berat. Jadi ia memilih mengutamakan membersihkan rumah, misal menyapu dan mengepel.

“Riana! Aduh bok-ongku!” teriak Mayang kesakitan.

Riana tergopoh-gopoh berlari sambil membawa gagang pel saat mendengar teriakan ibu mertuanya di dalam. Saat Mayang berteriak, Riana berada di teras sedang mengepel lantaran ia sudah selesai bagian dalam.

“Ada apa, Bu?” tanya Riana dengan napas tersengal.

“Apa Kamu mau membunu-hku hah?!” teriak Mayang kesal, dia masih duduk di lantai tepat depan kamarnya.

“Maksud Ibu apa? Membun-uh?” Tanya Riana heran, ia mengulurkan tangannya untuk membantu Mayang berdiri.

Mayang menepis kasar tangan Riana yang mau membantu, ia memilih berdiri sendiri. “Jangan pura-pura tidak tahu ya, Aku tahu Kamu sengaja mengepel lantai dengan licin seperti ini. Makanya Aku terpeleset saat berjalan keluar!” tuduh Mayang kesal.

“Aku tidak ada niatan buruk seperti yang Ibu katakan kepadaku itu. Lantainya licin karena baru saja Aku selesai mengepelnya,” sanggah Riana atas tuduhan yang Mayang berikan.

Mayang berdecak kesal, “Dasar menantu tidak berguna! Mengepel saja tidak becus, bisanya makan dan tidur saja!” Umpat Mayang berjalan menjauh.

Mayang berjalan keluar menuju mobilnya dengan memegangi pinggangnya yang sakit akibat terjatuh, dengan mulut tidak berhenti mengomel.

Riana menghela napasnya berat, ia merasa tidak pernah benar di mata mertuanya. Selalu saja ada salah menurut Mayang, padahal dia sudah berusaha sebisa mungkin untuk melakukan hal terbaik. Ia memilih untuk melanjutkan pekerjaan yang masih belum selesai, masih banyak pekerjaan menumpuk harus dilakukan oleh Riana.

Seperti mencuci pakaian, ada satu baskom penuh pakaian yang direndam di kamar mandi. Mayang tidak pernah memperbolehkan Riana mencuci dengan mesin cuci, mesin cuci itu digunakan untuk mengeringkan pakaian saja. Karena Mayang merasa kalu mencuci di sana tidak pernah bersih dan boros listrik, makanya Mayang selalu menyarankan untuk menggosok secara manual saja.

“Ugh! Pinggangku rasanya mau copot,” keluh Riana sambil memijat lembut bagian yang terasa sakit.

Namun, ia melanjutkan acara menggosok pakaian yang masih tersisa banyak, karena ia harus memastikan tidak ada setitik pun noda di sana.

“Padahal Aku sudah mengerjakan pekerjaan rumah setiap hari tapi, malah dibilang makan tidur saja,” gumam Riana seorang diri.

Dia meratapi nasibnya yang tidak langsung bekerja, padahal dulu ada yang menawarkan pekerjaan yang lumayan bagus kepadanya. Riana mendapatkan beasiswa karena nilainya selalu bagus, bahkan di kampus dia salah satu murid teladan.

Tetapi, lantaran cintanya kepada Reynald membuatnya melepasan kesempatan itu, ia malah menerima lamaran dari suaminya. Tanpa melebarkan sayap di dunia karir karena Reynald yang menginginkannya, suaminya hanya menginginkan seorang ibu rumah tangga saja, bukan wanita karir.

.

Sementara itu, di dalam mobil, Mayang terus mengeluh pinggangnya yang sakit, ingin pergi ke tukang urut. Sayangnya ia sudah terlambat pergi ke acara pertemuan sosialita, yang selalu diadakan setiap senin.

“Hai, Jeng,” sapa Mayang sambil duduk di kursi kosong.

“Hai, Jeng,” balas teman Mayang serempak.

“Itu kenapa tangannya nempel terus di pinggang, encok ya?” tanya Santi, teman sosialita Mayang.

“Tidak nih, Jeng Santi. Hanya saja tadi kepeleset di rumah,” jawab Mayang sambil meringis.

“Kok bisa?” tanya Desi.

“Biasalah, Jeng Desi. Itu si Riana istri Reynald, dia tidak becus banget jadi istri, masa iya dia mengepel lantai sangat licin sekali, makanya aku terjatuh,” jelas Mayang dengan mimik wajah sedih dibuat-buat.

“Astaga ya, Jeng. Kamu sih mau menerima Riana sebagai menantu. Coba kalau Aku, sudah Aku pecat jadi menantu dia itu!” gerutu Santi, "apa mau kita beri pelajaran?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status