"Nggak ... nggak perlu minta maaf."Bronson merendahkan suaranya, berbicara dengan nada yang hanya bisa didengar oleh Sean dan dirinya, "Kalau saja semalam kamu nggak membuatku melihat dengan jelas siapa sebenarnya Cathy, mungkin aku ...."Kalimat selanjutnya tak sanggup dia ucapkan."Pokoknya." Bronson mengangkat kepala, menatap Sean dengan penuh rasa terima kasih. "Aku bukan orang yang nggak bisa membedakan benar dan salah. Aku tahu apa yang kamu lakukan adalah demi kebaikanku.""Aku ini orang yang selalu menganggap penting perasaan dan hubungan. Tapi justru karena itu, aku malah mengabaikan putri kandungku ...."Dia menarik napas dalam-dalam, menatap Sean dengan sungguh-sungguh. "Terima kasih karena sudah membuatku sadar betapa besarnya kesalahanku selama ini."Melihat pria paruh baya di hadapannya berkata dengan begitu serius, Sean hanya tersenyum tipis. "Kalau Tiffany tahu kamu berpikir seperti ini, dia pasti sangat senang. Faktanya, begitu tahu kejadian semalam, reaksi pertama Ti
"Karena rambut panjang itu cantik, tapi kadang sangat merepotkan menyisirnya."Setelah mengatakan itu, Arlene menoleh dan menatap Bronson dengan serius. "Kakek, sisir rambutku dengan baik ya. Nanti kalau ketemu Mama, aku akan bilang Kakek sangat jago menyisir rambut. Mama pasti akan minta kamu menyisir rambutnya juga."Setelah itu, Arlene berkata sambil bertepuk tangan sendiri, "Arlene memang pintar sekali."Arlo berkata, "Aku merasa kamu nggak pintar."Arlene yang cemberut baru saja ingin mengatakan sesuatu, tetapi pintu kamar tiba-tiba diketuk. Namun, sebelum Bronson sempat berbicara, dia sudah meniru gaya Bronson dan mulai memerintah Arlo. "Arlo, pergi buka pintunya. Aku dan Kakek sedang sibuk."Arlo melirik ke arah Arlene dengan ekspresi kesal, tetapi dia tetap meletakkan rubik di tangannya dan segera pergi membuka pintu.Terlihat Tiffany dan Sean yang berdiri di luar pintu sambil membawa banyak hadiah dan makanan."Arlo!"Tiffany meletakkan barang bawaannya, lalu menggendong Arlen
Meskipun Sean terlihat tidak peduli dengan sikap Bronson, dia tetap ikut pergi saat Tiffany mengusulkan untuk mengunjungi Bronson. Bagaimanapun juga, Bronson yang merawat Arlo dan Arlene selama ini. Meskipun perlakuan Bronson terhadap Tiffany berbeda dengan Cathy, Bronson memang benar-benar baik terhadap kedua anak itu.Di dalam suite presidensial sebuah hotel bintang lima di Kota Zimbab, Bronson sedang menyisir rambut Arlene dengan lembut."Kakek, aku mau dua kucir kuda, lebih manis. Mama dan Papa pasti suka," kata seorang gadis kecil dengan suara yang manis."Sekarang orang itu masih belum jadi Papa kita. Arlene, kamu jangan terlalu sering memanggilnya begitu, nanti dia akan besar kepala," kata seorang anak dengan nada sinis.Arlene langsung cemberut dengan kesal. "Dia itu Papa kita. Kakek sudah bilang orang itu adalah Papa kita. Papa yang asli. Lagi pula ...."Setelah mengatakan itu, Arlene menoleh dan menatap Arlo dengan serius. "Coba kamu lihat di cermin, kamu dan Papa itu sama pe
Tiffany berpikir dia harus bagaimana membantah. Apa yang dikatakan Sean adalah kenyataan, ayahnya memang memihak dan suka pada Cathy. Bronson bahkan sering pura-pura tidak tahu saat Cathy merencanakan sesuatu terhadapnya.Sebagai seorang istri, Tiffany memang tidak bisa melarang suaminya melakukan sesuatu yang terbaik untuknya. Namun, sebagai seorang anak, dia benar-benar tidak berharap ayahnya terlalu sedih. Oleh karena itu, dia hanya bisa menatap Sean dengan tatapan kejam. "Kamu sendiri yang bilang akan terima hukuman apa pun, 'kan?"Sean menganggukkan kepalanya dengan tenang, lalu tersenyum pada Tiffany. "Ya, aku yang bilang."Tiffany menatap mata Sean dan menarik napas dalam-dalam, lalu membuka mulutnya dan menggigit jari Sean yang diletakkan di bibirnya dengan kuat. Dia memang menggunakan tenaga, tetapi ekspresi Sean malah tetap terlihat tenang. Setelah cukup lama, dia pun melepaskan gigitannya karena lelah.Namun, Sean malah mengulurkan jari telunjuk dari tangan yang lainnya deng
Sean langsung tertegun sejenak karena dia tidak menyangka Tiffany masih bisa memikirkan Bronson di saat seperti ini. Melihat sikap Bronson yang dingin terhadap Tiffany, membuatnya merasa wanita di depannya ini makin berharga. Dia mengangkat dagu Tiffany dengan pelan, lalu menatap mata Tiffany yang jernih dan berkata, "Kamu benar-benar begitu peduli dengan pendapat Bronson?""Tentu saja, dia itu ayahku," kata Tiffany yang langsung menganggukkan kepala. Meskipun hubungannya dengan Bronson tidak sebaik hubungannya dengan Kendra dan istrinya, ikatan darah tetap tidak bisa diabaikan. Oleh karena itu, dia tentu saja peduli dengan pendapat Bronson.Sean menatap wajah Tiffany, lalu menciumnya dengan lembut. "Nggak perlu menyembunyikan hal ini dari dia lagi, dia sudah tahu."Saat mendengar kata Sean, tubuh Tiffany langsung menjadi kaku. Pada detik berikutnya, dia menatap Sean dengan tatapan tidak percaya. "Kenapa bisa ...."Tiffany berpikir Sean bahkan menyembunyikan hal ini dari dia serta Misk
Sean menepuk punggung Tiffany perlahan-lahan. "Ya. Kejadiannya mendadak dan koneksiku di Kota Zimbab juga terbatas, jadi aku minta tolong pada Xavier. Inilah sebabnya Xavier bangun di malam pengantinnya dan menghela napas panjang di ruang kerja.""Kenapa bisa?" tanya Tiffany yang benar-benar bingung. Meskipun semalam dia dan Sean tidak terus berjaga di luar kamar pasien Ronny, masih ada Genta, Sofyan, dan Chaplin yang tetap di sana. Dengan kemampuan mereka, tidak sembarangan orang yang bisa menerobos masuk ke dalam kamar itu.Selain itu, Ronny juga terluka parah. Meskipun dia hendak kabur, dia juga pasti akan sangat kesulitan.Sean menarik napas dalam-dalam, lalu memeluk Tiffany. "Ini karena Cathy. Dia menyuruh seseorang menyamar sebagai ayahmu, lalu menipu orang dengan menyuruh orang lain menyamar sebagai Ronny."Tiffany langsung tertegun di tempat, seolah-olah kepalanya dipukul dengan keras. "Ini ...."Miska bertanya dengan suara bergetar, "Jadi ... semalam Kak Xavier bangun karena m