Masuk
Lingerie tipis warna hitam itu mengintip dari jubah satin yang membungkus tubuhnya, memperlihatkan siluet indah tubuhnya.
Celyna menatap pantulan dirinya di cermin dengan senyum getir. Ibunya datang jauh-jauh hanya untuk mendadaninya seperti ini, sekaligus memberikan ceramah panjang soal menggoda suami seakan-akan Celyna adalah istri bodoh yang tidak bisa hamil meski sudah dua tahun menikah.
Yang benar saja, yang jadi masalah bukan Celyna. Melainkan–
“Kamu pikir kamu bisa membuatku mau menyentuhmu dengan berpenampilan begitu?”
Celyna terkesiap. Sontak, ia berbalik dan mendapati Kaizen sedang menatapnya dengan wajah merah. Bukan tersipu melihat kulit polos Celyna mengintip di balik jubah malamnya, melainkan karena marah.
Buru-buru Celyna merapatkan pakaiannya.
“Bukan itu maksudku. Aku baru saja ingin mengganti pakaian,” bela Celyna. “Tadi Ibu datang, lalu beliau–”
Kaizen mengibaskan tangannya, menyuruh Celyna diam. Pria itu melonggarkan dasi lalu membuka kancing kemejanya. Ia sama sekali tidak melihat ke arah Celyna lagi, seakan-akan wanita itu tidak ada di sana.
“Kai.” Setelah beberapa saat berdiri dengan kikuk, Celyna berkata. “Tadi Ibu titip salam. Maaf tidak bisa tinggal lebih lama–”
“Ck. Toh kalaupun dia bertemu denganku, dia hanya akan membahas soal anak lagi.” Kaizen memotong Celyna dengan dingin. Ia mendengus. “Mendesakku untuk menghamilimu. Kenapa? Apa belum cukup sokongan dana dari perusahaan untuk ayahmu?”
Celyna menggigit bibirnya, tidak bisa membalas. Karena memang setiap kali berkunjung ataupun mengobrol di telepon, ibu Celyna akan menanyakan apakah Celyna sudah hamil atau belum. Keberadaan anak akan mengokohkan ikatan pernikahan bisnis antara keluarga Kaizen dan Celyna–dan memang itulah yang diharapkan oleh keluarga Celyna.
Bagi mereka, tidak cukup “menjual” Celyna sebagai istri Kaizen saja. Mereka butuh jaminan lain.
Celyna sendiri pusing. Ia tidak ingin meminta anak, tapi ia jengah mendapatkan tudingan-tudingan dari keluarga dan kalangan elit atas kehamilannya yang tidak kunjung datang.
Apalagi karena keberadaan wanita itu….
“Jadilah istri yang lebih berguna. Pokoknya aku tidak mau mendengar masalah anak lagi,” tandas Kaizen.
Celyna mendongak, menatap sang suami. “Tapi, Kai. Bukankah ini waktu yang tepat untuk mencobanya? Kita sudah cukup lama menikah, tapi–”
“Kalau memang kamu ingin hamil, tidur saja dengan pria lain! Jangan terus-terusan mendesakku!”
Sontak, hati Celyna merasa seperti diremas mendengar kalimat itu dari mulut suaminya sendiri. Ucapan itu terdengar tajam penuh kebencian.
“Kamu gila?” Celyna berbisik lirih, meloloskan pertanyaan itu.
Kaizen terkekeh. "Lalu, kau berharap aku akan menyentuhmu malam ini? Jangan mimpi. Memang kapan aku pernah menunjukkan bahwa aku tertarik menidurimu?”
Kelopak mata Celyna bergetar hebat, tetapi ia berusaha untuk tetap tenang.
“Aku tahu, kita menikah tanpa cinta. Tapi aku adalah istri yang kamu nikahi secara sah di mata hukum.” Celyna berucap pelan. “Tapi kamu rela istrimu tidur dengan pria lain? Aku masih punya harga diri, Kaizen!”
Kaizen menatap Celyna dingin dan tajam. Ia tersenyum sinis, tatapannya seolah merendahkan Celyna.
“Jangan membuatku tertawa. Kamu kira selama menikah aku menganggapmu istriku?” cemooh Kaizen. “Lagipula, aku tidak peduli, kamu punya kekasih di luar sana, atau tidur dengan mereka. Terserah!”
Air mata yang selama ini dia tahan akhirnya tumpah. Hatinya terasa tercekik, dan seperti disayat-sayat oleh belati. Celyna tercekat menunduk.
“Menangis!? Menangis terus, dasar cengeng!” Kaizen mendengus. “Ah, sial. Kamu merusak suasana saja.”
Usai mengatakan itu, Kaizen keluar dari kamar. Suara pintu ditutup begitu keras.
Tubuh Celyna ambruk di lantai, dia meraba dadanya yang tidak hanya sekedar sesak. Air matanya semakin deras. Selama dua tahun Celyna bersabar menghadapi suaminya, yang tidak pernah luput dari ucapan kasar dan menyakitkan.
“Apa aku sehina itu di matamu—Kaizen?” lirihnya menunduk bersama air mata yang semakin deras.
***
Malam itu Celyna dan Kaizen datang ke kediaman Kendrick, untuk makan malam bersama. Hari ini adalah ulang tahun nenek. Nenek tidak ingin dirayakan secara mewah, tapi beliau tetap menginginkan anggota keluarganya berkumpul bersama.
Kaizen melangkah masuk ke rumah lebih dulu, tidak menunggui istrinya. Pria itu membiarkan Celyna berjalan perlahan di belakangnya usai mereka turun dari mobil.
Celyna tidak berkomentar. Wanita itu hanya menghela napas dan berusaha mengontrol dirinya.
Tiba-tiba Kaizen menghentikan langkah kakinya dia menoleh seraya memprotes.
“Lambat sekali!”
Celyna diam saja dan segera menyusul Kaizen.
“Ingat ucapanku kemarin,” bisik Kaizen. “Jangan sampai aku mendengar ibumu bertanya soal anak lagi kepadaku.”
Usai mengatakan itu, Kaizen membawa Celyna masuk ke ruang makan.
Di meja makan sudah ada mertua dan kedua orang tuanya, tatapan Celyna sempat bertemu dengan mata sang ibu yang dingin, sebelum akhirnya Celyna menyapa nenek.
“Kalian sudah datang,” sapa Nenek.
Kaizen tidak menjawab. Sedangkan Celyna memeluk nenek. “Nenek, selamat ulang tahun. Sehat selalu.”
Nenek tersenyum seraya memegang tangan Celyna. “Terima kasih, cucuku.”
“Ini hadiah dari kami,” kata Celyna.
Nenek tersenyum sangat bahagia. Ia mengambilnya. “Kamu memang paling mengerti aku yang tua ini.”
Sementara itu, ibu mertuanya memutar matanya, tidak senang.
“Ma, sudah waktunya makan malam.” Ibu mertua Celyna akhirnya angkat bicara.
“Tolong panggilkan Tuan muda untuk segera turun,” ucap Nenek kepada seorang pelayan.
Celyna yang mendengar itu, menatap nenek penasaran. Lalu teringat kalau di dalam rumah ini ada dua tuan muda. Satunya lagi tinggal di luar negeri dan jarang kembali ke Indonesia.
‘Sepertinya adik Kaizen sudah kembali.’
Tidak lama, kepala pelayan di rumah itu memberitahukan kedatangannya.
“Tuan muda sudah datang.”
Langkah kaki terdengar semakin dekat, di waktu yang sama Celyna menaikkan pandangannya. Dilihatnya sosok itu berjalan mendekat meja makan. Celyna tercekat, ia membelalak.
“Dia?” gumamnya pelan nyaris tidak terdengar.
Pria itu bernama Caelan Kendrick, tuan muda kedua di keluarga Kendrick. Adik dari Kaizen.
Sekaligus mantan kekasihnya di masa lalu.
Maura mengatupkan bibirnya.“Aku tidak akan sepertimu, meninggalkan Nenek tanpa perasaan." Celyna menghela napas. "Siksa aku, hancurkan kembali mentalku. Sampai kapan pun aku tidak akan tunduk pada kalian. Aku akan tetap bercerai dengan Kaizen. Hidupku, milikku, bukan milik kalian.”Maura menghela napas. “Aku malas berdebat denganmu. Jika kau tidak mau makan terserah, nanti mag mu kambuh.”Celyna tersenyum miring. “Sejak kapan Mama peduli pada hal sepele.” Celyna menatap tajam mata ibunya. “Aku tidak memiliki tenaga untuk berdebat dengan kalian. Jadi, keluar dari kamarku sekarang juga.”Maura akhirnya keluar, tetapi Bibi tidak langsung pergi.“Non, tolong dimakan. Kalau Non Celyna tidak makan, nanti sakit. Bibi tahu ini berat untuk Non Celyna, tetapi Non harus bertahan. Setidaknya Non minum, jangan menyiksa diri seperti ini. Makanan tidak salah.”Bibi keluar dari kamar Celyna. Setelah itu kepergian mereka, Celyna menghela napas. Ia melihat makanan di atas meja, air matanya menetes. I
“Habisi dia, Kaizen!” bisik Safira membuat Kaizen membelalak dan mendorong pelan Safira.“Apa kau sudah gila?”Safira merengek dan menangis. “Hanya itu yang dapat membuat kita bersama Kaizen. Kita tidak perlu turun tangan, hanya perlu membayar pembunuh bayaran. Setelah itu kita bisa bersama, apa kamu tidak ingin bersama denganku?”Kaizen meneguk salivanya. “Aku ingin bersamamu, tapi tidak seperti ini. Jika Davis tahu---““Dia tidak akan tahu. Kita bisa membuatnya seolah mengalami kecelakaan.”Kaizen menggeleng pelan, dia pergi menjauh dari Safira. Seperti ketakutan. “Aku tidak ingin terlibat dalam pembunuhan. Tidak mau ... pasti ada cara lain.”Kaizen berlari menuju lantai atas. Safira menatap Kaizen yang berlalu, lalu meneguk minuman yang tersisa di gelas yang belum lama ini digunakan oleh Kaizen. Senyuman samar tercipta di wajahnya.***Dua hari berlalu, Celyna masih terkurung di dalam kamarnya. Ia menolak makan dan minum, Adinda melihat kamar kakaknya. Matanya berkaca-kaca, sementa
PLAK!Untuk pertama kalinya Celyna mendapatkan tamparan dari Davis. Ada raut puas di wajah Diyah. Sementara Maura menahan napas.“Hanya aku yang berhak menentukan masa depanmu. Jika berani bercerai, aku akan membuat nenekmu---““Lakukan!” tantang Celyna matanya berbinar.Mereka hampir tidak pernah berbicara. Sekalinya suara keluar dari mulut Davis, hanyalah ancaman yang harus Celyna terima.“Jika sampai terjadi sesuatu pada Nenek. Kamu akan menyesal, PAPA!”“Dasar anak tidak tahu diri. Masih beruntung kamu lahir ke dunia ini, sebagai keluarga Diwangkara.” Diyah berdiri menunjuk Celyna.Celyna melotot. Ia tidak ingin lagi ditindas dan ketakutan seperti di masa lalu. Diyah membelalak melihat amarah di wajah Celyna.“Jika aku bisa meminta kepada Tuhan, maka aku akan meminta untuk tidak dilahirkan di keluarga Diwangkara.” Suara Celyna lantang dan tegas. “Jika sampai kau menyentuh Nenek, aku pastikan semua dunia tahu kalau kau ayah yang paling buruk di dunia ini. Dan tidak pantas memimpin
Celyna yang sudah duduk di hadapannya membelalak.“Berlibur katamu. Tidak Cae, aku harus segera mengurus perceraianku dengan Kaizen. Aku akan menghadapi media.”“Wanita itu masih ada di rumah kalian.”“Aku tidak peduli. Yang aku herankan sampai hari ini dia tidak takut dengan kariernya, padahal ia seorang pelukis terkenal.”Caelan hanya menatapnya dan tidak memberikan komentar.“Kenapa, aku selalu merasa kamu selalu menyembunyikan sesuatu dariku.”“Itu yang kamu rasakan?”Caelan memakan rujak buahnya, ia tidak mengatakan apapun. Hal itu membuat Celyna kembali bertanya-tanya.“Kamu tidak ingin memberitahuku?” Celyna menatapnya semakin dalam.“Rujaknya sangat enak, kamu pasti suka.” Caelan mengalihkan pembicaraan.Celyna menghela napas, ia memakan rujak. Rujak itu memang sangat enak, dapat menenangkan sakit kepalanya. Caelan tersenyum.“Benarkan, kamu akan menyukainya.”Celyna hanya menatap dan mencocol kembali mangga dan jamu ke gulanya, pedas, manis dan sedikit asin bercampur menjadi
Keduanya saling memeluk. “Aku juga, Cae.”Di seberang sana, Kaizen sedang berada di kediamannya. Ia duduk di sofa seraya menonton ulang kembali konferensi pers beberapa jam yang lalu. Kaizen menatap tabnya tersenyum, sementara Reyhan duduk di seberangnya.“Bagaimana menurutmu, aktingku sangat bagus bukan?”Reyhan memberikan dua jempolnya kepada Kaizen. Tidak lama, Safira muncul. Kaizen mengalihkan pandangan matanya melirik kepada Reyhan memberikan isyarat agar Reyhan pergi. Reyhan pun berdiri, tanpa berbicara dia membungkuk dan pergi.Reyhan dan Safira melakukan kontak mata, hanya sesaat. Sebelum akhirnya Safira naik pangkuan Kaizen.“Kamu yakin ingin berpisah denganku?”Kaizen menyentuh wajah Safira, tatapan matanya penuh dengan nafsu. Ia menciumnya dengan cepat, yang dibalas oleh Safira menggoyangkan pinggulnya di atas pangkuan Kaizen.“Aku tidak pernah mau berpisah denganmu, Kaizen. Aku rela menjadi istri keduamu,” ucap Safira usai melepaskan ciuman panasnya.Jemari tangan Kaizen m
Celyna menyadari masalah yang dihadapinya saat ini tidak akan sesederhana itu. Ia menangkap ucapan Caelan saat ini. Karena dia sudah membantah bahwa isi gugatan itu. Maka dia akan membuat Celyna mengganti isi gugatannya, atau menggunakan koneksi keluarga Kendrick.Namun, dengan mengakuinya perselingkuhannya. Skandal buruknya akan mempengaruhi citranya di masa depan. Oleh karena itu, dia harus mendapatkan Celyna kembali. Kecuali, Davis benar-benar mengorbankannya. Memutus isu politik yang akan mempengaruhinya.“Aku tidak peduli dengan perkataan orang di luar sana. Perceraianku dengan Kaizen, tidak ada urusannya dengan orang luar, bukan mereka yang memberiku makan. Yang membuat aku bertahan hingga sekarang adalah Nenek.”Caelan mengacak rambut Celyna.“Saat ini media masih mencarimu, perceraianmu sudah ada di depan mata. Media akan terus menyorotimu.”“Aku tahu. Kaizen bisa menjual kesedihan untuk menaikkan citranya, aku tidak akan tertipu dan tidak akan jatuh untuk kedua kalinya. Wanit







