Mata Celyna bertemu dengan mata dingin milik Caelan, yang kini menatapnya lekat, dingin dan menusuk. Sementara Kaizen dan ibunya tampak malas, berbeda dengan sang ayah. Kedua orang tua Celyna tidak berkomentar. Mereka hanya tersenyum.
“Caelan, cucuku. Sejak muda di sudah tinggal di luar negeri, aku baru sempat mengenalkannya kepada kalian. Saat pernikahan Celyna, Caelan tidak bisa datang.”
Kaizen tersenyum miring. “Kukira kau tidak akan pernah kembali.”
Caelan dengan tenang duduk, sorot matanya tidak pernah beralih dari Celyna yang duduk di samping Kaizen.
“Sudah waktunya aku pulang dan bergabung dengan perusahaan,” jawab Caelan tenang.
Kaizen terkejut. “Apa kau bilang? Bisa-bisanya orang sepertimu bergabung di perusahaan.”
“Cukup!” Ayah mertua akhirnya angkat bicara. “Ini bukan tempat debat. Apa kalian tidak menghargai nenek kalian?”
Celyna yang gugup, dengan tangan gemetar akhirnya meraih gelas yang berisikan segelas air putih.
“Jadi, ini istri idamanmu?” tanyanya dengan nada yang terdengar mengejek.
Kaizen langsung melotot. “Apa maksudmu?”
Caelan mengangkat sebelah alisnya, tatapannya sinis. “Dia sama sekali tidak cantik. Lebih tepatnya, bukan tipemu. Atau sebenarnya kamu hanya dipaksa menikahinya?” Caelan tersenyum miring.
“Brengsek!” Kaizen menahan emosi, tangannya mengepal.
Mendengar itu Celyna tersedak. Kedua orang tua Celyna tertegun, sementara ibu mertuanya tersenyum sinis.
“Caelan,” tegur Nenek.
Caelan tersenyum, kepada nenek. “Nenek paling cantik di dunia ini.”
Nenek pun tersenyum kecil, meminta untuk memaklumi ucapan cucunya. Makan malam pun dimulai, selama makan malam hanya ada keheningan. Hingga akhirnya hidangan penutup disajikan, barulah mereka mulai berbicara santai.
Namun, tidak dengan Celyna yang tampak gugup. Bagaimana tidak Caelan terus menerus menatapnya. Terkadang dia akan merespon ucapan ayahnya, tetapi setelah itu dia akan kembali menatap Celyna.
“Aku harap Celyna segera mengandung,” ucap Ibu Celyna kepada Nenek. Lalu pada Kaizen dan Celyna, ia melanjutkan, “Besok aku akan mengirimkan suplemen untuk kalian. Kaizen, kamu harus lebih tabah sebagai suami ya? Bersabarlah terhadap Celyna.”
Celyna bisa merasakan ketidak senangan di wajah suaminya. Walaupun saat ini dia tampak tersenyum, tetapi itu hanyalah sandiwara. Hingga Caelan terkekeh pelan, membuat semua orang menoleh.
“Kenapa kau tertawa?” tegur Kaizen tajam.
“Aku hanya teringat sesuatu,” Caelan menatap Celyna sekilas. “Saat datang kemari, aku dengar rumor kalau istrimu mandul.”
Ucapannya itu membuat semua orang terkejut, termasuk Celyna yang kini membelalak. Ia tidak percaya Caelan mengatakan itu.
“Tapi, alih-alih menyalahkan istrimu, bagaimana kalau kau periksa dulu hormonmu, Kai? Siapa tahu masalahnya ada padamu.”
“CAELAN!” teriak Kaizen marah sampai berdiri.
Celyna membelak. Hingga suara ibu mertuanya terdengar.
“Jaga bicaramu. Kau hanya bisa membuat malu keluarga ini.”
Caelan menatap ibunya, lalu tersenyum miring dan pergi. Nenek menghela napas, sedangkan kedua orang tua Celyna tampak marah. Celyna berusaha menenangkan suaminya, dan saat Celyna hendak meraih tangan suaminya. Kaizen sudah lebih dulu menepisnya.
Kaizen pergi dari ruang makan. Celyna langsung pergi menyusulnya. Sementara itu, ayah mertuanya dan nenek meminta maaf atas kegaduhan yang dibuat oleh Caelan.
“Kaizen, tunggu aku.”
Kaizen menghentikan langkah kakinya.
“Enyah! Jangan ikuti aku, melihatmu sekarang— hanya membuatku semakin membencimu.”
Celyna menatap suaminya.
“Seharusnya kau tidak perlu tersinggung dengan ucapan adikmu. Faktanya kau memang tidak ingin aku hami— atau mungkin sebenarnya kau tidak —”
Kaizen mencekal tangan Celyna dan menariknya masuk ke dalam kamar, yang dulunya ditempati Kaizen sebelum menikahi Celyna. Malam ini mereka menginap di rumah ini.
“Lepas, kau menyakitiku.”
Namun, cengkeraman itu semakin kuat. “Jaga mulutmu. Aku masih normal.” Kaizen melepaskan cekalan tangannya. Lalu menunjuk Celyna. “Aku hanya tidak ingin menabur benihku, pada perempuan rendahan sepertimu. Perempuan sepertimu tidak pantas melahirkan darah dagingku!”
Deg!
Setelah mengucapkan itu, Kaizen pergi. Celyna menahan napas selama beberapa saat, berusaha membendung air matanya. Meskipun hatinya sakit.
Tidak lama setelah itu pintu dibuka dari luar, Celyna menoleh. Melihat ibunya menghampiri seraya bersedekap.
“Celyna, lihat. Semua ini salahmu. Kubilang apa, sebaiknya kau dan Kaizen pergi ke dokter dan ikut program ke—”
“Cukup. Aku sedang tidak ingin membahasnya.” Celyna membelakangi ibunya.
“Apa katamu? Jangan lupa tujuanmu menikah ke rumah ini untuk apa? Pernikahanmu sangat penting untuk pemilu ayahmu. Jika kau masih tidak hamil, posisimu akan goyah.”
Celyna mengepal tangannya dengan mata terpejam. Darahnya terasa mendidih, dia terus mendapatkan dari ibu dan suaminya.
“Ma, keluar!” seru Celyna.
Ibu Celyna akhirnya keluar. Celyna menghela napas berat, lalu mengambil botol wine kualitas tinggi yang berada di atas meja. Ia meneguk langsung dari botolnya, kemudian terkekeh.
“Hamil? Bagaimana aku bisa hamil. Di matanya aku hanyalah kotoran yang menjijikan!” ucapnya lirih, kembali meneguk wine.
Dua tahun menikah dengan Kaizen, tapi seperti terpenjara. Tidak ada cinta, tidak ada kehangatan. Yang ada hanyalah kebencian tanpa akhir.
Dia tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Semua terjadi karena keputusan orang tuanya. Sejak kecil hidupnya sudah ditentukan. Ibunya hanya peduli pada kakak lelakinya, yang selisih dua tahun dengannya– pewaris politik masa depan.
Sementara ayahnya sibuk dengan partai. Celyna tumbuh kurang kasih sayang. Tidak hanya itu, ia juga dibuang ke rumah neneknya sejak umur 8 tahun. Dengan alasan, ibunya ingin lebih fokus mengurus kakaknya.
Dan tiba-tiba, saat sudah dewasa, ia diminta menikah dengan seseorang yang bahkan tidak dikenalnya. Pernikahan politik, pernikahan tanpa cinta.
Air mata menetes. Celyna terduduk di karpet, mengingat kembali perkataan kasar dan kebencian suaminya. Serta tekanan dari ibunya yang meminta agar dia segera hamil.
“Apa salahku? Apa aku lahir hanya untuk menderita?”
Celyna menjatuhkan kepalanya ke meja. Perlahan ia memejamkan kelopak matanya. Ucapan Kaizen terus terngiang-ngiang di benaknya, membuat hatinya semakin tersayat-sayat.
Tidak lama, Celyna mendengar pintu kamarnya dibuka dari luar. Celyna membuka mata, ia melihat sosok Caelan baru saja menutup pintu dan mengunci pintu kamar.
“Apa aku sedang berhalusinasi?” gumamnya pelan.
Langkah itu semakin dekat, hingga akhirnya Celyna tersadar. Bahwa keberadaan Caelan bukanlah halusinasi, karena dia meminum wine.
“Kau berharap orang lain yang masuk?” ucap Caelan dingin.
“Kau—apa yang kau lakukan di sini?” Celyna berdiri tergesa-gesa menunjuknya dengan panik ke arah Caelan.
Caelan tidak menjawab, wajahnya tetap dingin. Dia mendekat perlahan. Celyna mundur, kakinya menyenggol meja hingga tubuhnya hampir jatuh. Untung dengan cepat Caelan cepat menariknya.
Celyna melotot. Sentuhan itu membuat darahnya berdesir. Dalam sekali tarikan, tubuhnya terhempas ke pelukan Caelan.
“Apa yang kau lakukan?! Lepaskan aku!” teriak Celyna, tapi pelukan itu semakin erat. Celyna menengadah menatap wajah Caelan yang kini sedikit menunduk.
Wajah mereka sangat dekat, sampai-sampai Celyna dapat merasakan napas Caelan.
“Lepaskan aku!”
Caelan tidak mengindahkan ucapan Celyna. Caelan menarik lagi tubuh Celyna hingga menyatu dengan tubuhnya, tatapan mereka sangat intens.
“Lepaskan, sebelum aku—”
Cup! Dengan cepat Caelan membungkam mulut Celyna dengan bibirnya. Celyna melotot, dan semakin memberontak. Namun, pelukan dan tubuh Caelan sangat kuat. Semakin Celyna memberontak, Caelan semakin menciumnya lebih dalam lagi, dan lebih dalam lagi.
Caelan menyesapnya semakin dalam, memainkan lidahnya di dalam sana. Dengan tubuhnya yang sempurna, dia mampu mengunci tubuh mungil Celyna. Caelan menciumnya semakin rakus, dan menarik bibir bawah Celyna hingga berdarah.
PLAK!!
Tamparan itu mendarat di wajah Caelan, cukup keras. Namun, ekspresi Caelan saat ini jauh dari rasa bersalah.
Dengan napas terengah-engah, Celyna berbicara.“Jaga sikapmu! Aku ini istri kakakmu!”
Mendengar itu membuat mata Caelan menajam, ada kemarahan di wajahnya. Dengan cepat Caelan menyergap tubuh Celyna. Dan menjatuhkannya ke sofa, Celyna berusaha bangkit. Namun, Caelan menahan kedua tangannya. Tatapannya semakin tajam.
Tubuh Caelan terlalu mendominasi.
“Lepaskan aku!” pekiknya. “Pergi dari kamarku, sebelum suamiku kembali,” ucap Celyna, suaranya bergetar. Cemas Caelan akan melakukan hal lebih gila dari ini.
Caelan akhirnya bangkit, Celyna menghela napas dan membenarkan rambut dan pakaiannya.
Caelan justru tertawa kecil. “Jadi, ini alasanmu meninggalkanku? Karena ingin jadi nyonya besar keluarga Kendrick?”
Spontan Celyna membungkam mulutnya. Jantungnya seakan berhenti saat menyaksikan suaminya mencium perempuan itu dengan begitu mesra, bahkan mengangkat tubuh perempuan itu ke atas meja, hendak melucuti pakaiannya. Air mata Celyna menetes, tak tertahan.Celyna tidak tahan menyaksikan semua itu. Saat hendak berbalik, kakinya goyah dan tubuhnya hampir jatuh. Suara kecil yang ia timbulkan membuat Kaizen dan kekasihnya sontak menghentikan cumbuannya. Dengan panik, Celyna melepas sepatu haknya dan berlari keluar.Saat Kaizen keluar, dia hanya mendengar suara pintu utama ditutup. Tanpa tahu siapa yang datang.Malam itu, Celyna berjalan di tengah-tengah kerumunan orang-orang. Ia tak peduli dengan tatapan para sosialita yang mulai memperhatikannya. Air matanya jatuh semakin deras, hatinya perih seperti ada ribuan jarum yang menancap di dadanya. Dengan langkah gontai, ia keluar dari resort sambil menggenggam sepatu hak dan tas di tangannya. Bayangan suaminya bercumbu dengan perempuan lain terus
Ponsel itu jatuh dari tangannya. Celyna membeku, matanya terpaku pada layar yang menampilkan foto itu. Foto itu terlalu nyata untuk bisa disebut rekayasa. Kaizen memakai pakaian yang sama dengan yang dikenakannya hari ini.Hatinya seperti diremas, sesak. Tangannya gemetar ketika berusaha memungut ponsel dari lantai.Dengan napas yang tidak beraturan, ia kembali menatap layar ponselnya. Tubuhnya merosot hingga terduduk di depan pintu, air matanya menetes begitu saja.“Kaizen,” gumamnya hampir tak terdengar.Satu jam berlalu. Langit sudah gelap, tetapi tidak ada tanda-tanda suaminya kembali ke kamar hotel. Celyna masih menggenggam ponselnya erat-erat. Pertanyaan demi pertanyaan kini menggerogoti pikirannya. Sekarang ia semakin mengerti. Kenapa Kaizen tidak pernah mau menyentuhnya.Celyna menyeka air matanya. Ia mencoba menghubungi nomor pengirim foto itu, tapi panggilannya tidak pernah dijawab. Sambil duduk di sofa, ia mencoba lagi, tetap tidak diangkat.[Kamu siapa?]Ia mengirim pesan s
Celyna terdiam, wajahnya memucat. Namun, dia tetap berusaha tenang. Dan memalingkan wajah.“Ternyata kau sama saja dengan perempuan di luar sana, munafik! Kau memilih menikahi kakakku, demi nama besar dan kekuasaan. Jangan salahkan aku kalau sekarang menganggapmu perempuan murahan.”“Cukup!” Celyna balas berteriak, matanya berkaca-kaca. “Kau tidak tahu apa pun! Kau tidak pernah tahu…”“Tahu apa?” Caelan mencondongkan tubuhnya, menatapnya lebih dekat. “Kalau sebenarnya kau cuma pion murahan keluarga politikmu? Atau kau memang tidak bisa hidup tanpa uang dan status?”PLAK!Tamparan mendarat untuk kedua kalinya di wajah Caelan.“Pergi!” pekiknya. “Kalau kau masih punya harga diri, jangan pernah muncul lagi di hadapanku.”Caelan menurunkan pandangannya. Tamparan itu masih terasa di pipinya. Ia bahkan menyentuh pipinya, ironi. Caelan kembali menaikkan pandangannya menatap Celyna.“Karena kau sudah masuk ke dalam keluarga Kendrick, jangan harap kau bisa hidup dengan tenang.”Celyna tercekat
Mata Celyna bertemu dengan mata dingin milik Caelan, yang kini menatapnya lekat, dingin dan menusuk. Sementara Kaizen dan ibunya tampak malas, berbeda dengan sang ayah. Kedua orang tua Celyna tidak berkomentar. Mereka hanya tersenyum.“Caelan, cucuku. Sejak muda di sudah tinggal di luar negeri, aku baru sempat mengenalkannya kepada kalian. Saat pernikahan Celyna, Caelan tidak bisa datang.”Kaizen tersenyum miring. “Kukira kau tidak akan pernah kembali.”Caelan dengan tenang duduk, sorot matanya tidak pernah beralih dari Celyna yang duduk di samping Kaizen.“Sudah waktunya aku pulang dan bergabung dengan perusahaan,” jawab Caelan tenang.Kaizen terkejut. “Apa kau bilang? Bisa-bisanya orang sepertimu bergabung di perusahaan.”“Cukup!” Ayah mertua akhirnya angkat bicara. “Ini bukan tempat debat. Apa kalian tidak menghargai nenek kalian?”Celyna yang gugup, dengan tangan gemetar akhirnya meraih gelas yang berisikan segelas air putih.“Jadi, ini istri idamanmu?” tanyanya dengan nada yang t
Lingerie tipis warna hitam itu mengintip dari jubah satin yang membungkus tubuhnya, memperlihatkan siluet indah tubuhnya. Celyna menatap pantulan dirinya di cermin dengan senyum getir. Ibunya datang jauh-jauh hanya untuk mendadaninya seperti ini, sekaligus memberikan ceramah panjang soal menggoda suami seakan-akan Celyna adalah istri bodoh yang tidak bisa hamil meski sudah dua tahun menikah.Yang benar saja, yang jadi masalah bukan Celyna. Melainkan–“Kamu pikir kamu bisa membuatku mau menyentuhmu dengan berpenampilan begitu?”Celyna terkesiap. Sontak, ia berbalik dan mendapati Kaizen sedang menatapnya dengan wajah merah. Bukan tersipu melihat kulit polos Celyna mengintip di balik jubah malamnya, melainkan karena marah.Buru-buru Celyna merapatkan pakaiannya.“Bukan itu maksudku. Aku baru saja ingin mengganti pakaian,” bela Celyna. “Tadi Ibu datang, lalu beliau–”Kaizen mengibaskan tangannya, menyuruh Celyna diam. Pria itu melonggarkan dasi lalu membuka kancing kemejanya. Ia sama sek