共有

Dimanjakan sang Majikan Tampan
Dimanjakan sang Majikan Tampan
作者: Astika Buana

Bab 1. Iklan Aneh

作者: Astika Buana
last update 最終更新日: 2025-09-23 18:36:23

[Dibutuhkan segera: tenaga kerja wanita.

Syarat utama: janda mati yang mempunyai tanggungan anak balita.]

Dahi Cahya berkerut setelah membaca iklan di situs lowongan pekerjaan. Dilihat dari sisi mana pun, lowongan ini aneh.

Apakah pemasang iklannya mencari kesempatan untuk beramal kepada janda dan anak yatim?

Walaupun ini sesuai yang wanita ini butuhkan, tetapi ada keraguan dalam hati Cahya. Apalagi saat membaca fasilitas yang akan ia dapatkan.

[Gaji melebihi UMR, tinggal dalam, dan kebutuhan harian sudah ditanggung.]

Jika bukan karena ada niat khusus, tidak mungkin kan fasilitasnya sebagus ini? Untuk janda beranak satu dan di masa ketika orang sedang kesulitan cari kerja pascapandemi pula.

Namun, menelisik perusahaan ini sepertinya terpercaya dan bukan perusahaan penipuan yang berkedok mencari tenaga kerja. Banyak komentar yang menyatakan ini benar, dan Cahya pun tahu di mana letak kantor perusahaan itu.

Setelah memantapkan diri, wanita beranak satu ini mengisi biodata dan meng-klik tombol send. 

Tidak lupa melampirkan foto keluarga yang dijadikan salah satu persyaratannya. Sekarang menunggu tahap berikutnya, panggilan untuk wawancara.

"Mbak Cahya! Permisi."

Suara di balik pintu menyentakkan dia.

Tahu siapa yang datang, dia melangkahkan kaki lebar-lebar untuk membuka pintu. Sejenak jantungnya berdetak kencang dan tangan terasa dingin tiba-tiba. Ibu pemilik kos datang, seperti biasa menagih sewa bulanan.

"Adik kecil bobok?" tanyanya dengan wajah dan tatapan berbinar. Cahya tahu ini sekadar basa-basi, lihat saja, nanti akan ada perubahan setelah mendengar jawabannya.

"Pagi, Mbok Kadek," jawab Cahya setelah membukakan pintu. Mbok, sebutan kepada perempuan muda di Bali, sama dengan sebutan 'mbak' kalau di Jawa.

"Biasa, Mbak Cahya. Mau ambil bulanan," ucap wanita yang dipanggil Mbok Kadek masih menebar senyum.

"Maaf, Mbok."

Satu kata maaf menyusutkan seketika senyum yang disajikan tadi, seakan mengerti kalimat apa yang akan menyertai setelahnya.

"Bisa tolong minta waktu lagi. Saya belum dapat pekerjaan."

Sekarang, senyum itu benar-benar tak berbekas.

"Mbak Cahya, minggu kemarin alasannya begitu. Sekarang juga. Kok mundur-mundur terus? Saya tidak bisa menunggu lama. Mbak Cahya kan tahu, penghuni kos banyak yang pulang kampung. Sedangkan tagihan bank masih terus berjalan."

Wanita berkulit putih bersih itu mengangguk mengerti, hafal dengan alasan yang akan dijabarkan. Pasti seputar tagihan pinjaman Bank yang dulu digunakan sebagai modal pembangunan kos-kosan ini. 

Hitungannya, sih, tidak meleset kalau keadaan normal. Namun, penyewa kos yang berkurang drastis menyebabkan pemasukan berkurang banyak. Mereka pada umumnya menyerah dengan keadaan, memilih pulang ke kampung, atau kembali ke pulau tempat mereka berasal.

Walaupun Cahya mengerti keadaannya, tapi bagaimana lagi?

"Tapi, Mbok. Suami saya--"

"Iya, saya tahu. Makanya saya beri toleransi waktu. Tapi, bukan berarti tinggal gratis," ucapnya sambil menengadahkan tangan. “Dah, kasih saya sekarang berapa aja. Hitung aja sebagai cicilan.”

Cahya akhirnya menyerahkan satu lembar uang berwarna merah terakhir yang ia punya. 

Suaminya belum lama ini meninggal terkena wabah COVID, tanpa mewariskan apapun kecuali seorang putra serta tunggakan tagihan kontrakan dan pinjaman bank. Cahya sendiri sudah beberapa lama tidak bekerja meski punya punya pengalaman dan gelar. Pun, ingin bekerja sekarang, sulit karena wabah penyakit ini melumpuhkan hotel dan restoran–tempatnya mencari kerja sebelumnya.

Dia mengerti, situasi sekarang ini merupakan pukulan telak bagi pelaku pariwisata seperti Bali ini. Yang biasanya bergantung dengan datangnya tamu, kebijakan penutupan wilayah memaksa menghentikan semua kegiatan ekonomi. 

Pada akhirnya, belakangan ini ia memaksakan diri untuk menjadi ojek online–dengan motor bekas ojek milik suaminya.

"Bu, Ibuk, Cakti maem." Suara si kecil menyadarkan lamunan wanita berambut lurus itu. Dia menggelung rambut dan mengangkat anaknya yang mengulurkan kedua tangannya.

"Sakti lapar?"

"Iyak," sahut anaknya sambil mengusap-usap perutnya. Kebiasaan yang sebelumnya diajarkan almarhum suaminya. Diajarkan arti lapar dengan menunjuk perut yang mulai mengempis.

Sambil menggendong Sakti, Cahya menyeduh bubur instan sasetan. Dia menuang sisa yang tinggal setengah. Wanita berkulit putih itu mendesah. Dalam pikirannya, ini masih tertinggal dua saset lagi, sedangkan uang sudah menipis.

"Sakti makan ini dulu, ya. Nanti setelah makan mimik Ibuk, terus bobok ya."

"Iyak." Sakti mengangguk-angguk dan tangan kecilnya itu bertepuk tangan sambil menghidu aroma bubur yang diaduk Cahya. 

Setelah selesai dan memastikan Sakti sudah tertidur, Cahya menitipkan Sakti ke tetangga sebelum kemudian mulai bekerja. Begitulah rutinitasnya belakangan ini.

Beberapa orderan dia terima. Ibu muda itu sengaja mengambil orderan dengan tujuan seputar tempat tinggalnya. Itu pun yang diterima anak sekolah, dan wanita saja.

Wajah ayu itu tersenyum menatap lembaran uang hasil kerja kerasnya. Tidak banyak, tetapi setelah dipotong uang bensin, ini cukup untuk membeli makanan dan susu anaknya.

“Hari ini cukup segini. Aku harus pulang sebelum waktunya Sakti mandi,” guman Cahya sebelum memacu kuda besinya.

Meskipun tidak banyak, tetapi ada pemasukan yang bisa diandalkan. Uang simpanan tidak berkurang, malah bertambah sedikit demi sedikit. Lumayan sambil menunggu panggilan kerja dari lamaran yang sudah dia masukkan.

***

Ini hari kesepuluh.

Baru saja memarkir motor, Mbok Kadek tergopoh menghampirinya. “Mbak Cahya, Adek Sakti badannya agak panas. Padahal dari tadi di kamar saja tidak main di luar rumah!”

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Dimanjakan sang Majikan Tampan   Bab 4.  Wawancara Aneh

    Cahya tidak langsung menjawab. Namun, karena atmosfer wawancara ini begitu profesional, Cahya kemudian menjawab dengan sikap serupa.“Satu tahun lebih. Tapi dia anak yang tidak rewel. Jadi saat saya bekerja, saya pastikan dia tidak mengganggu.”“Tidak apa-apa. Saya mengerti sangat anak umur satu tahun membutuhkan perhatian. Dia mulai jalan, berbicara, dan melakukan sesuatu yang sering bikin ibunya pusing, ya?” Bu Hanum tertawa kecil.“I-iya. Tapi dia–”“Tidak apa-apa. Kalau kamu diterima, kalian nanti akan kami siapkan tempat tinggal. Dan, anak kamu juga kami siapkan baby sister. Jadi kamu tidak usah khawatir”“.…”Cahya pun bingung tapi tidak bisa berkata-kata. Dia tidak merasa dia seberharga itu dengan mendapat fasilitas ini.“Apakah Mbak Cahya membawa dokumen yang diminta?”“Ah, ya.” Cahya meraih ke dalam map yang ia bawa. "Ini buku kesehatan anak saya." Ia meyodorkan buku berwarna merah muda. Buku kesehatan yang dikeluarkan oleh Bu Bidan.Wanita tua itu mengangguk-angguk setelah

  • Dimanjakan sang Majikan Tampan   Bab 3. Pertolongan Orang Asing

    “S-suami?”Dahi Cahya mengernyit. Maksudnya si Bule itu? “Oya, tadi suami ibu memberi titipan di dalam tas. Saya disuruh mengingatkan.”Bagian administrasi itu mengangguk hormat. Meninggalkan Cahya yang tertegun tanpa bisa berucap apapun.Pikiran buruk tentang laki-laki itu terhapus sudah. Apalagi Cahya mendapati segepok uang di dalam tasnya."Wah, jangan-jangan laki-laki itu malaikat yang ditugaskan membantuku?' pikir Cahya sambil memeluk erat tas yang bertambah bobot itu. "Dia baik banget dan keren seperti malaikat."Sementara di tempat parkir, mobil keluaran luar negeri keluar perlahan menuju jalan raya. Laki-laki berambut cokelat itu menghela napas lega. Senyumnya tersirat mengingat kecemasan saat genting tadi.Ada rasa bahagia yang menyelusup setelah ikut mengurus administrasi dan menyisipkan uang di dalam tas wanita itu. Teringat mata wanita itu yang mengerjap seakan memohon pertolongan. Ini menjadikan lelaki itu merasa diandalkan dan berguna.Kebosanan yang akhir-akhir ini men

  • Dimanjakan sang Majikan Tampan   Bab 2. Hal Tak Terduga

    Jantung Cahya sontak berdebar lebih cepat. Namun, ia berusaha tenang.“Mungkin mau tumbuh gigi, Mbok.” Ibu muda itu menjawab lembut.“Takut aku. Tadi sebelum tidur tidak apa-apa. Bangun tidur badannya panas.” “Anak kecil biasa gini. Semoga tidak ada apa-apa,” ucap Cahya yang sebenarnya dia berbicara dengan dirinya sendiri. Mencoba membuat hatinya tenang meskipun kekhawatiran pun mencuat kuat.Anak berumur satu tahun itu membuka matanya, kemudian tersenyum seakan senang merasakan dalam gendongan ibunya.“Sakti, ini ibu, Nak. Ini ibu belikan bubur dan jeli kesukaan Sakti. Bangun dulu, ya.”Tubuh kecil itu menggeliat. “Cakti mo bobok.”Cahya tersenyum dan mengangguk. “Ya udah kalau begitu. Bobok ya, Sayang.”“Badannya panas,” gumam Cahya sambil meletakkan punggung tangan di dahi anaknya.Buru-buru dia mengambil sapu tangan berbahan handuk yang sebelumnya direndam air hangat. Katanya, ini akan memicu keringat sehingga menurunkan suhu tubuh. Namun, untuk sekian lama panas tidak berkurang

  • Dimanjakan sang Majikan Tampan   Bab 1. Iklan Aneh

    [Dibutuhkan segera: tenaga kerja wanita.Syarat utama: janda mati yang mempunyai tanggungan anak balita.]Dahi Cahya berkerut setelah membaca iklan di situs lowongan pekerjaan. Dilihat dari sisi mana pun, lowongan ini aneh.Apakah pemasang iklannya mencari kesempatan untuk beramal kepada janda dan anak yatim?Walaupun ini sesuai yang wanita ini butuhkan, tetapi ada keraguan dalam hati Cahya. Apalagi saat membaca fasilitas yang akan ia dapatkan.[Gaji melebihi UMR, tinggal dalam, dan kebutuhan harian sudah ditanggung.]Jika bukan karena ada niat khusus, tidak mungkin kan fasilitasnya sebagus ini? Untuk janda beranak satu dan di masa ketika orang sedang kesulitan cari kerja pascapandemi pula.Namun, menelisik perusahaan ini sepertinya terpercaya dan bukan perusahaan penipuan yang berkedok mencari tenaga kerja. Banyak komentar yang menyatakan ini benar, dan Cahya pun tahu di mana letak kantor perusahaan itu.Setelah memantapkan diri, wanita beranak satu ini mengisi biodata dan meng-klik

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status