共有

Bab 2. Hal Tak Terduga

作者: Astika Buana
last update 最終更新日: 2025-09-23 18:55:59

Jantung Cahya sontak berdebar lebih cepat. Namun, ia berusaha tenang.

“Mungkin mau tumbuh gigi, Mbok.” Ibu muda itu menjawab lembut.

“Takut aku. Tadi sebelum tidur tidak apa-apa. Bangun tidur badannya panas.” 

“Anak kecil biasa gini. Semoga tidak ada apa-apa,” ucap Cahya yang sebenarnya dia berbicara dengan dirinya sendiri. Mencoba membuat hatinya tenang meskipun kekhawatiran pun mencuat kuat.

Anak berumur satu tahun itu membuka matanya, kemudian tersenyum seakan senang merasakan dalam gendongan ibunya.

“Sakti, ini ibu, Nak. Ini ibu belikan bubur dan jeli kesukaan Sakti. Bangun dulu, ya.”

Tubuh kecil itu menggeliat. “Cakti mo bobok.”

Cahya tersenyum dan mengangguk. “Ya udah kalau begitu. Bobok ya, Sayang.”

“Badannya panas,” gumam Cahya sambil meletakkan punggung tangan di dahi anaknya.

Buru-buru dia mengambil sapu tangan berbahan handuk yang sebelumnya direndam air hangat. Katanya, ini akan memicu keringat sehingga menurunkan suhu tubuh. 

Namun, untuk sekian lama panas tidak berkurang, justru semakin tinggi.

“Aduh, apa yang harus aku lakukan?” Tangannya mengusap badan kecil itu yang semakin panas. Kulit putih pada wajah kecil itu pun memerah seakan memendam bara. 

“Emen….emen.”

Cahya semakin takut ketika Sakti mulai mengigau dengan mata tetap terpejam.

“Sakti, Sayang. Iya, nanti kalau Sakti sudah sembuh, Ibu belikan permen. Es krim juga boleh. Sekarang sembuh dulu, ya.”

“Ayah…ayah….”

“Iya. Ayah sayang Sakti. Ayah pasti akan–” Ucapan Cahya terhenti karena dada semakin sesak. Matanya mulai mengabur oleh air mata. 

Jam dinding menunjuk angka satu lebih. Keadaan Sakti tidak berubah sama sekali, membuat Cahya kian takut.

Hingga akhirnya ia memutuskan untuk membawa Sakti ke IGD. Entah berapa uang yang harus ia keluarkan–yang jelas ia tidak ingin kehilangan sekali lagi.

Cahya langsung memesan mobil online, memakaikan Sakti jaket, memeriksa dompet, dan segera beranjak bersiap di tepi jalan. Sambil memeluk Sakti yang semakin tinggi panas tubuhnya, matanya awas ke jalan yang tidak kunjung ada mobil yang datang.

“Ya, Tuhan. Tolong aku,” gumam Cahya sambil menggoyang-goyangkan tubuh kecil itu. Tidak ada satu pun kendaraan yang lewat. Hanya sesekali lolongan anjing memecah keheningan malam.

Akhirnya, setelah beberapa menit yang terasa begitu lama, sebuah mobil menepi.

Tanpa membuang waktu, dia membuka pintu di samping pengemudi. Sedikit terkejut ketika mendapati pengemudinya seperti orang bule. Tetapi, keadaan seperti ini sudah biasa kalau di Bali. Banyak orang luar yang menjadi pekerja di sini.

“Ayo, Pak! Capet! Anak saya panas!”

Pria itu mengernyit. “Anda–”

“Iya! Saya yang pesan dari tadi. Tolong ini emergency. Cepat antar saya ke IGD Sanglah!”

“….”

“Kok malah bengong? Taruh itu hape! Jangan mengemudi sambil teleponan!”

“Tapi saya ini tidak–”

“Ah, urusan jalan nanti saya yang pandu! Nggak perlu cari di Map. Saya juga tukang ojek online. Ayo jalan! Tolong anak saya, ini darurat!”

Tatapan pria itu jatuh ke Sakti yang ada di pelukan Cahya. Ekspresinya sejenak tampak terkejut, sebelum kemudian bertanya, “Ke IGD … bayi itu?”

“Iya, cepat!”

Tanpa protes lagi, si bule itu langsung menginjak gas. Meskipun dengan kecepatan di atas rata-rata, aku tidak merasa mobil goyang. Mungkin mobil bule berbeda dengan mobil ojek biasanya.

“Ibuk …..ibuk….” Kembali Sakti mengigau.

Cahya meletakkan tas di samping, kemudian membuka selimut sedikit. Tangan Sakti terkulai. Suhu tubuhnya semakin seperti bara apa.

“Tenang, Sayang. Kita ke rumah sakit, ya. Sebentar lagi sampai. Sabar, ya sayang.”

Pipi gembul yang biasanya menunjukkan senyuman menggemaskan, sekarang beku membuat semakin takut. Cahya teringat cerita-cerita tentang bayi panas kemudian ….

‘Tidak! Anakku harus sembuh!’

“Loh, kok di rumah sakit ini? Saya kan pesan ke rumah sakit negeri di Denpasar? Di sini mahal!” tanya Cahya dengan wajah semakin panik terkejut sambil memandang ke sekeliling. Ini rumah sakit swasta terkenal di Kuta. Hanya orang kaya dan pejabat yang mampu dirawat di sini.

Mungkin karena wanita tadi sibuk dengan Sakti, si Bule ini enggan bertanya arah jalan. Tetapi, bukan berarti dia membawa ke rumah sakit elit ini.

“Darurat. Bayimu harus segera dirawat.”

“Aku paham! Tapi dengan apa nanti aku harus membayar perawatannya?” Cahya menjerit dalam hati.

Namun, sebelum ia sempat menjawab, tiba-tiba tubuh Sakti dalam gendongannya kejang. Mata balita itu terbuka, tapi maniknya mendelik ke atas.

“Sa-Sakti–”

“Cepat keluar!” sentak si bule. Ia membukakan pintu untuk Cahya dengan cekatan.  “Bayimu butuh pertolongan segera!”

Cahya tidak tahu bagaimana ia bisa sampai di ruangan IGD. Ia membiarkan si bule berteriak ke petugas UGD yang berjaga. Dengan sigap mereka mendatangi dan mengambil alih Sakti dari pelukan Cahya. Wanita itu hanya bisa pasrah menyeret kakinya mengikuti mereka.

“Tunggu di luar.”

“Saya ibunya.”

Perawat itu tersenyum. “Biarkan kami memberi perawatan terbaik untuk pasien.”

Wanita itu terduduk lemas. Kakinya tidak merasa menapak. Dia seperti berada di antara dunia nyata dan mimpi. Sambil memejamkan mata, dia merapal doa. Hanya kepada-Nya lah wanita itu memohon pertolongan.

“Ibu, keadaan pasien sudah stabil.” Suara perawat menjawab doanya tak lama kemudian.

Cahya langsung beranjak. “Sa-saya bisa masuk?”

“Silakan.”

Tanpa menunggu lagi, ibu muda itu memasuki ruangan. Tubuh kecil itu tidur dengan nyenyak. Napasnya mengalun teratur dengan wajah mulai tidak memerah.

“Ha-harus diinfus, Suster?” Cahya melihat jarum menanjap. Tidak tega melihat ini. Pasti tadi dia merasakan kesakitan.

“Iya, Bu. Biar adik panasnya turun, dan kondisinya menjadi stabil.”

“Apa anak saya bisa pulang secepatnya?”

“Keputusan nanti dari Dokter. Sekarang masih menunggu hasil lab.”

“Jadi ada kemungkinan harus rawat inap?”

“Bisa jadi.”

“Oh gitu….” Cahya menghela napas. Dia seakan mati berdiri memikirkan berapa yang harus dibayarkan nanti. Untuk sekian lama dia duduk terdiam memandangi Sakti yang tidur dengan tenang. Senyumnya menyungging seperti bermimpi indah.

“Permisi, Bu. Ini tasnya ibu.”

“Oh, terima kasih!” seru Cahya. Kepanikan yang sangat membuatnya lupa kalau dia membawa tas. Pasti si Bule taxi online tadi membawakannya turun.

‘Dasar tidak bertanggung jawab! Dia menaruhku di rumah sakit mahal, dan sekarang dia kabur! Awas aku adukan ke admin!’ ucap Cahya dalam hati.

“Ini formulir yang harus diisi.” Beberapa lembar berkas disodorkan kepada Cahya.

“Apa ini?”

“Ini untuk data pasien.”

“Ta-tapi saya mau pindah rumah sakit. Saya–”

“Maaf, Bu. Tetapi dokter menyatakan harus dirawat inap. Panas yang tinggi dan hasil lab menunjukkan kalau ada kerja virus yang melebihi batas ambang."

"Tapi kalau di sini kan mahal. Maaf, ya."

Perawat itu tersenyum, kemudian berkata, "Tetapi urusan administrasi sudah diselesaikan semua. Sekarang kami sedang menyiapkan kamar untuk rawat inap. Ini tinggal mengisi data saja.”

“Hmm?! Si-siapa yang mengurus semua itu?”

“Suami ibu. Bukankah tadi datang bersama?”

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Dimanjakan sang Majikan Tampan   Bab 4.  Wawancara Aneh

    Cahya tidak langsung menjawab. Namun, karena atmosfer wawancara ini begitu profesional, Cahya kemudian menjawab dengan sikap serupa.“Satu tahun lebih. Tapi dia anak yang tidak rewel. Jadi saat saya bekerja, saya pastikan dia tidak mengganggu.”“Tidak apa-apa. Saya mengerti sangat anak umur satu tahun membutuhkan perhatian. Dia mulai jalan, berbicara, dan melakukan sesuatu yang sering bikin ibunya pusing, ya?” Bu Hanum tertawa kecil.“I-iya. Tapi dia–”“Tidak apa-apa. Kalau kamu diterima, kalian nanti akan kami siapkan tempat tinggal. Dan, anak kamu juga kami siapkan baby sister. Jadi kamu tidak usah khawatir”“.…”Cahya pun bingung tapi tidak bisa berkata-kata. Dia tidak merasa dia seberharga itu dengan mendapat fasilitas ini.“Apakah Mbak Cahya membawa dokumen yang diminta?”“Ah, ya.” Cahya meraih ke dalam map yang ia bawa. "Ini buku kesehatan anak saya." Ia meyodorkan buku berwarna merah muda. Buku kesehatan yang dikeluarkan oleh Bu Bidan.Wanita tua itu mengangguk-angguk setelah

  • Dimanjakan sang Majikan Tampan   Bab 3. Pertolongan Orang Asing

    “S-suami?”Dahi Cahya mengernyit. Maksudnya si Bule itu? “Oya, tadi suami ibu memberi titipan di dalam tas. Saya disuruh mengingatkan.”Bagian administrasi itu mengangguk hormat. Meninggalkan Cahya yang tertegun tanpa bisa berucap apapun.Pikiran buruk tentang laki-laki itu terhapus sudah. Apalagi Cahya mendapati segepok uang di dalam tasnya."Wah, jangan-jangan laki-laki itu malaikat yang ditugaskan membantuku?' pikir Cahya sambil memeluk erat tas yang bertambah bobot itu. "Dia baik banget dan keren seperti malaikat."Sementara di tempat parkir, mobil keluaran luar negeri keluar perlahan menuju jalan raya. Laki-laki berambut cokelat itu menghela napas lega. Senyumnya tersirat mengingat kecemasan saat genting tadi.Ada rasa bahagia yang menyelusup setelah ikut mengurus administrasi dan menyisipkan uang di dalam tas wanita itu. Teringat mata wanita itu yang mengerjap seakan memohon pertolongan. Ini menjadikan lelaki itu merasa diandalkan dan berguna.Kebosanan yang akhir-akhir ini men

  • Dimanjakan sang Majikan Tampan   Bab 2. Hal Tak Terduga

    Jantung Cahya sontak berdebar lebih cepat. Namun, ia berusaha tenang.“Mungkin mau tumbuh gigi, Mbok.” Ibu muda itu menjawab lembut.“Takut aku. Tadi sebelum tidur tidak apa-apa. Bangun tidur badannya panas.” “Anak kecil biasa gini. Semoga tidak ada apa-apa,” ucap Cahya yang sebenarnya dia berbicara dengan dirinya sendiri. Mencoba membuat hatinya tenang meskipun kekhawatiran pun mencuat kuat.Anak berumur satu tahun itu membuka matanya, kemudian tersenyum seakan senang merasakan dalam gendongan ibunya.“Sakti, ini ibu, Nak. Ini ibu belikan bubur dan jeli kesukaan Sakti. Bangun dulu, ya.”Tubuh kecil itu menggeliat. “Cakti mo bobok.”Cahya tersenyum dan mengangguk. “Ya udah kalau begitu. Bobok ya, Sayang.”“Badannya panas,” gumam Cahya sambil meletakkan punggung tangan di dahi anaknya.Buru-buru dia mengambil sapu tangan berbahan handuk yang sebelumnya direndam air hangat. Katanya, ini akan memicu keringat sehingga menurunkan suhu tubuh. Namun, untuk sekian lama panas tidak berkurang

  • Dimanjakan sang Majikan Tampan   Bab 1. Iklan Aneh

    [Dibutuhkan segera: tenaga kerja wanita.Syarat utama: janda mati yang mempunyai tanggungan anak balita.]Dahi Cahya berkerut setelah membaca iklan di situs lowongan pekerjaan. Dilihat dari sisi mana pun, lowongan ini aneh.Apakah pemasang iklannya mencari kesempatan untuk beramal kepada janda dan anak yatim?Walaupun ini sesuai yang wanita ini butuhkan, tetapi ada keraguan dalam hati Cahya. Apalagi saat membaca fasilitas yang akan ia dapatkan.[Gaji melebihi UMR, tinggal dalam, dan kebutuhan harian sudah ditanggung.]Jika bukan karena ada niat khusus, tidak mungkin kan fasilitasnya sebagus ini? Untuk janda beranak satu dan di masa ketika orang sedang kesulitan cari kerja pascapandemi pula.Namun, menelisik perusahaan ini sepertinya terpercaya dan bukan perusahaan penipuan yang berkedok mencari tenaga kerja. Banyak komentar yang menyatakan ini benar, dan Cahya pun tahu di mana letak kantor perusahaan itu.Setelah memantapkan diri, wanita beranak satu ini mengisi biodata dan meng-klik

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status