ログインCahya tidak langsung menjawab. Namun, karena atmosfer wawancara ini begitu profesional, Cahya kemudian menjawab dengan sikap serupa.
“Satu tahun lebih. Tapi dia anak yang tidak rewel. Jadi saat saya bekerja, saya pastikan dia tidak mengganggu.”
“Tidak apa-apa. Saya mengerti sangat anak umur satu tahun membutuhkan perhatian. Dia mulai jalan, berbicara, dan melakukan sesuatu yang sering bikin ibunya pusing, ya?” Bu Hanum tertawa kecil.
“I-iya. Tapi dia–”
“Tidak apa-apa. Kalau kamu diterima, kalian nanti akan kami siapkan tempat tinggal. Dan, anak kamu juga kami siapkan baby sister. Jadi kamu tidak usah khawatir”
“.…”
Cahya pun bingung tapi tidak bisa berkata-kata. Dia tidak merasa dia seberharga itu dengan mendapat fasilitas ini.
“Apakah Mbak Cahya membawa dokumen yang diminta?”
“Ah, ya.” Cahya meraih ke dalam map yang ia bawa. "Ini buku kesehatan anak saya."
Ia meyodorkan buku berwarna merah muda. Buku kesehatan yang dikeluarkan oleh Bu Bidan.
Wanita tua itu mengangguk-angguk setelah membacanya. "Jadi vaksin lengkap, ya?"
"Iya, Bu Hanum. Anak saya juga sehat. Jarang sakit," sahut Cahya menyakinkan.
"Bagus! Saya sudah mempelajari berkas lamaran Mbak Cahya. Terakhir kerja sebagai supervisor waiter/ss, kan. Kebetulan restoran ini membutuhkan itu. Jadi Mbak Cahya nanti ditempatkan sebagai supervisor, tetapi untuk sementara sebagai vice supervisor. Mungkin sekitar tiga bulan sebelum dia resign."
"Ja-jadi saya diterima Bu Hanum? Terima kasih," ucap Cahya dengan penuh haru. Rasa putus asa yang sempat menguasai, mulai memudar dengan harapan kehidupan menjadi lebih baik.
Bu Hanum tersenyum. "Itu tergantung apakah kamu menerima persyaratan yang saya ajukan."
Cahya ingin melontarkan pertanyaan, tetapi tangan Bu Hanum memberi tanda untuk diam. Seseorang datang sambil membawa dua cangkir teh yang masih mengepulkan uap hangat. Aroma teh hijau pun menguar, dan tak sadar Cahya pun menghidu. Teh hijau kali ini berbeda dengan yang biasa dia temui.
"Silakan minum. Ini sencha, teh hijau asli dari Jepang," ucap Bu Hanum sebelum menikmati teh itu. Wanita ayu dengan penampilan sederhana itu mengikuti perintah. Benar, aroma teh dan rasa yang ditimbulkan memang selaras.
Di dalam isi kepala Cahya sudah bergulir jalan keluar masalahnya selama ini. Gaji pasti di atas UMR, fasilitas pun ditanggung termasuk kebutuhan Sakti.
Dahinya mengernyit ketika hatinya menyebut nama anaknya. Ada yang aneh pada fasilitas yang dia dapat. Kenapa anaknya yang berumur satu tahun itu terkesan mendapat perhatian lebih? Apa memang semua anak karyawan juga diperlakukan seperti ini?
“Mbak Cahya diterima berkeja. Tapi ada syarat lain yang harus Mbak sanggupi." Ucapan Bu Hanum dijeda. Dia mengambil cangkir dan meminumnya pelan, menghela napas sebelum menatap Cahya.
Cahya tersentak. Sorot mata wanita di sampingnya ini berbeda dari sebelumnya. Ada harapan yang menggantung di sana.
"Bos saya, Nyonya William membutuhkan bantuan Mbak Cahya."
"Bantuan a-apa?" Dalam pikiran Cahya sekejap bergulir liar.
Apa ini ada hubungannya dengan donor organ tubuh? Dan kebetulan yang dibutuhkan sesuai dengan Sakti anaknya. Dahinya semakin berkerut dalam. Rasa ketakutan pun mulai menguasainya. Atau ... seperti yang di film-film, orang-orang kaya memanfaatkan orang seperti Cahya untuk kesenangan mereka yang super aneh.
"Mbak Cahya jangan berpikir aneh-aneh," ucap Bu Hanum seakan mengetahui dalam pikiran wanita muda itu. Kemudian wanita tua itu tersenyum. "Nyonya William hanya ingin rumahnya yang besar diramaikan celoteh anak kecil. Lumayan kan, Mbak Cahya bisa bekerja dengan tenang, sedangnya Sakti ada yang jaga. Bukankah ini sudah dicantumkan di lowongan pekerjaan? Jadi saya kira, tidak ada yang perlu dipertanyakan.”
“Tapi saya–”
“Coba pikir. Tidak ada pekerjaan yang menawarkan kemudahan seperti ini. Kalau Mbak Cahya menolak, kesempatan seperti ini tidak akan datang untuk kedua kali.”
“….”
“Saya kasih waktu lima menit. Kalau sudah, tanda tangan perjanjian ini,” ucap Bu Hanum sambil menyodorkan selembar surat perjanjian. Dia menyilangkan kaki sambil menyesap teh.
Mata Cahya terbelalak sebentar. Nominal gaji yang dia terima di atas yang dia terima di restoran dulu. Tidak ada isi perjanjian yang aneh, kecuali dia mendapat fasilitas tinggal bersama anaknya.
Isi kepala wanita itu menghitung berapa yang dia terima, berapa pengeluaran untuk cicilan hutang. Dan ini tanpa ada pengeluaran tempat tinggal dan biaya makan yang biasanya memberatkan.
“Bagaimana, Mbak Cahya?” Bu Hanum menelengkan kepala dengan tangan terulur ke berkas di depan Cahya. “Kalau tidak setuju, saya akan__”
“Sa-saya setuju, Bu Hanum!”
***
Cahya tidak langsung menjawab. Namun, karena atmosfer wawancara ini begitu profesional, Cahya kemudian menjawab dengan sikap serupa.“Satu tahun lebih. Tapi dia anak yang tidak rewel. Jadi saat saya bekerja, saya pastikan dia tidak mengganggu.”“Tidak apa-apa. Saya mengerti sangat anak umur satu tahun membutuhkan perhatian. Dia mulai jalan, berbicara, dan melakukan sesuatu yang sering bikin ibunya pusing, ya?” Bu Hanum tertawa kecil.“I-iya. Tapi dia–”“Tidak apa-apa. Kalau kamu diterima, kalian nanti akan kami siapkan tempat tinggal. Dan, anak kamu juga kami siapkan baby sister. Jadi kamu tidak usah khawatir”“.…”Cahya pun bingung tapi tidak bisa berkata-kata. Dia tidak merasa dia seberharga itu dengan mendapat fasilitas ini.“Apakah Mbak Cahya membawa dokumen yang diminta?”“Ah, ya.” Cahya meraih ke dalam map yang ia bawa. "Ini buku kesehatan anak saya." Ia meyodorkan buku berwarna merah muda. Buku kesehatan yang dikeluarkan oleh Bu Bidan.Wanita tua itu mengangguk-angguk setelah
“S-suami?”Dahi Cahya mengernyit. Maksudnya si Bule itu? “Oya, tadi suami ibu memberi titipan di dalam tas. Saya disuruh mengingatkan.”Bagian administrasi itu mengangguk hormat. Meninggalkan Cahya yang tertegun tanpa bisa berucap apapun.Pikiran buruk tentang laki-laki itu terhapus sudah. Apalagi Cahya mendapati segepok uang di dalam tasnya."Wah, jangan-jangan laki-laki itu malaikat yang ditugaskan membantuku?' pikir Cahya sambil memeluk erat tas yang bertambah bobot itu. "Dia baik banget dan keren seperti malaikat."Sementara di tempat parkir, mobil keluaran luar negeri keluar perlahan menuju jalan raya. Laki-laki berambut cokelat itu menghela napas lega. Senyumnya tersirat mengingat kecemasan saat genting tadi.Ada rasa bahagia yang menyelusup setelah ikut mengurus administrasi dan menyisipkan uang di dalam tas wanita itu. Teringat mata wanita itu yang mengerjap seakan memohon pertolongan. Ini menjadikan lelaki itu merasa diandalkan dan berguna.Kebosanan yang akhir-akhir ini men
Jantung Cahya sontak berdebar lebih cepat. Namun, ia berusaha tenang.“Mungkin mau tumbuh gigi, Mbok.” Ibu muda itu menjawab lembut.“Takut aku. Tadi sebelum tidur tidak apa-apa. Bangun tidur badannya panas.” “Anak kecil biasa gini. Semoga tidak ada apa-apa,” ucap Cahya yang sebenarnya dia berbicara dengan dirinya sendiri. Mencoba membuat hatinya tenang meskipun kekhawatiran pun mencuat kuat.Anak berumur satu tahun itu membuka matanya, kemudian tersenyum seakan senang merasakan dalam gendongan ibunya.“Sakti, ini ibu, Nak. Ini ibu belikan bubur dan jeli kesukaan Sakti. Bangun dulu, ya.”Tubuh kecil itu menggeliat. “Cakti mo bobok.”Cahya tersenyum dan mengangguk. “Ya udah kalau begitu. Bobok ya, Sayang.”“Badannya panas,” gumam Cahya sambil meletakkan punggung tangan di dahi anaknya.Buru-buru dia mengambil sapu tangan berbahan handuk yang sebelumnya direndam air hangat. Katanya, ini akan memicu keringat sehingga menurunkan suhu tubuh. Namun, untuk sekian lama panas tidak berkurang
[Dibutuhkan segera: tenaga kerja wanita.Syarat utama: janda mati yang mempunyai tanggungan anak balita.]Dahi Cahya berkerut setelah membaca iklan di situs lowongan pekerjaan. Dilihat dari sisi mana pun, lowongan ini aneh.Apakah pemasang iklannya mencari kesempatan untuk beramal kepada janda dan anak yatim?Walaupun ini sesuai yang wanita ini butuhkan, tetapi ada keraguan dalam hati Cahya. Apalagi saat membaca fasilitas yang akan ia dapatkan.[Gaji melebihi UMR, tinggal dalam, dan kebutuhan harian sudah ditanggung.]Jika bukan karena ada niat khusus, tidak mungkin kan fasilitasnya sebagus ini? Untuk janda beranak satu dan di masa ketika orang sedang kesulitan cari kerja pascapandemi pula.Namun, menelisik perusahaan ini sepertinya terpercaya dan bukan perusahaan penipuan yang berkedok mencari tenaga kerja. Banyak komentar yang menyatakan ini benar, dan Cahya pun tahu di mana letak kantor perusahaan itu.Setelah memantapkan diri, wanita beranak satu ini mengisi biodata dan meng-klik







