Share

Part 3

Setelah selesai mengerjakan tugas nguli nyuci gosok, Ningroem melangkahkan kakinya menuju ke tempat Yesi, yang masih asyik bermain tepung dan mikser.

"Mbak," aku menepuk pundaknya pelan. Otomatis Yesi yang sedang serius terperanjat untungnya adonan tidak tumpah.

"Ih Mbak, ada apa kaget aku?" Melirik Ningroem yang berdiri di belakangnya sesaat. Kemudian fokus kembali pada adonan kue yang sedang di buatnya.

"Serius banget sih," gurau Ningroem terkekeh.

"Kalau gak serius bisa gagal adonannya."

"Aku pamit pulang duluan, ya?"

"Ya, aku ngerti kok, kamu bimbang dengan anakmu 'kan?" Yesi balik bertanya.

"Ya," sahut Ningroem singkat kemudian berlalu dari hadapan Yesi.

Ningroem meninggalkan tempat itu, setelah berpamitan terlebih dahulu kepada majikannya, yang kebetulan ada ditempat itu sedang mengawasi para pegawai. Yang sedang membuat kue dan roti.

Bu Halimah mengambil dua buah roti yang sudah di kemas plastik, diserahkannya ketangan Ningroem. Dengan senang hati wanita berlesung pipi menerimanya,  mengucapkan terimakasih. Setelah itu Ningroem mengucapkan salam. Membalikkan tubuhnya untuk melangkah pulang.

Ningroem buru-buru berjalan pulang, terkadang dirinya merasa tak enak hati menitipkan Denis pada Ratna jika terlalu lama.

Sesampainya di rumah Ningroem langsung menuju rumah Ratna, yang letaknya bersebelahan dengan rumahnya.

Tetapi terlihat sepi dan sunyi tak ada suara televisi ataupun suara Denis yang biasa tertawa, dengan riang sepertinya rumahnya kosong.

Ningroem melirik ke arah kanan dan kiri mencari seseorang barangkali ada orang yang bisa di tanyai. Terkait tidak adanya Ratna dan Denis di dalam rumahnya. Tetapi nihil, sepi. Karena tadi cuaca sempat gerimis sehingga kontrakan tampak  lenggang tidak ada orang yang beraktivitas di luar. Semua orang berada di dalam rumahnya masing-masing, karena cuaca terasa dingin menusuk tulang.

Mirna mengetuk kontrakan paling ujung rumahnya Tini, karena hanya dia yang selalu ada di rumah jarang pergi ke mana-mana.

"Mbak."

Mirna memanggil penghuni rumah dengan mengetuk pintu, menunggu jawaban dari dalam rumah. Tetapi tidak ada tanda terdengar suara Denis putra kecilnya yang sedang bicara.

Mirna mematung sesaat di depan pintu rumah Tini, ia merasa bimbang pada putranya jika tidak menemukannya.

Mirna mematung di depan pintu, memasang telinganya mendengarkan dengan seksama suara yang baru saja di dengarnya.

"Ba, ba."

Benar tak salah lagi, itu suara Denis putra bungsunya yang terdengar sedang bermain cilukba. Wanita berlesung pipi memanggil Mbak Tini sekali lagi. Kali ini suaranya agak keras disertai dengan mengetuk pintu.

"Mbak Tini."

Setelah mengetuknya beberapa kali, terdengar suara jawaban dari dalam rumah dengan langkah kaki yang mendekati pintu.

"Iya," sahutnya dari dalam. Pintu pun terbuka tapak oleh Ningroem, Tini berdiri di depan pintu.

"Eh Mbak, sudah pulang," tanya Tini tetangganya.

"Iya Mbak, Denis di sini ya?"

"Iya, tadi Mbak Ratna menitipkannya padaku. Karena ia dibawa ke rumah sakit untuk Operasi oleh suami dan keluarganya," timpal Mbak Tini menjelaskan mengapa Denis ada padanya.

"Ohhh,  Maaf Ya Mbak jadi merepotkan," ucap Ningroem.

"Tidak apa kok, Denis anaknya anteng jadi seneng jagain nya."

Mbak Tini masuk kedalam sementara Ningroem duduk menunggunya di teras rumah. Tak lama Tini kembali lagi sambil menggendong Denis, diserahkannya ke dalam gendongan Ningroem. 

Wanita berlesung pipi memberikan amplop kepada Tini, sebagai ungkapan terimakasih telah menjaga anaknya menggantikan Ratna.

Setelah tiga hari dirawat dirumah sakit Ratna pulang diantar oleh Dani dan keluarganya.

Ningroem menyempatkan untuk menengok Mbak Ratna yang baru saja pulang.

"Mbak boleh aku masuk?" Ningroem melongok dari luar ke dalam rumah melihat Mbak Ratna, yang sedang bermalas-malasan di atas tempat tidur.

"Masuk saja Mbak," sahut Ratna.

Kemarin maaf, ya? Nggak sempat bilang karena memang perginya mendadak terlebih Mbak Ningroem gak punya ponsel. Jadi saya tidak bisa memberi tahu. Sebetulnya Kemarin sempat kontrol-kontrol saja tetapi ketika berobat lagi kemarin dokternya menyarankan harus operasi secepatnya. Saya tidak bisa menolak karena Mas Dani sudah menandatangani surat prosedur operasi dari rumah sakit." Jelas Ratna panjang lebar.

"Iya, enggak apa-apa yang penting sekarang Mbak sehat dulu. Biar Denis saya titip ke Mbak Tini dulu. dia juga tidak menolak di titipin Denis."

"Iya seperti itu lebih baik, biar Mbak masih bisa bekerja." Ratna membenarkan ucapan Ningroem.

"Iya, Mbak, kalau tidak bekerja dari mana aku dan anakku bisa makan?"

"Mba aku ada permintaan, tapi ---," Ratna tidak melanjutkan ucapannya.

"Ada apa Mbak?" tanya Ningroem penasaran, menatap wajah sayu dan cantik di hadapannya. Walaupun Ratna terlihat pucat tetapi guratan kecantikannya tidak memudar.

"Ah sudah siang. Nanti Mbak kesiangan nanti saja dilanjutkan, kalau Mbak sudah pulang," sahutnya.

Walaupun sebetulnya Ningroem penasaran dengan apa yang akan dikatakan Ratna padanya, tetapi dirinya tidak bisa memaksa untuk mendesaknya sekarang karena waktunya pun sudah mepet. Ia harus segera berangkat untuk tugas nyuci.

"Baiklah. Aku berangkat dulu ya, Mbak. Nanti pembicaraannya dilanjutkan lagi," sambung Ningroem mengakhiri pembicaraan. Kemudian melangkah keluar dari rumah Ratna.

Ningroem yang masih penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan Ratna menjadi  bertanya-tanya dalam hati.

'Apa sih yang ingin dibicarakan Mbak Ratna sehingga ia membutuhkan waktu yang banyak?'

Jam di dinding menunjukkan  pukul tujuh tepat Ningroem harus segera berangkat. Namun, Denis masih tergolek di tempat tidur.

Ningroem mencium kening dan pipinya tetapi Denis tetap lelap, sehingga wanita berlesung Pipit tidak tega untuk membangunkannya.

Wanita berlesung pipit menutup pintu kemudian melangkah keluar rumah. Ia berjalan ke arah rumah Mbak Tini, terlihat wanita bertubuh singset sedang menjemur pakaian rupanya ia baru selesai mencuci baju, Ningroem menghampirinya.

"Mbak."

"Iya Mbak," Tini menoleh ke arah Ningroem yang berdiri di depan teras rumahnya.

"Denisnya masih tidur nanti tolong di lihat ya? saya mau berangkat titip dulu, ya Mbak!"

"Iya nanti saya lihat Mbak."

Ningroem membalikan tubuhnya melangkah meninggalkan rumahnya. Hari ini ia berangkat sendiri karena Mbak Yesi ada keperluan jadi hari ini Ningroem berjalan kaki pulang dan pergi.

Sambil melangkah menyusuri jalanan Ningroem teringat kembali pada pembicaraan tadi pagi dengan   dengan Mbak Ratna yang sempat terputus karena jam yang sudah Memet untuk dirinya berangkat nguli.

Sebenarnya Mbak Ratna mau membicarakan hal apa, ya? bukankah sakitnya saja belum sembuh.

Dimata Ningroem Mbak Ratna itu sosok wanita cantik, suaminya juga ganteng. keduanya baik dan suka menolong orang. Namun, sayang belum dikaruniai anak. Bahkan Mbak Ratna baru-baru ini di operasi pengangkatan rahim karena terdeteksi ada kanker di dalam rahimnya. Padahal pasangan itu  sangat ingin menimang bayi. Kasihan. Memang nasib setiap orang sudah digariskan sejak manusia itu sendiri lahir ke dunia. Nasibku sendiri juga tidak lebih baik dari mereka. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status