Share

Bab 4. Bos Baru

Janda. Menyandang status itu karena masalah perselingkuhan yang direstui keluarga pasangan tentu saja sangat mengenaskan dan menjadi beban tersendiri untukku.

Gimana gak jadi beban kalau setiap waktu tuh si mantan dengan kroni-kroninya masih sibuk merongrong?

Seperti yang dilakukan Hans tadi malam, siapa duga dia datang hanya untuk bertanya tentang jawabanku pada lamaran Athar yang notabene sudah menjadi adik iparnya.

Sungguh, perbuatan yang tidak menyenangkan. Mengganggu ketertiban hati!

"Hoaaah!"

Entah berapa kali siang ini aku menguap seraya mengerjakan laporan QC (Quality Assurance) obat yang diminta SPV (Supervisor).

Sebagai karyawan yang diwajibkan untuk berdedikasi di PT. Orchid Farma Tbk ini, aku cukup tahu diri untuk loyal meski rasanya mata sepet banget akibat menangis semalam. Maklumlah, insiden di pernikahan Hans kemarin masih membekas dalam.

"Hey, janda, ayo keluar! Kita disuruh ke meeting room tuh bakal ada bos baru! Siap-siap ya?" tegur Ratna disertai pukulan kecil di bahu dan itu membuatku geram.

"Heh! Berhenti manggil gue janda! Enak aja lo, janda juga manusia," semprotku pada Ratna yang langsung cekikikan.

Ratna adalah teman satu divisi di QC, mejanya tepat di samping mejaku. Ratna juga adalah teman satu ghibahan yang kadang bikin senewen karena selalu menyebut statusku secara frontal. Saking bocornya, teman satu pabrik sampai angkat tangan karena dia biang gosip.

"Hehehe ... iya dah sorry kan lagi gak ada orang, gue ngasih info aja kalau pengganti Bos Burhan bakal datang, kita harus siap-siap," ujar Ratna sambil mengambil bedak dan lipstik di mejanya.

Melihat dia yang tergesa-gesa aku yakin info Ratna valid. "Sekarang banget nih?" tanyaku malas.

"Iya, ayo buruan! Katanya dia ganteng loh Beb baru lulus S-3 kimia UNM," samber Hana yang baru datang dari luar dengan gaya heboh.

"Masa?" sahutku tak perduli. Kembali menatap layar laptop.

"Yes mother. Yuks ah capcus!" ajak Hana dengan mata yang berbinar-binar. Aku yakin nih si bos baru bakal jadi incerannya.

Aku menggeleng pelan. "Gue kayaknya bentaran dulu deh, lagi banyak targetan nih. Gue nyusul-lah," pungkasku malas.

"Ih gak mau Nia, kita harus kompak. Ayuk ah cepetan! Lo mah lama!" Tanpa permisi Hana dan Ratna langsung menarik tanganku untuk pergi bersama mereka keluar kubikel.

Aku sontak protes. "Eh, eh bentar! Aku belum tacap ini!"

"Gosah tacap-tacap! Lo janda ini! Si Bos pasti gak mau sama janda!"

Astaghfirullah. Kalau ngomong suka kejam, ih! Tapi, benar juga sih. Yodahlah!

Dengan sangat-sangat terpaksa akhirnya aku harus mengikuti acara perkenalan si bos baru ini. Sebenarnya bukan terpaksa tapi wajib bin fardhu, kalau aku gak ikut besok-besok siap PHK beginilah derita pekerja.

Namun, setidaknya setelah bercerai aku cukup bersyukur karena kini gajiku aman tak seperti sebelumnya yang habis untuk resiko dapur, keperluan Bu Nur dan hutang Hans pada pinjol (pinjaman online) yang jumlahnya memusingkan.

Dulu, hampir setiap hari ada saja SMS, telepon sampai WA dari rentenir online yang mampir ke ponselku karena Hans menjadikan nomorku sebagai jaminan. Mungkin sekarang pun masih ada tapi tak sesering sebelumnya tapi sudah langsung kublokir.

Aku jadi penasaran. Apakah Hans masih suka meminjam pada pinjol jika sudah menikah sama Anita? Secara istrinya yang sekarang lebih kaya daripada aku yang sebatas karyawan kontrak.

Cih! Menyedihkan sekali nasibku jika mengingat itu.

"Eheum! Tes. Tes. Apakah semua staf sudah hadir?" Suara Pak Vino di depan sana sukses membuyarkan lamunanku.

Semenjak masuk ke meeting room aku memang memilih tak terlalu fokus pada acara dan sibuk bermain ponsel.

"Udah Paaaak," jawab semua staf hampir bersamaan.

"Baiklah, saya akan memperkenalkan bos baru kita. Saya harap semuanya bisa bekerja sama dengan beliau karena dia adalah kepala cabang baru yang bertalenta. Kita harus bersyukur karena selain muda beliau juga sangat berprestasi! Sudah gak sabar bukan menanti kepala cabang kita yang keren ini?"

Pertanyaan Pak Vino yang berlebihan kontan saja membuat semua orang heboh. Apalagi karyawati yang masih jomblo semua pada sibuk berkasak-kusuk dan cari muka. Tak terkecuali sahabatku Ratna dan Hana, duo racun itu terlihat sibuk mendempul pipinya dengan bedak.

Heran, heran.

Emang setampan apa sih si bos baru? Sampai Bu Brenda pun yang biasanya tampil seadanya mendadak pake blush on.

"Gimana sudah siap semua menyambut bos baru kita?" Pak Vino kembali mematik semangaat.

"Sudah siap Paaaak!" jawab semua orang persis anak paduan suara.

"Baiklah, kalau begitu. Saya mau mempersilahkan bos kita yang tampan Pak Athalarik Yusuf silahkan masuk, Pak!"

WES! Bentar! Apa? Athar?

Bersamaan dengan berakhirnya pendahuluan dari Pak Vino, seseorang menarik pintu meeting room.

Semua fokus langsung tertuju padanya.

Astaga! Sosok itu?!

Rasanya bola mataku hampir saja keluar dari kelopak ini ketika kudapati pria tinggi nan tegap sedang berjalan dengan gagahnya menuju Pak Vino.

Aku bahkan harus menggisik mata berulang kali untuk memastikan kalau yang kulihat itu Athar yang kemarin melamarku.

Bagaimana bisa dia menjadi bosku? Ini gak mungkin! Aku pasti bermimpi.

"Selamat siang semuanya. Perkenalkan saya Athalarik Yusuf. Semoga kita bisa bekerja sama," ujar Athar terdengar tegas diikuti senyuman di bibirnya yang truly hot hingga semua orang terpesona.

Lelaki berumur 28 tahun tersebut pun berhenti tepat di samping Pak Vino.

Dengan gaya eksekutif muda yang siap meng-intimidasi siapa saja, Athar mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan dan berhenti ketika melihat wajahku yang sedang tegang. Tanpa sengaja mata kami bertatapan dan tak bisa kucegah debaran itu hadir seketika.

Dag-dig-dug.

Beberapa saat aku menahan napas karena jantungku berdetak sangat cepat, sedang dia nenatapku dengan wajah bak Hiena pemburu yang menemukan mangsanya. Untunglah tatapan mematikan itu tak berlangsung lama karena Pak Vino tiba-tiba menyela.

"Oh, ya, Pak Athar katanya ada alasan khusus ya Bapak lebih memilih cabang Bandung dibanding pusat? Kenapa Pak? Padahal di pusat bagus loh posisinya," tanya Pak Vino basa-basi.

Ditanya begitu Kafka hanya mengulas senyum. "Ya, Pak saya memilih cabang di kota ini karena memang ada alasan."

"Waw ternyata benar kalau boleh kami tahu alasannya apa itu Pak? Soalnya cukup mengejutkan ketika direksi mengatakan Pak Athar yang akan menjabat di sini. Kalian pasti penasaran juga kan?"

"Iyaaaa! Kenapa Pak?"

"Ayo sebutkan! Kami penasaran!"

Sorak yang lainnya mendukung candaan Pak Vino. Maklum kebanyakan yang heboh adalah kaum jomblo.

Melihat situasi yang ricuh, Athar menarik napas dalam seraya melirikku.

Ya ampun ... perasaanku jadi tak enak.

Jangan bilang kalau dia ....

"Baiklah, jika kalian ingin tahu ya sekalian perkenalan. Sebenarnya alasan saya ingin dimutasi ke Bandung yaitu saya ingin dekat dengan calon istri saya."

Uhuk!

Aku sontak terbatuk dan sialnya itu berhasil menarik perhatian. Semua mata langsung memandang aneh ke arahku seolah ada naga api yang keluar dari mulut ini apalagi ketika netra tajam Athar kembali menangkap sosokku.

"Kenapa Mbak, kok batuk? Apa Mbak kenal dengan calon istri saya?" tanya Athar dengan seringai yang sangat meng-intimidasi membuatku reflek menelan ludah.

Glek.

Mati aku. Calon istri yang dia maksud apakah itu aku?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status