Home / Romansa / Dinikahi Calon Adik Ipar / Bab 5. Tiba-Tiba Deg-degan

Share

Bab 5. Tiba-Tiba Deg-degan

Author: Sekarani
last update Last Updated: 2025-01-24 19:16:42

“Sena sialan!”

Begitu mendapat cerita tentang janji Sena pada Jingga untuk menceraikan Kanya setelah tiga tahun menikah, Mika tak mau menyembunyikan amarahnya. Jangan bilang kalau Sena selama ini diam-diam masih menjalin hubungan juga dengan sang mantan. Jika benar demikian, Sena sungguh layak dilaknat!

“Kalian beneran nggak nikah kontrak, kan? Soalnya kalau niatnya emang udahan setelah tiga tahun, mending dia …”

“Nggak, Mik,” potong Kanya sambil mengusap lengan Mika yang duduk bersebelahan dengannya di taman belakang, berharap bisa menenangkan sang sahabat.

Dibanding Kanya, saat ini Mika memang tampak lebih emosional. Itulah mengapa mereka harus menjauh dari area utama. Bagaimanapun, pelanggan kafe tidak boleh tahu tentang obrolan mereka sekarang, pun dengan para karyawan.

“Memang ada satu kesepakatan dan kamu tahu banget soal itu,” ungkap Kanya. “Tapi, bukan berarti ini pernikahan kontrak. Nikah, ya, nikah aja. Mana ada rencana jatuh tempo kayak omongannya Jingga itu.”

“Terus, Jingga maksudnya apa bilang kayak gitu sama kamu? Mana selama ini dia nggak ngelakuin apa pun, seolah beneran harus tiga tahun nunggu waktunya menagih janji.”

Kanya cuma diam, memikirkan ucapan Mika yang sebenarnya juga telah menjadi kekhawatirannya. Andai memang ingin menghancurkan pernikahan Kanya dan Sena, Jingga bisa saja melakukannya sejak dulu. Kenapa harus menanti tiga tahun untuk akhirnya bergerak seperti hari ini?

“Nggak paham, Mik,” tutur Kanya, menghela napas berat.

Mika tanpa sadar ikut menghela napas, frustasi membayangkan nasib Kanya jika Sena sungguh menceraikan sahabatnya. Bukan cemas Kanya bakal patah hati, toh, jelas tidak mungkin karena cinta saja tidak. Namun, Mika tak bisa membayangkan betapa lelahnya jadi Kanya jika harus melanjutkan hidup dengan menghadapi stigma janda

Beda dengan duda, status janda kerap membuat seseorang dicap buruk. Padahal, apa bedanya? Menyebalkan.

“Rencana kamu apa sekarang?” tanya Mika. “Menurutku, minimal kamu perlu cari tahu kebenarannya langsung dari tersangka utama.”

“Konfirmasi langsung ke Sena gitu, maksudmu?”

“Iya, dong, Kanya. Tanya aja ke dia, benar atau nggak?”

Kanya menghela napas lagi. Setelahnya, dia hanya diam sambil memandangi langit yang mulai mendung. Awan yang tadinya seputih kapas perlahan telah berubah abu-abu.

Ramalan cuaca BMKG menyebut hari ini tidak akan hujan, tetapi mendung akhirnya datang. Jika pada akhirnya hujan, apakah itu berarti BMKG berbohong?

Oh, Kanya mendadak ingat jika Sena pernah berjanji tidak akan menceraikan dirinya. Namun, jika pada akhirnya Kanya diceraikan, apakah itu berarti Sena berbohong padanya selama tiga tahun ini?

“Mik, misalnya aku sama Sena beneran cerai, gimana, ya? Gimana, ya, rasanya hidup tanpa dia?”

Mika tertegun mendengar kata-kata yang diucapkan Kanya sambil bertahan menatap jauh ke langit. Suasana yang ada mestinya tidak sendu begini.

“Kanya, pertanyaanmu itu kayak …”

Mika ragu melanjutkan kalimatnya sendiri, tetapi menyimpan prasangka sungguh bukan keahliannya.

“Kamu kayak seorang istri yang cinta sama suaminya ….”

***

'Hari ini pulang jam berapa?'

'Sore atau malam ini ada waktu luang?'

'Ada yang perlu kita obrolin.'

'Misal hari ini sibuk, besok juga oke.'

'Cuma mau ngobrol sebentar, paling nggak sampai 10 menit.'

Entah sudah berapa kali Kanya menghela napas hari ini dan barusan dia melakukannya lagi. Penyebabnya satu: Sena tak kunjung merespons pesan yang sudah Kanya kirim beberapa jam lalu.

Pesan dikirim siang tadi dan sekarang hari sudah berganti sore. Sena memang hampir selalu lambat perihal membalas pesan dan biasanya Kanya masa bodoh karena dia pun begitu pada sang suami.

Namun, kali ini beda. Kanya mau pesannya segera dibaca. Dia ingin Sena membalas secepatnya.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Saat sekali lagi memeriksa layar ponselnya, mata Kanya membesar antusias melihat tanda centang biru. Hanya saja, tidak ada balasan apa pun, bahkan setelah Kanya menunggu lebih dari 10 menit.

'Chat aku akhirnya dibaca, tapi kenapa nggak dibalas?'

'Sibuk banget, ya?'

'Lagi sibuk ngapain?'

Kanya kembali mengirimkan beberapa pesan secara beruntun, beda dengan sebelumnya yang sengaja diberi jeda masing-masing setidaknya lima menit. Pikir Kanya, apa itu sabar? Sena harus dibuat merasa terganggu agar berhenti mengabaikan pesannya.

“Haruskah lebih provokatif?”

Setelah bertanya pada diri sendiri, Kanya mulai mengetik kalimat pertanyaan pamungkas.

'Sibuk mesra-mesraan sama Jingga?'

Hasilnya? Benar saja. Semenit pun tak sampai, Kanya akhirnya menerima pesan balasan.

'Kamu lagi di mana? Aku ke situ sekarang.'

***

Kanya Coffee & Bakery semakin ramai di sore hari. Sang pemilik bahkan jadi merasa harus turun tangan mendatangi meja pelanggan untuk mencatat pesanan. Begitu pula dengan Mika yang inisiatif melakukan hal serupa.

Saking ribetnya, Kanya tak menyadari kehadiran Sena. Pria itu sudah datang beberapa menit lalu dan segera menuju area cake showcase, menawarkan bantuan pada seorang karyawan yang tampak kewalahan.

“Saya ulangi pesanannya, ya, Kak. Dua americano ice, satu cinnamon roll, dan satu klepon cake. Ada yang kurang atau mau tambah, Kak?” tanya Kanya, mengonfirmasi pesanan pelanggan.

“Cuma mau tanya, boleh nggak, Kak?”

Kanya tentu saja menanggapi permintaan pelanggannya dengan ramah. “Boleh, Kak. Silakan, mau tanya apa? Saya siap jawab sebisa saya,” ujarnya.

“Ini Kak Kanya, kan? Penulis buku ‘Secangkir Teh Pahit di Hari Kelahiran’?”

Senyum Kanya kian merekah karena judul buku terbarunya disebut. “Iya, benar. Saya Kanya.”

Setelahnya, pelanggan bersangkutan langsung heboh bersama temannya. Bagi Kanya, ini adalah situasi yang tidak asing.

Jika tiba-tiba diminta tanda tangan pada bukunya, Kanya tidak bakal menolak. Namun, dia justru mendapat pertanyaan tak terduga.

“Itu cowok ganteng yang lagi ngurusin pastry, suaminya Kak Kanya, kan? Boleh minta foto bareng kalian?”

Kanya seketika berpaling ke arah cake showcase. Tampak Sena baru saja menyerahkan roti sabit kepada seorang pramusaji yang langsung pergi mengantarkannya ke meja pelanggan.

Detik berikutnya, Sena dan Kanya saling bertemu pandang. Dengan mata berbinar, Sena tersenyum manis menyapa Kanya dari kejauhan.

“Halo, sayang,” ucap pria itu tanpa suara pada Kanya yang membeku di tempatnya.

Pelanggan yang sebelumnya dilayani Kanya semakin heboh, menarik perhatian orang-orang di kafe, dan berujung tercipta kehebohan lebih besar.

Anehnya, Kanya merasa suara detak jantungnya terdengar lebih keras dari apa pun sekarang. Perempuan itu bingung dengan debaran kencang yang muncul begitu saja hanya karena melihat Sena tersenyum padanya.

Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa ada yang mendadak terasa begitu berbeda? Saat itulah Kanya teringat kembali dengan ucapan Mika siang ini.

'Masa iya sebenarnya aku cinta dia …?'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinikahi Calon Adik Ipar   Bab 96. Patah Hati Termahal

    Tidak mudah meluluhkan hati Sena. Bagi Jingga, butuh bertahun-tahun untuk membuat pria itu membalas perasaannya.Saat pertama kali Jingga mengungkapkan cinta, Sena jelas bilang tidak memiliki perasaan yang sama. Meski begitu, Sena tak pernah mendorong Jingga menjauh. Pria itu membiarkan Jingga terus berusaha mencuri perhatiannya.Hati Sena ibarat rumah yang pintunya terbuka untuk Jingga. Hanya saja, dalam kurun waktu yang tidak sebentar, Jingga hanya diperbolehkan berdiri di depan pintu tersebut. Dia selalu merasa tidak diizinkan masuk, apalagi berkeliling dan melihat-lihat berbagai perabot di dalamnya.Ketika akhirnya Sena mempersilakan Jingga masuk, pria itu sungguh merupakan tuan rumah yang baik. Kapan pun Jingga datang, Sena siap menyambut. Setiap kali Jingga butuh tempat pulang, dia cuma perlu meminta pelukan sang kekasih.‘Kamu adalah kamu, orang spesial yang waktu itu aku sayangi dan cintai dengan sepenuh hati ….’Jingga tersenyum simpul, teringat apa yang dikatakan Sena semala

  • Dinikahi Calon Adik Ipar   Bab 95. Tentang Malaikat Penyelamat

    “Kak Jingga!”Baru saja hendak menanggapi tawaran Andi, suara teriakan Chacha mengalihkan perhatian Jingga. “Kak Jingga kenapa pagi-pagi bikin orang khawatir setengah mati, sih?!”Chacha bicara sambil berjalan cepat menghampiri Jingga. Kecemasan yang begitu nyata terlihat di parasnya. Tak butuh waktu lama untuk membuatnya berdiri di depan Jingga, mengisi ruang yang tadinya ditempati Andi.“Cuma mau ke pantai, Cha,” tutur Jingga.“Pantai …?”Chacha cepat-cepat memeluk Jingga. Kejadian menyeramkan dari mimpi buruk gadis itu seketika kembali terbayang, membuat air matanya jatuh begitu saja.“Ngapain ke pantai? Nggak usah, Kak! Jangan ke sana! Jangan pergi sebelum waktunya …!”Chacha sungguh tak ingin Jingga pergi meninggalkannya untuk selamanya seperti apa yang dia lihat dalam mimpi buruknya.“Jangan mati …!”***Sejak bekerja untuk pewaris Pandega Group, Andi memaksa dirinya untuk rajin olahraga. Tak peduli sesibuk apa pun, dia harus berusaha menyempatkan waktu untuk latihan fisik agar

  • Dinikahi Calon Adik Ipar   Bab 94. Kesabaran di Ujung Hasrat

    Sena menyukai cara Kanya membalas setiap pagutan dan lumatan yang membawa mereka tenggelam bersama dalam cumbuan mesra.Sambutan Kanya membikin Sena tersenyum di sela pertarungan bibir dan lidah mereka. Sesekali ia menggigit kecil bibir bawah Kanya, membuat sang istri melenguh dan tanpa sadar menjambak rambut belakangnya.Sena nyaris membikin Kanya lupa diri saat satu tangannya mulai menyusup masuk ke dalam piyama yang dikenakan perempuan tersebut. Jemarinya merayap naik, memberikan sensasi elektrik yang terlalu sulit ditampik.Hanya butuh satu gerakan untuk melepas pengait bra yang dikenakan Kanya. Namun, sebelum Sena sungguh melakukan itu, Kanya berhasil menarik diri dengan sisa-sisa akal sehatnya.“Maaf, Mas, tapi …”Kanya meraup oksigen sebanyak-banyaknya di tengah napas yang terengah-engah. Dia pun melihat Sena melakukan hal serupa sambil terus menatap intens bibirnya.“Mas nggak lupa kalau aku lagi merah, kan …?”Jika diteruskan, Kanya tahu ke mana hasrat mereka akan berlabuh. S

  • Dinikahi Calon Adik Ipar   Bab 93. Pilihan Menggiurkan

    Tidak ada gunanya tinggal lebih lama. Jingga bahkan tak ingin menunggu sampai esok hari. Persetan meski malam sudah larut, dia ingin secepatnya meninggalkan hotel milik Pandega Group ini.Jingga pun tak peduli dengan Chacha yang panik dan kebingungan karena melihatnya buru-buru berkemas. Dia mau pergi malam ini juga. Titik.“Kalian mau tanggung jawab misal terjadi sesuatu yang nggak diharapkan? Jangan sampai—”Sayup-sayup terdengar suara Chacha yang tengah bertelepon dengan seseorang di balkon. Kata-kata bernada emosional itu teredam gemuruh angin dan ombak lantaran pintu yang dibiarkan terbuka.Saat Chacha kembali masuk ke kamar, helaan napas frustasi perempuan itu membuat gelisah Jingga yang duduk di tepi ranjang. Kedua tangannya perlahan terkepal di sisi tubuhnya.“Maaf …”Jingga mengeratkan kepalan tangannya begitu mendengar permintaan maaf Chacha. “Nggak bisa sekarang, Kak. Ini udah malam banget, jadi kata sekretarisnya …”“Nggak, Cha,” potong Jingga dengan suara tertahan. “Poko

  • Dinikahi Calon Adik Ipar   Bab 92. Kodenya Keras

    Cuma Kanya yang bisa menyuruh Sena melakukan ini-itu kapan pun. Bahkan, tak peduli meski malam sudah terbilang larut, jika Kanya bilang ingin makan masakan suaminya, Sena nyaris mustahil tidak mewujudkannya.Itulah yang terjadi malam ini.Demi menuruti kemauan istrinya, Sena santai saja masuk dapur, tetapi tidak dengan setiap pegawai hotel yang melihatnya. Bagaimanapun, Sena adalah bos mereka semua. Jadi, bukankah Sena mestinya hanya perlu menyuruh koki yang bertugas untuk menyiapkan makanan pesanan Kanya? Kenapa harus dia yang memasaknya sendiri?"Istri saya maunya makan masakan saya," kata Sena santai sembari melepas jam tangan mewah di pergelangan kirinya.Sebelum aksesori seharga miliaran rupiah itu berakhir asal-asalan ditaruh di meja dapur, Andi buru-buru mengulurkan tangan pada bosnya.Melihat gestur Andi, Sena yang sungguh berniat meletakkan jam tangannya sembarangan, tersenyum sekilas. “Saya bisa minta tolong rebus daging ayamnya? Setelah itu, tolong suwir sekalian.”Sambil

  • Dinikahi Calon Adik Ipar   Bab 91. Serangan Main-Main

    Kata-kata yang baru saja diucapkan Zidan membuat Andi waswas. Berjalan paling depan, pria itu bahkan sempat refleks menoleh ke belakang, kilat memeriksa kondisi Kanya yang tampak tetap fokus melangkah sambil menunduk.Kecemasan serupa juga dirasakan Mika yang berjalan di belakang Kanya. Mika bahkan sampai menghentikan langkahnya untuk menegur Zidan dengan sebuah tatapan tajam.Namun, orang yang dikhawatirkan ternyata malah terkesan santai-santai saja menanggapi omongan Zidan.“Perintah kayak apa, tuh, misalnya?”Zidan tersenyum mendengar pertanyaan Kanya. Sambil membimbing Mika untuk kembali melangkah, dia berkata, “Misalnya, karena kamu bilang mau ngobrol sama Jingga di balkon kamar, Sena minta area di bawahnya dikosongkan sementara.”“Sayangnya, kami kecolongan. Ternyata masih ada beberapa orang yang nggak sengaja menyaksikan insiden tadi. Bukan karena mereka memasuki area yang mestinya kosong, tapi kami luput soal para tamu yang bisa aja melihat ke arah balkon kamarnya Jingga saat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status