Share

Salah Menduga

"I--ibu!" Senyum Diana langsung mengembang. Ia maju selangkah, hendak merengkuh tubuh sang Ibu. Di luar dugaan, wanita paruh baya itu justru mundur dan mengangkat tangannya sebagai tanda "jangan mendekat".

Meski begitu, senyum Diana tak pernah luntur. Ia berpikir Ibu bersikap demikian karena masih kecewa padanya. Buktinya ia masih saja membayar biaya rumah sakitnya.

"Makasih ya, Bu. Ibu sudah sangat baik padaku. Kalau bukan karena Ibu yang membayar biaya pengobatanku, mungkin sekarang aku masih terbaring dia rumah sakit.

Wanita yang dipanggil ibu itu tak menyahut. Hanya menatap Diana sekilas lalu oergi meninggalkannya. Namun bagi Diana itu lebih dari cukup. Ia tak peduli meski ibunya masih bersikap cuek.

Langkah kakinya membawa ia ke lantai dua. Kamar yang semalam tak ia sambangi karena harus bermalam di rumah sakit. Ia juga tersenyum melihat Desta yang sedang mengobrol dengan adik dan bapaknya. Itu artinya masalah mereka sudah selesai.

Pagi hari berikutnya, Diana sudah bersiap hendak ke sekolah. Hari ini jadwalnya cukup padat sehingga ia harus berangkat lebih pagi. Dengan hati riang, ia menuju ruang makan. Di sana sudah ada adik dan juga kedua orang tuanya. Ia melangkah menuju meja makan untuk bergabung. Namun belum sempat ia mendudukkan dirinya di sana, Meta sudah bangkit meninggalkannya.

"Aku dah selesai," ucapnya dingin tanpa melirik Diana sama sekali.

Lalu bapak juga ikut berdiri diikuti ibu. Lagi, hati Diana berdenyut nyeri mendapat perlakuan demikian. Ia tak jadi duduk. Lalu memilih untuk langsung berangkat ke sekolah dan sarapan di kantin.

Suasana hatinya yang mulai ceria kembali mendung. Namun ia menepis semua pikiran buruk tentang keluarganya. Bagaimanapun ia yakin suatu saat akan kembali normal. Tak akan ada keluarga yang tega membuang anak ya sendiri bukan?

***

Seorang pria bertubuh atletis keluar dari ruang operasi. Ia baru saja menyelesaikan tugasnya. Penampilannya tampak kacau. Lingkar hitam di kelopak matanya menunjukkan ia kurang tidur. Setelah mengganti pakaiannya, ia memilih untuk berbaring sejenak di sofa yang ada dalam ruangannya. Memejamkan mata untuk sekadar menghilangkan penat.

Belum juga terlelap, HP-nya berdering. Meski mencoba untuk mengabaikannya, benda itu tak berhenti berbunyi. Alhasil terpaksa ia duduk dan mengangkatnya.

"Halo, ada apa?" jawabnya ketus.

[Hoo ... santai, Bro. Bisa ke tempat biasa? Gue tunggu sekarang]

"Ck, mengganggu saja! Emang Lo dah pulang?"

[Sudah, Bro. Semalam nyampai dan gue pengen kita ketemu. Bisa ke sini?]

"Gue capek. Baru saja selesai operasi. Lo aja deh yang ke ruangan gue!"

[Ok. Ok. Gue yang ke sana]

Sambungan ditutup. Desta mencoba untuk kembali memejamkan mata. Rasa lelah yang menggelayut tak mampu ia redam. Terlebih akhir-akhir ini pikirannya terkuras oleh masalahnya dengan Diana dan sang kekasih. Satu hal yang ingin dia lakukan saat ini hanyalah istirahat dan memejamkan mata tanpa ada yang mengganggu. Namun lagi-lagi HP-nya berdering.

Hampir saja ia mengumpat kasar karena istirahatnya terganggu. "Awas saja kalau nggak penting, gue bakal blokir siapapun yang nelpon tanpa tahu waktu begini," ucapnya.

Seketika ia menarik kembali kata-katanya ketika sebuah nama tertera di layar handphone-nya.

Sepasang matanya membola saat sebuah nama yang ditunggu-tunggu tertera di layar. Serta merta ia bengkit menegakkan tubuhnya. Lalu mengangkat panggilan itu dengan jantung berdetak cepat.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
عمرو هيكل
aku jadi sebeul engga dilanjutkan
goodnovel comment avatar
Juc'k Baharu
apk novel tdk bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status