"Diana, gimana kabarnya?" ucap pria itu lirih.
"Mas Iqbal, ... ka--kapan balik ke Indonesia? Ke--kenapa nggak pernah berkabar?" lanjutnya. Pria itu menatap Diana dengan tatapan yang berbeda. Seolah tidak ada orang lain di sana selain mereka berdua."Aku kehilangan kontakmu, Di. Hp-ku hilang saat baru sampai Kairo. Siapa pria ini?"Diana menatap suaminya dengan tatapan bersalah. Tersenyum getir kala pria itu menunjukkan sorot mata tak suka.Merasa disebut, Desta langsung mengulurkan tangannya. "Kenalkan, saya Desta. Suami Diana!" ucapnya mantap, seolah menegaskan bahwa Diana hanya miliknya seorang."Kamu sudah menikah?" Terlihat ada bias cemburu tersirat dari sorot mata cokelat pria itu.Diana yang masih berusaha mencerna situasi ini menegang melihat aura permusuhan yang dipancarkan suaminya. Rahang pria itu mengeras. Gurat wajahnya jelas menunjukkan kalau dia tidak suka."Maaf, kami makan dulu, apa Anda mau ikut maka"Apa ... kamu masih mencintainya?" lirih Desta dengan nada cemburu. Melihat perubahan mimik wajah sang istri hatinya terasa nyeri. "Aku ... Aku ... nggak pernah menjalin hubungan dengannya. Dia hanya kakak tingkatku waktu kuliah dulu." Desta masih tak percaya. Iya terus saja mendesak agar sang istri berterus terang mengenai pria yang baru saja membuat darahnya mendidih. "Tapi dia tampak seperti merindukanmu. Sesama pria aku tahu arti tatapan mata itu.""Sudahlah, Mas lebih baik kita pulang saja aku capek dan pengen istirahat."Wanita itu bangkit diikuti oleh suaminya yang masih dipenuhi tanda tanya di kepala. Sebenarnya pria itu masih belum puas dengan jawaban sang istri, tapi Ia juga tak mau mendesaknya. Hubungan mereka baru saja terjalin indah, tidak mungkin Desta melakukan kesalahan dengan tak memercayai istrinya sendiri. ***Tak terasa Diana telah melewati 3 bulan masa pernikahannya. Pagi ini ketika hendak membua
"Apakah aku sedang hamil sekarang?" Humam wanita itu sambil mengelus perutnya yang masih rapat. Seketika senyumnya terbit membayangkan di dalam rahimnya tumbuh calon buah hati mereka. Meski belum bisa dipastikan bahwa ia hamil namun ia merasa bahwa kini dirinya telah berbadan dua. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Lalu ia melangkah keluar dari kamar mandi menuju pintu kamar. "Ada apa, Bik?" tanya Diana sambil memberikan akses untuk sang ART agar bisa masuk ke dalam kamarnya."Ini non sudah saya buatkan bubur di makan dulu ya, terus kalau sudah nanti cobain ini ya Non, ya." Wanita paruh baya itu menyodorkan sebuah benda bertuliskan merk kesehatan yang isinya berupa alat tes kehamilan. Tanpa pikir panjang Diana langsung mengambil alih benda itu dan kembali masuk ke kamar mandi. Wanita yang masih tampak pucat itu mengikuti petunjuk yang ada dalam kemasan dengan mencelupkan ujung tespek pada urine yang telah Ia tampung
Diana tercenung. Mencerna apa yang baru saja dialami. Suaminya yang sudah mulai berubah hangat, kini seolah kembali memasang tembok tinggi diantara mereka. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa suaminya pulang bersama mantan kekasihnya?Segala macam pikiran bekecamuk dalam benaknya. Namun wanita itu berusaha menepis kecurigaan yang mulai menghinggapi hati. "Di, bisakah kamu meminjamkan bajumu untuknya?" Suara bariton Desta mengalihkan fokusnya. "Dia kenapa, Mas? Kenapa sama kamu?" "Sudahlah jangan banyak bertanya dulu, ambilkan saja dulu baju ganti untuknya. Aku harus segera memeriksanya!" ucap Desta dengan nada meninggi. Terlihat jelas kekhawatiran pria itu pada Meta, mantan kekasihnya. Kedua netra bening Diana sudah penuh dengan kaca-kaca yang siap pecah dalam sekali kedipan mata. Dengan hati tersayat, wanita itu berjalan menuju kamarnya. Mengambil satu setel baju tidur berlengan panjang. Meski dadanya bergemuruh, wanita itu
Sebenarnya Desta berencana untuk membawanya ke rumah sakit hari ini jika kondisinya belum membaik. Namun kejadian semalam membuatnya tak bisa melakukan itu sekarang. Terlebih Meta sudah mengancam akan melakukan hal yang lebih gila lagi. Baru saja ia akan mendekati sang istri, suara teriakan Meta dari kamar tamu menghentikan langkah kakinya. Diana pun ikut mendongak dan memutar lehernya. Sekelebat bayangan Desta masih ia lihat. Namun sudah tertelan kembali oleh pintu kamar tamu. Entah apa yang mereka lakukan sebenarnya. "Bik, apa dari semalam mereka belum keluar kamar?" tanya Diana lirih. Tubuh wanita paruh baya itu menegang. "Bibik nggak tahu, Non. Sudah, nggak usah dipikirkan. Sebaiknya Non segera sarapan agar perutnya terisi. Terus minum susu hamil ya, Non. Biar calon dedeknya tumbuh sehat. Bibik sudah membelikannya tadi pagi di toko 24 jam dekat rumah bibik.""Apa dia sudah tahu, Bik?""Belum, Non. Kan, Non Diana sendiri yang minta
"Apa yang sedang terjadi?" tanya Desta memicing. Tatapannya tertuju pada sang istri dan mantan kekasih bergantian. Seketika matanya membulat melihat darah menetes di lantai. "Apa yang terjadi? Apa nggak ada yang bisa menjelaskan semua ini?" Nada biacara pria itu naik satu oktaf. "Dia melukai dirinya sendiri setelah menamparku," lirih Diana sambil memegang pipinya yang masih terasa panas. Bekas telapak tangan adiknya masih tercetak jelas di sana. Siapapun tahu bahwa wanita itu habis ditampar. Namun tuduhan dusta Meta justru membalikkan fakta yang terjadi. "Dia mencoba melukaiku karena cemburu. Lihat ini tanganku, dia kejam sekali ... padahal aku hanya ingin menjelaskan yang terjadi semalam, tapi dia malah marah dan melukaiku seperti ini," bantah Meta dengan dibumbui acting menagis yang membuat kedua pasang mata Diana dan bi Ijah membulat seketika. "Tidak. Itu tidak benar," ucap Diana menggeleng. Kedua matanya sudah basah akibat bendun
"Bagaimana keadaannya, Dok? Apa yang sebenarnya terjadi pada adik saya?" tanya Daniel saat pintu UGD terbuka dan menampilkan sosok dokter di hadapannya. Sebelum menjawab, wanita itu menghembuskan napas lega. Bibirnya tersenyum dibalik masker yang ia kenakan. "Alhamdulillah, kondisi janinnya baik-baik saja. Untung segera dibawa kemari. Tolong dijaga agar ibunya tidak stres ya, usia kandungannya masih muda, sangat rentan keguguran jika ada pemicunya."Daniel hendak bertanya tapi dokter wanita ber-name tag Alvina itu kembali bicara. "Untuk sementara pasien butuh bedrest beberapa hari. Tolong Bapak urus administrasinya dulu supaya bisa dipindahkan ke kamar rawat!""Baik, Dok. Terimakasih." Pria itu berlaku menuju bagian administrasi. Mengurus segalanya agar sang adik segera mendapat perawatan intensif. Sejenak ia melupakan penyebab kejadian itu. Bukankah seharusnya Desta yang dihubungi mengingat pernikahan mereka yang s
Dua hari ini Desta disibukkan dengan urusan perusahaan. ya, selain berprofesi sebagai dokter Desta juga merupakan seorang CEO dari perusahaan terkenal yang bergerak di bidang farmasi dan alat kesehatan. Kemarin saat dia sedang mengistirahatkan diri karena selama ini terlalu sibuk dengan pasien, tiba-tiba mendapat kabar dari perusahaan cabang yang ada di Samarinda bermasalah. Dana yang cukup besar digelapkan oleh seorang oknum dari perusahaan itu sendiri.Mau nggak mau pria itu harus terbang langsung ke Samarinda untuk mengusut kasus penggelapan dana yang merugikan perusahaan. Pikirannya hanya fokus pada pekerjaan sehingga ia melupakan masalahnya yang belum terselesaikan dengan sang istri.Sementara di sisi lain Diana yang sudah diperbolehkan pulang karena kondisinya sudah mulai membaik mulai bertanya-tanya kemana suaminya selama ini. Bi Ijah yang selalu memberikan informasi padanya juga tak tahu kemana sang majikan sekarang.Padahal besok adalah
Dua minggu telah berlalu. Masalah perusahaan sudah bisa dikendalikan. Penggelapan dana yang dilakukan oleh salah satu oknum petinggi perusahaan sudah diusut hingga ke akar-akarnya. Desta merasa lega karena akhirnya perusahaan kembali normal. Dan kini saatnya ia untuk kembali pulang.Pria itu sengaja memilih penerbangan tercepat agar bisa segera sampai di rumah. Ia ingin mengistirahatkan kepalanya yang panas selama 2 minggu mengurus perusahaan. Tak hanya otaknya yang lelah, badan dan juga hatinya ikutan lelah. "Mas, kamu sudah pulang? dari mana saja?" tanya Diana yang yang saat itu sedang Bang santai di depan rumah. Mengamati pemandangan taman depan dengan air mancur yang menyegarkan. Hal itu menjadi hobi baru Diana selama mengambil cuti dari mengajar. "Ya, aku capek mau istirahat tolong jangan ganggu aku!" jawab Desta ketus. Pria itu kembali ke mode awal yang tak peduli dengan kondisi Diana. Bahkan sekadar menanyakan kabar pun tidak.B