“Athar sudah lama mengidap kanker. Tapi, karena tidak pernah melakukan medical check up sebelumnya jadi baru terdeteksi sekarang,” jelas Halwa menerangkan. Inayah spontan terdiam, tidak menyangka jika penyakit itu sudah lama diderita oleh Athar. Inayah menyandarkan tubuhnya dengan lemah di sandaran ranjang rumah sakit. Wanita itu memegangi pelipisnya yang terasa semakin pusing. Dadanya terasa begitu sesak sekali ketika dia mendengar penjelasan dari Halwa. Hatinya hancur berkeping-keping tatkala membayangkan penderitaan yang dirasakan oleh putranya. Tapi, kenapa dia baru tahu tentang hal ini sekarang? Itulah yang ada di pikirannya saat ini.“Jadi, Athar memang sudah lama mengidap leukimia?” tanya Izzan, untuk memastikan lagi. Ada perasaan lega yang menyelimuti hatinya sebab dia bukanlah penyebab penyakit Athar. Namun, ada juga kepedihan yang menguasai kepalanya tatkala membayangkan rasa sakit yang dialami oleh Athar. Anak sekecil itu tidak seharusnya mengidap penyakit parah sep
“Inayah, aku ingin sekali membantu. Tapi, aku tahu kalau aku tidak akan bisa membantu karena aku bukanlah seorang dokter.” Izzan menghela napasnya. Dia ingin sekali membantu namun karena penyakit Athar sudah parah dia tidak tahu apakah dia bisa membantu atau tidak.“Tapi, Inayah ... Kalau kau butuh sesuatu, katakan saja padaku. Aku akan mengusahakannya.”"Aku tak butuh apa pun," jawabnya dengan tatapan sendu. Izzan menghela napas kasarnya melihat Inayah bersedih seperti itu, hal itu mulai mengingatkannya pada kejadian satu tahun lalu. "Seberat itukah ujian yang harus dihadapi," ucapnya dalam hati. Dia berniat ingin mengungkapkan dirinya di depan Inayah namun mendengar Halwa memanggil Inayah dan akan dilakukan kemoterapi maka menyuruh perempuan itu untuk bersiap, "Apakah Athar akan baik-baik saja, Dok?" tanya Inayah sangat khawatir. Halwa menghela napas beratnya, seolah dia bingung untuk menyampaikan hal tersebut namun harapan untuk bebas dari kanker semakin kecil. Walaupun
Spontan saja Halwa bergegas cepat untuk memeriksa kondisi Athar, melihat anak kecil itu terbaring lemah demgan kondisi memprihatinkan membuat gadis cantik itu langsung memeriksa Athar, "Sepertinya kondisinya baik-baik saja karena semua tampak normal.""Coba periksa tekanan darahnya apakah normal atau tidak?" titah Halwa kepada dua perawat yang berdidi di sampingnya."Hore!! Bu Dokter berhasil Athar kerjain, Athar sehat kok, Dok." "Athar, kamu hampir saja membuat jantung Ibu dokter berhenti berdetak." Halwa ikutan terkejut dan nampak khawatir ketika mendengar kabar ada pasien pingsan. Halwa tersenyum geli sambil terus mengeus puncak kepala Athar, dia juga memberitahu anak kecil itu agar bersiap melakukan kemoterapi. "Sebelum melakukan kemoterapi pastikan kondisi Athar baik-baik saja ya," ucapna memberi perintah keapda dua perawat itu."Baik, Dok." Tak lupa Halwa menjelaskan keapda Athar bahwa kemoterapi akan sedikit terasa sakit, "Apakah Athar bisa tahan itu?" "Tentu saja, Dokter c
Para dokter dan perawat yang bertugas dengan sigap membantu Athar untuk memuntahkan isi perutnya dan menenangkan Athar. Di luar ruangan, Inayah menangis saat melihat putranya tampak sangat kesakitan. Inayah benar-benar tidak tega saat melihat Athar menangis dan merintih kesakitan. Anak itu tampak sangat menderita dan terus merengek dan menggerak-gerakkan tubuhnya dengan gusar.“Athar ....” Inayah menutup mulutnya, menahan isak tangis yang ingin keluar dari bibirnya. Ibu mana yang tega melihat anaknya menangis karena kesakitan seperti itu? Tidak akan ada yang tega, termasuk Inayah.“Inayah, tenangkan dirimu. Kau harus kuat,” ucap Izzan sambil mengusap punggung Inayah. Perempuan berhijab itu menolehkan kepalanya ke arah Izzan. “Aku tidak tega kalau harus melihat Athar menderita seperti itu. Kalau bisa, aku tidak masalah kalau harus menggantikan posisi Athar. Asalkan Athar tidak perlu merasakan rasa sakit lagi,” jelas Inayah menitikkan air mata. Izzan menganggukkan kepala
Entah keberanian darimana Izzan berani mengusap air mata Inayah hingg bersikap sok kuat di depan perempuan berhijab itu. Air mata Inayah kembali turun. Setiap membicarakan tentang Athar, ia akan menangis karena tak tega dengan putra kecilnya tersebut. Inayah pun menangis tersedu-sedu di hadapan Izzan.“Bagaimana bisa aku kuat kalau putra semata wayangku tengah terbaring lemah di sana, Zan? Apakah aku bisa kalau harus terus-menerus melihat dia menderita seperti ini?” tanya Inayah sesengukkan.“Kau bisa, Inayah. Aku yakin sekali. Kau selama ini sudah menjadi ibu yang hebat untuk Athar. Aku yakin kalau kau pasti akan bisa melewati ini semua. Yang terpenting untuk kita lakukan sekarang adalah berdoa untuk kesembuhan Athar,” jelas Izzan.“Rasanya sangat sulit sekali untuk kuat di dalam kondisi yang seperti ini, Zan,” ucap Inayah di sela isak tangisnya.“Ayo, dari pada kamu terus menangis lebih baik kita shalat berjamaah dan berdoa kepada Tuhan supaya Athar bisa segera diberi kesembuhan,”
Kembali pulang ke rumahnya, hari itu pikiran Izzan terus saja dihantui dengan wajah Inayah. Entah kenapa dia mulai memikirkan perempuan berhijab itu, "Apakah sikapku ini berlebihan kepada Inayah? Tapi aku melakukan ini karena amanah dari kak Irsyad." Hendak menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, Izzan terkejut ketika mendengar sang kakek memanggilnya begitu histeris, "Ada apa, Kek?" tanya Izzan berjalan pelan menuju ke ambang pintu."Halwa ada di bawah," jawabnya sambil melirik Izzan sejenak."Halwa," sebutnya terpelonjak kaget. Sontak saja pria tampan itu langsung bangun dan menuju ke bawah, melihat Halwa yang tengah berbincang begitu serius kepada sang kakek, Izzan pun ikut menegahi dua orang itu, tetapi sebuah eprtanya spintan saja membuat Izzan meneguk salivanya dengan kasar."Kapan kalian akan segera menikah? Apakah akan pacaran seperti ini terus?" sindir sang kakek dengan pertanyaan yang begitu lugas."Sepertinya Izzan yang tidak ingin menikah, Kek," jawab Halwa menoleh
"Kak Irsyad itu adalah mantan pecandu narkoba karena itulah dia ditolak untuk menikah dengan Inayah." Halwa tersentak begitu ia mendengar pernyataan yang keluar dari bibir Izzan. Gadis tersebut tak tahu sama sekali mengenai Irsyad, hanya bertemu sesekali saja dan apa yang terjadi di masa lalu Irsyad dan Inayah. Halwa bahkan tak menyangka jika di keluarga yang tersohor dengan agama yang melekat kuat pada identitas mereka ternyata memiliki satu anggota keluarga yang pernah memakai obat-obatan terlarang.“Jadi, karena itu mereka tidak bisa menikah?” tanya Halwa yang langsung dijawab oleh Izzan dengan anggukan kepala.“Kau pasti paham, ‘kan, bagaimana sulitnya situasi Kak Irsyad waktu itu? Dia sangat mencintai Inayah dan ingin menikah dengan Inayah. Tapi, karena hal itu Kak Irsyad harus kehilangan Inayah dan melihat orang yang dia cintai dijodohkan dengan pria lain,” jelas Izzan dengan matanya yang berlinang. Halwa mengangguk-anggukkan kepala. Dia sedikit memahami tentang apa yang
“Apa, Inayah? Aku tidak dengar,” ujar Izzan sebab suara Inayah betul-betul pelan. Inayah menoleh ke arahnya. “Terima kasih.”Izzan tersenyum, lalu mengangguk. “Sama-sama, Inayah. Aku senang kalau Athar senang.”‘Aku tidak mungkin membuat Kak Irsyad kecewa di atas sana kalau aku membuat putramu kecewa, Inayah,’ sambung Izzan dam hati. Sesekali Izzan melirik Inayah yang nampak bahagia keyiak melihat sang putra terus saja tersenyum bahagia, seakan bahagia terus saja mengiringinya padahal sebenarnya sisa hidup Athar tidak lama lagi. Setiba di Bandara Ngurah Rai Bali, tepat pukul 16.00 WITA, di Bali perputaran waktu brbeda satu jam dengan Indonesia. Ketiga orang itu langsung saja menuju ke hotel mereka. Izzan lebih dulu berjalan ke bagian resepsionis untuk check ini. Setelah mendapatkan kunci kamar, ketiga orang itu bergegas menuju ke lift.Tingg! Pintu lift terbuka dan mereka memasukinya, Athar menarik tangan Inayah sambil bertanya, "Bu, Ayo kita ke pantai sekarang!