Share

Malam Pengantin

Penulis: Strawberry
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-27 08:33:01

Kamar pengantin itu gelap, hanya diterangi cahaya redup dari lilin yang terpasang di sekeliling ruangan. Di luar, malam di kerajaan iblis sangat sunyi, hanya terdengar desiran angin yang menerobos celah-celah istana batu tua yang sudah berusia ratusan ribuan tahun. Ruangan itu terasa berat, penuh dengan aura yang tak terjelaskan, seolah seluruh dunia luar tidak ada, hanya ada mereka berdua.

Kaisar Azrael berdiri tegap di sisi ranjang besar, mengenakan jubah hitam yang berkilau di bawah cahaya lilin. Wajahnya, dingin dan tak terjamah, memandang Arcelia dengan tatapan yang penuh makna. Namun, di balik ekspresi itu, ada sesuatu yang tak terungkapkan, semacam keinginan yang hanya bisa dimengerti oleh mereka yang benar-benar memahami dunia iblis.

Arcelia, dengan pakaian pengantin yang sederhana namun elegan, merasa seluruh tubuhnya tegang. Semua yang terjadi begitu cepat, terlalu cepat. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang membawanya untuk tetap bertahan. Naluri alaminya, yang selama ini ia tak sadari, mulai terbangun. Ketegangan di udara antara mereka terasa nyata, dan ia merasa bahwa malam ini adalah malam yang akan mengubah hidupnya selamanya.

"Jangan takut," suara Azrael terdengar lembut, namun penuh otoritas, membelai udara di sekitar mereka. "Aku adalah takdirmu, Arcelia. Dan ini adalah takdir kita. Aku tidak akan menyakitimu"

Arcelia menelan ludah, tubuhnya sedikit gemetar. Meski wajah Kaisar itu tetap dingin, sepasang mata peraknya menyimpan sesuatu yang lebih dalam—sebuah kehangatan yang begitu kuat, hampir membakar. Dalam sekejap, ia merasakan sesuatu yang asing namun menyentuh inti dirinya, sesuatu yang membuatnya merasa terhubung dengan dunia iblis.

Azrael melangkah mendekat, mengangkat dagu Arcelia dengan telunjuknya yang dingin. Dia memandangnya, mencari sesuatu yang hanya bisa dilihat oleh seorang Kaisar iblis—sesuatu yang jauh melampaui fisik, sesuatu yang berada di dalam hati.

"Saat ini, kamu bukan hanya wanita biasa," kata Azrael dengan suara rendah, namun ada sedikit kelembutan yang tidak ia tunjukkan kepada siapa pun. "Kamu adalah Ratu kami. Dan malam ini, aku ingin melihat apakah kamu memang diciptakan untuk kami."

Arcelia merasakan debaran yang kuat di dadanya, seperti ada sesuatu yang sedang terbuka, mengalir bebas. Meski hatinya terombang-ambing, ia tahu bahwa ini adalah ujian terbesar dalam hidupnya. Namun, ada ketenangan yang mengalir dalam dirinya—sesuatu yang membuatnya bisa menghadapinya dengan keberanian yang baru ia temukan.

Tanpa kata-kata lebih, Azrael menariknya lebih dekat. Suhu tubuh Kaisar itu jauh lebih panas daripada yang ia bayangkan—membakar setiap sentuhan, setiap tatapan. Arcelia bisa merasakan kontradiksi antara keteguhan dan kehangatan yang tidak bisa ia pahami sepenuhnya. Tangan Kaisar itu, yang sebelumnya terasa seperti es, kini menjadi api yang tak terbendung.

Kaisar Azrael membenamkan ciuman yang sangat panas dan bergairah di bibir Arcelia, ciuman itu sangat buas, lebih buas dari yang dia dapatkan saat ritual pernikahan tadi, dia benar-benar iblis.

Dengan sangat kuat, sekali tarik semua pakaian sang Ratu terkoyak dan luruh berserakan di lantai. Sang Kaisar berkuasa penuh akan tubuh sang Ratu. Dia memberikan sentuhan dengan tangan, jari dan lidahnya di setiap inci tubuh sang Ratu.

Tubuh Sang Ratu bergetar hebat karena lidah sang Kaisar yang sangat kasar memberikan sensasi membakar, entah berapa kali dia harus membusungkan dada dan mengejang karena dorongan kuat di bawah perutnya yang memaksa keluar, sesuatu yang hangat, berdenyut dan membuat nafasnya terengah.

Tapi, Sang Kaisar belum puas.

Untungnya, meski Arcelia merasa kuwalahan, nalurinya berjalan dengan sendirinya, membuatnya tetap bergerak seiring Kaisar. Ada sebuah tarian alami, meski ia merasa dunia di sekelilingnya mengabur. Setiap sentuhan, setiap bisikan Kaisar terasa seperti api yang membakar sekaligus memberikan kekuatan baru. Arcelia merasa ada ikatan yang tumbuh, sesuatu yang lebih dari sekadar fisik, tetapi juga sesuatu yang jauh lebih dalam—sebuah koneksi yang mengalir melalui darah dan takdir mereka.

Saat mereka berada dalam momen itu, Azrael berhenti sejenak, menatap Arcelia dengan penuh penilaian. "Kamu lebih dari yang aku duga," katanya dengan suara yang lebih lembut, penuh kekaguman. "Ratu kami, bukan hanya karena takdirmu. Tetapi karena keberanian dan kekuatanmu."

Arcelia merasa dirinya dipenuhi dengan campuran emosi yang membingungkan—takut, terpesona, dan dihargai sekaligus. Dalam hening yang mengikutinya, ia tahu bahwa ini bukanlah akhir dari perjalanan mereka, tetapi awal dari sebuah cerita yang jauh lebih besar.

Kaisar Azrael terus bergerak kasar di bawahnya sambil menghujam miliknya yang sangat penuh dan besar, Arcelia belum pernah melihat satupun milik pria tapi saat ini dia benar-benar bisa merasakan hal itu, dia hanya merasakan sakit di awal selebihnya hanya kenikmatan. Rasanya seperti terbang.

Kaisar Azrael menatapnya, dan meskipun ia masih kaisar yang tidak mudah dipahami, ada sesuatu yang tak terucapkan di dalam hatinya—sebuah keyakinan bahwa, dalam diri Arcelia, ia telah menemukan lebih dari sekadar Ratu. Ia telah menemukan mitos yang hidup, dan mungkin, itu adalah takdir yang lebih besar dari apa pun yang pernah ia bayangkan.

"Ratu kamu sangat hebat" decih sang kaisar membenamkan miliknya pada sang Ratu sekali lagi sehingga sang Ratu menjerit, bukan kesakitan tapi karena sangat enak. Tatapan mata sang Ratu sangat sayu.

Dalam hati Arcelia membenarkan apa kata teman-temannya saat mandi si sungai lelaki yang dingin itu sangat panas saat di ranjang. Saat itu, Arcelia hanya gadis polos yang tidak paham apa maksudnya panas dan dingin yang mereka maksud.

"Ah.....Kaisar....Kaisar, bisa lebih cepat...." Permintaan itu seperti perintah bagi Kaisar yang menikmati wajah dan seluruh kulit sang Ratu yang memerah, Kaisar Azrael masih bisa melihat dengan jelas di bawah temaram lilin yang menggantung di atas atap di sela-sela kelambu merah ranjang pengantinnya.

Gerakan cepat sang Kaisar ternyata semakin menghentak dan keras membuat sang Ratu berteriak, sehingga para pengawal yang berada di depan gerbang kamar pun dapat mendengar betapa hebatnya sang Kaisar. Mereka panas dingin dibuatnya.

"Ah,...Ratuku....."jerit Kaisar meneriakkan nama Ratu dengan kuat, semburan benih sang Kaisar dapat sang Ratu rasakan sangat hangat.

Meski sudah bermain selama itu, Kaisar sangatlah kuat, dia tidak terjatuh lemas. Dia masih tetap dengan posisinya, lututnya bertumpu di ranjang di antara pangkal kaki Ratu dengan miliknya yang masih membenam.

Di dalam sebuah buku, cerita yang pernah Arcelia baja seorang kaisar biasanya melakukan malam pertamanya dengan Ratunya hanya sebagai ritual setelah menyembur satu kali maka Kaisar akan meninggalkan Ratunya sendirian di kamar, lalu dimandikan para dayang.

Ternyata Kaisar ini beda, dia masih tidak beranjak, tangannya membelai paha sang Ratu yang masih sibuk mengatur nafasnya.

"Kamu sangat cantik, Ratuku!" Puji sang Kaisar yang dingin.

"Terima kasih, Yang Mulia!" Ucap sang Ratu yang kini nafasnya mulai teratur.

Kaisar menarik dirinya dengan barangnya yang masih tegak, Arcelia masih belum tahu harus bagaimana. Dia kecewa karena ternyata dia menginginkan Kaisar lagi.

Seakan Kaisar dapat membaca kegelisahan Ratunya, dia menawari sesuatu yang membuat pipi sang Ratu merona.

Kaisar duduk di tepi kasur, "duduklah di sini dan masukkan milikmu, kamu akan menyukainya" itu sebuah perintah yang memalukan tapi Arcelia melakukannya juga, dan benar kata Kaisar, nikmat yang dirasakannya berkali-kali lipat. "Bergeraklah, biarkan aku menikmati minumanku ini" ujarnya menikmati pucuk dada Arcilia yang mengacung sempurna.

Arcelia tidak bisa menahan suaranya kembali, lebih keras dari yang tadi. Apalagi dengan permainan lidah sang Kaisar di dadanya juga gigi tajamnya yang menggigit kecil itu.

Kaisar memutar tubuh Arcelia hingga kini membelakangi sang Kaisar di sini jeritan kerasnya seperti memenuhi seluruh istana iblis, mereka tidak tahu sejak mendengarnya jeritan kenikmatan sang Ratu ada satu pangeran yang tiba-tiba saja terobsesi ingin memiliki sang ratu sendirian. Dia tidak akan rela berbagi dengan siapapun.

Dia membayangkan bahwa dirinya kini adalah kaisar. Karena hanya Kaisar yang dapat menikmati tubuh sang ratu tanpa batas, sedang mereka hanya di hari yang sudah ditentukan karena Ratu tetaplah hak mutlak Kaisar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Razi Maulidi
lanjut lagi ahh.. bikin greget
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   EPILOG: Dua Kehidupan Satu Cinta

    Malam di dunia bawah tak lagi kelam. Langitnya tidak sepenuhnya gelap, tapi dihiasi garis-garis cahaya lembut seperti tenunan perak yang ditarik dari bintang-bintang tua. Dan di balkon tertinggi istana, di antara angin hangat dan harum bunga Aetheris yang mekar malam hari, Arcelia berdiri dalam diam.Rambutnya tergerai, jatuh lembut di punggung. Kain tipis tidurnya menari perlahan diterpa angin. Di tangannya, sebuah cangkir teh herbal yang masih mengepulkan uap pelan.Tapi bukan teh itu yang membuat jantungnya tenang. Melainkan langkah kaki yang ia kenali sejak dulu. Langkah yang bahkan dalam kehidupan sebelumnya… telah menggetarkan relung jiwanya.Azrael datang dari belakang. Tak berkata apa-apa. Ia hanya memeluknya dari belakang, seperti biasa.“Kau mencariku, Kaisar?” gumam Arcelia tanpa menoleh.“Aku tidak pernah berhenti.” Suara Azrael serak, namun tenang.“Bahkan ketika waktu membelah kita. Bahkan ketika dunia memaksa kita lupa. Hatiku... tetap mencari napasmu.”Arcelia menu

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Calon Raja (End)

    Hari itu, langit dunia bawah cerah. Tidak seperti biasanya.Bukan karena warna. Tapi karena suasana.Karena tidak semua cahaya berasal dari matahari.Beberapa berasal dari rumah. Dari ruang makan kecil. Dari suara tawa yang muncul tanpa dipaksa.Arcelia sedang memangku Caelion di teras istana. Kain hangat membungkus tubuh kecil itu, sementara Azrael duduk tak jauh, membaca gulungan kuno dengan mata yang tetap awas mengawasi keduanya.Di tengah kebiasaan sederhana itu, dunia terasa lengkap.Namun jauh di balik tawa lembut dan udara manis itu…dunia tak tidur.Dan Arcelia tahu.Ia bisa merasakannya dalam detak hati yang tiba-tiba tak serasi dengan alunan waktu.Dalam mimpi-mimpi aneh yang menyelinap seperti bayangan samar.Dalam keheningan yang terlalu panjang… bahkan untuk dunia bawah.Elder Daemon tidak mati.Mereka hanya berganti bentuk.Bukan menjadi monster.Bukan menjadi kabut berduri atau sosok bermahkota api.Tapi menjadi rasa.Mereka adalah keraguan dalam hati istri yang lelah

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Ibu Adalah Rumah

    Waktu berjalan berbeda di dunia bawah.Di antara rerimbun kristal hitam dan udara hangat yang mengalir dari inti bumi, Arcelia belajar kembali… menjadi ibu.Ia tidak memakai jubah kebesaran hari itu. Tak ada hiasan mahkota atau batu sihir di dahinya. Ia hanya mengenakan kain lembut berwarna kelabu pucat, rambutnya disanggul sederhana, dan di pelukannya, Caelion tertidur dengan napas damai.Azrael memperhatikannya dari balik tirai tipis ruang keluarga yang menghadap ke taman bawah tanah. Ratu yang dulu berdiri di medan perang dengan tatapan membakar kini duduk di atas permadani empuk, membacakan kisah kuno pada anaknya dengan suara seperti aliran sungai kecil.“Dulu ada seorang bayi,” ucap Arcelia pelan, membelai rambut Caelion, “yang lahir bukan dari rahim yang sempurna, tapi dari doa-doa yang terluka…”Azrael tersenyum tipis. Ia tahu cerita itu adalah kisahnya.Bukan hanya tentang Caelion, tapi tentang dirinya, tentang Arcelia, tentang setiap jiwa yang pernah nyaris tenggelam tapi ak

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Pelukan Yang Menyimpan Dunia

    Gerbang sihir di langit dunia bawah terbuka perlahan, disertai desiran angin yang mengusik pilar-pilar batu. Awan hitam yang biasanya bergulung tenang seperti bergetar—menyambut kehadiran seorang yang tak hanya membawa tubuh… tapi juga nyawa-nyawa yang kembali menemukan harapan.Arcelia melangkah melewati celah itu.Langkahnya tenang. Bajunya tak semegah biasanya. Rambutnya sedikit berantakan oleh angin dunia fana. Tapi di matanya… ada cahaya yang tidak bisa dibeli oleh ribuan musim perang.Di tangannya, sebuah bunga liar tergenggam.Bunga yang mekar di tanah yang hancur.Dan ketika ia menuruni tangga altar, Azrael sudah berdiri menunggunya.Tak ada mahkota di kepala Kaisar Iblis itu hari ini. Tak ada jubah hitam panjang.Hanya seorang pria. Seorang suami.Yang merindukan istrinya.Caelion berlari lebih dulu dengan tertawa kecil, tangannya terjulur, mata bayinya yang bersinar menyala lebih terang dari biasanya.“Sayangku…” bisik Arcelia, menekuk lutut, memeluk sang bayi dengan kedua l

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Cinta Yang Tumbuh

    Langit di atas istana Eden tampak pucat. Bukan karena fajar—melainkan karena medan energi yang mulai berubah. Ujung-ujung sihir kegelapan mulai goyah oleh gelombang kecil dari dalam: suara-suara hati yang kembali mengenal nurani.Isara berdiri di pelataran belakang istana. Rambutnya dikepang sederhana. Pakaian lusuh sengaja ia kenakan untuk menyatu dengan para pelayan. Tak ada yang tahu bahwa gadis ini pernah duduk di hadapan Ratu Dunia Bawah dan menerima misi cinta.Ia menggenggam kain lap di tangannya. Tapi bukan untuk mencuci, melainkan untuk menutupi luka di telapak tangannya—luka yang muncul setiap kali ia terlalu dalam menyalurkan energi penyembuhan.“Jangan bersinar terlalu terang,” bisik Isara kepada dirinya sendiri, “atau mereka akan mencium niatku.”Di lorong yang gelap dan sunyi, Isara bertemu dengan seorang penjaga tua yang menatapnya sekilas, lalu tersenyum samar.“Kau dari kelompok baru?” tanyanya pelan.Isara mengangguk. “Dari desa barat. Aku datang... karena tak punya

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Pulang dan Pulih

    Istana itu tetap megah. Tak ada dinding yang retak. Tak ada pilar yang runtuh.Tapi jiwa Eden—untuk pertama kalinya dalam waktu yang tak bisa ia hitung—mengalami getaran yang tak ia kenali.Ia duduk di atas singgasananya. Tapi hari itu, sorot matanya tidak mengarah ke pelataran… melainkan ke perempuan-perempuan yang berdiri di sisi ruang tahta. Mereka tetap memakai topeng seperti biasa.Tapi bagi Eden… topeng-topeng itu kini terasa mengerikan.Bukan karena bentuknya.Tapi karena ia sadar, ia yang meminta mereka memakainya—agar ia tak perlu menatap mata mereka.Agar ia tak perlu melihat kemanusiaan yang ia buang.Salah satu dari mereka—seorang wanita berambut hitam panjang—tertatih memanggul kendi air. Tangan kirinya gemetar, ada bekas luka lama di pergelangan tangan yang belum sepenuhnya pulih.Eden menatapnya… lama.Dan untuk pertama kali sejak bertahun-tahun, ia tidak melihat “Persembahan.”Ia melihat seseorang.Seorang anak perempuan yang mungkin dulu memiliki nama.Yang mungkin du

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status