Share

Doa Paman Liam

Author: Strawberry
last update Last Updated: 2025-02-27 08:51:18

Malam sudah lewat tengah, tapi rumah tua itu masih dihantui oleh bayangan gelap. Cahaya lampu minyak yang redup berkelip di sudut ruangan, menciptakan bayangan yang menari-nari di dinding yang penuh retakan. Udara dingin merayap masuk melalui celah-celah kayu yang rapuh, menguarkan aroma lembab dan apak yang sudah menjadi bagian dari tempat itu.

Bibi Marla berjalan cepat di sepanjang lorong sempit yang dipenuhi debu. Wajahnya yang dipenuhi keriput terlihat semakin menegang saat matanya memandang pintu gudang yang setengah terbuka namun berantakan seperti habis ada badai besar yang menghantam.

Dadanya naik-turun dalam kegelisahan, dan tangannya yang kasar menarik pintu dengan kasar, hingga engsel tua itu mengeluarkan bunyi derit yang menusuk telinga.

Kosong. Melihat itu kebenciannya kepada Arcelia semakin menggunung, gara-gara Arcelia dia harus kehilangan dua anak gadisnya.

Marla mengedarkan pandangan, seolah berharap bahwa keponakannya yang malang itu sedang bersembunyi di balik peti-peti kayu yang berdebu atau berjongkok di sudut ruangan yang gelap seperti biasanya, dengan demikian dia bisa membunuhnya dengan keji sebagai balasan atas kematian kedua putrinya.

Tapi tidak ada siapa-siapa. Hanya dingin yang menggantung di udara, dan suara angin yang masuk melalui lubang-lubang di atap, menciptakan suasana yang semakin mencekam.

Ketidakhadiran Arcelia membuat jantungnya berdebar kencang—bukan karena khawatir, tetapi karena ketakutan akan amarah Eden. Gadis itu adalah mainan Eden, kesenangan Eden.

 "Kemana bocah itu?" gumamnya dengan suara serak, tangannya mencengkeram kain lusuh yang membungkus tubuhnya. Ia berbalik dengan langkah cepat, hampir berlari menuju ruang utama rumah itu.

Di ruang tamu, Eden sudah duduk di kursi ukiran tua yang pudar warnanya. Lelaki itu, dengan rambut pirang keemasan yang sedikit acak-acakan, tengah meneguk anggur dari gelas peraknya. Sorot matanya tajam, seperti seekor serigala yang menunggu mangsanya. Ia tampak tidak sabar, dan ketika melihat bibinya masuk dengan wajah panik, alisnya langsung bertaut.

"Dimana bocah itu?" tanyanya, suaranya rendah namun penuh ancaman.

Marla menelan ludah, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berpacu. "Dia... dia tidak ada di gudangnya," katanya dengan suara bergetar. "Aku sudah mencarinya, tapi—"

Suara gelas yang dibanting ke meja kayu membuat wanita tua itu terdiam. Anggur merah memercik ke permukaan meja, menetes perlahan ke lantai seperti darah.

"Dia berani melarikan diri?" gumam Eden, matanya menyipit tajam. Ada kemarahan membara di dalam sorot matanya, sesuatu yang lebih dari sekadar rasa terganggu—sebuah penghinaan.

Arcelia, anak yatim piatu yang tidak lebih dari seorang budak di rumah ini, berani pergi tanpa izin?

"Sialan!" Eden berdiri dengan gerakan kasar, mendorong kursinya ke belakang hingga berdecit nyaring di lantai. Ia menarik napas dalam, berusaha menekan kemarahan yang mulai membakar dadanya.

"Siapkan orang-orang kita. Cari dia," perintahnya dengan suara dingin yang membuat Marla menggigil. "Seluruh kota, seluruh gang, seluruh pelosok desa. Jika dia ditemukan, seret dia pulang. Aku sendiri yang akan mengajarinya bagaimana caranya tunduk."

Marla mengangguk cepat, lalu buru-buru keluar untuk menyampaikan perintah itu. Sementara itu, Eden masih berdiri di tempatnya, rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat.

Di luar, malam terasa lebih dingin dari biasanya. Bayangan para pencari mulai menyusuri gang-gang gelap, menyebar ke setiap sudut kota, mencari jejak gadis yang kini menjadi buruan.

Namun, apa yang tidak mereka ketahui—dan yang bahkan Eden sendiri tidak akan pernah membayangkan—adalah bahwa Arcelia telah lenyap dari dunia mereka, terseret ke dalam takdir yang jauh lebih besar dari yang pernah mereka bayangkan.

Malam ini, ia bukan lagi budak mereka.

Malam ini, ia telah menjadi milik kegelapan yang jauh lebih kuat.

---

Di balik tirai gelap malam, dalam sudut rumah yang tak tersentuh cahaya lampu, seorang pria duduk diam. Wajahnya tersembunyi dalam bayangan, hanya sorot matanya yang terlihat menatap kosong ke arah jendela tua yang tertutup rapat. Nafasnya terhela panjang, seakan baru saja terbebas dari beban yang selama ini menghimpit dadanya.

Liam—suami Marla, paman dari Arcelia—meremas kedua tangannya yang kasar di atas pahanya. Ada sesuatu di dalam hatinya yang sulit dijelaskan. Campuran antara kelegaan dan kepedihan yang saling bertarung di dalam dirinya.

Arcelia telah pergi.

Keponakan kecilnya, gadis malang yang selama ini diperlakukan seperti budak di rumahnya sendiri, telah melarikan diri. Ia tak tahu bagaimana, tak tahu ke mana, tapi yang pasti… dia telah bebas.

Selama bertahun-tahun, ia hanya bisa diam, menelan getir dalam keheningan. Setiap kali melihat Arcelia diperlakukan dengan kasar—dihardik, dipukul, dipaksa bekerja dari pagi hingga malam tanpa sedikit pun belas kasihan—hatinya menjerit. Tapi mulutnya tetap tertutup rapat.

Ia pengecut.

Ia tahu itu.

Tapi bagaimana bisa ia melawan Marla dan Eden? Ia hanyalah seorang pria yang dulu kehilangan segalanya dan terpaksa bergantung pada istrinya yang keras dan putranya yang arogan.

Rumah ini…

Harta ini…

Semuanya milik Arcelia.

Ia tahu lebih dari siapa pun bahwa rumah yang mereka tinggali, tanah yang mereka injak, dan kemewahan yang dinikmati oleh istri dan anaknya adalah warisan dari kakaknya—ayah Arcelia. Seorang pria baik hati yang tak pernah menduga bahwa kepercayaannya pada keluarga akan menjadi penghancur bagi putrinya sendiri.

“Maafkan aku, Kak Arthur, aku tidak bisa menjaga putrimu!” tangis Liam dalam diam.

Dan selama ini, ia diam.

Ia membiarkan Arcelia tidur di gudang yang lembab dan dingin, sementara Eden dan dua anak gadisnya; Lydra dan Nora  menikmati kasur empuk di kamar luasnya. Ia membiarkan gadis itu bekerja hingga tangannya penuh luka, sementara Marla dengan mudahnya memerintahnya tanpa belas kasihan, serta menghukumnya seperti penjahat saat dia melakukan satu kesalahan kecil saja.

Tapi kini…

Liam menghembuskan napas panjang, matanya tertutup sejenak.

Kini, keponakannya itu telah pergi.

Tak peduli ke mana, yang jelas dia tidak akan lagi merasakan kekejaman rumah ini.

Senyuman samar muncul di bibirnya, senyum yang penuh rasa bersalah. Ia tak bisa membantunya selama ini, tapi setidaknya, takdir telah melakukan sesuatu yang tak pernah bisa ia lakukan—membebaskan Arcelia dari cengkeraman keluarganya sendiri.

Tapi…

Sejenak, kekhawatiran merayap ke dalam dadanya.

Bagaimana jika Eden menemukannya? Bagaimana jika Marla menyuruh orang-orangnya untuk menyeret gadis itu kembali?

Ia menelan ludah, tangannya mengepal. Untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, Liam merasa dorongan yang kuat di dalam dirinya—dorongan untuk berbuat sesuatu, untuk tidak hanya duduk diam seperti yang selalu ia lakukan.

Arcelia harus tetap bebas.

Apapun yang terjadi, ia tidak boleh kembali ke rumah ini.

Dengan tekad yang perlahan menguat di dalam hatinya, Liam berdiri dari tempat duduknya. Ia tak tahu apa yang bisa ia lakukan, tapi untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia ingin mencoba melakukan hal yang benar.

Sementara di luar, bayangan para pencari mulai menyebar di bawah cahaya rembulan, mencari jejak gadis yang sudah terlepas dari jerat yang selama ini mengurungnya.

Namun mereka tidak tahu bahwa takdir Arcelia telah berubah selamanya.

Dan Liam berharap, dengan seluruh hatinya, bahwa keponakannya tidak akan pernah ditemukan.

Ia menutup mata, menarik napas panjang.

Hatinya dipenuhi campuran perasaan yang sulit diungkapkan. Ada kelegaan yang menghangatkan dadanya, seolah untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, beban yang selama ini menghimpitnya sedikit terangkat. Arcelia tidak ada di rumah ini lagi. Dia tidak lagi harus menahan lapar, tidak lagi harus tidur di lantai dingin yang keras, tidak lagi harus menerima hinaan dan pukulan dari istri serta putranya.

Namun, di balik rasa syukur itu, ada ketakutan yang menggerogoti pikirannya.

Bagaimana jika dunia di luar sana lebih kejam?

Bagaimana jika Arcelia tersesat, sendirian tanpa perlindungan?

Jari-jarinya yang kurus mencengkeram kain selimutnya dengan lemah. Selama ini, ia hanya bisa menyaksikan keponakannya disiksa tanpa bisa berbuat apa-apa. Bahkan suaranya pun tak lagi didengar di rumah ini. Marla telah lama berhenti menganggapnya sebagai seorang suami. Eden… Eden bahkan tidak pernah benar-benar menghormatinya sebagai seorang ayah, begitupun dua anaknya yang lain.

Dan Arcelia… gadis itu selalu tersenyum kepadanya.

Meski tubuhnya memar, meski tangannya penuh luka, dia tetap menyapanya setiap pagi, membawakannya air, memberikannya makanan dari sisa-sisa dapur yang bisa ia curi. Kadang kala, Arcelia akan duduk di dekatnya, mengobrol tentang hal-hal kecil yang membuat hatinya sedikit lebih ringan—meski ia tahu, di balik senyuman gadis itu, tersembunyi luka yang tak terlihat.

Menghilangnya Arcelia menjadi sebuah keajaiban yang bahkan ia sendiri tak tahu bagaimana bisa terjadi. Seharusnya ini terjadi dari lama.

 Liam menarik napas dalam-dalam, lalu berdoa dalam hatinya.

"Tuhan… jika Engkau masih sudi mendengar doaku, jagalah gadis itu… jagalah keponakanku…"

"Jangan biarkan dia jatuh ke tangan orang yang lebih kejam. Jangan biarkan dia kembali ke rumah ini. Biarkan dia menemukan kehidupan yang lebih baik… kehidupan yang seharusnya menjadi miliknya sejak awal."

Ia menelan air liurnya yang terasa pahit, rasa bersalah memenuhi dadanya seperti batu yang menekan-ngejan.

"Dan jika mungkin… jika Engkau berbaik hati…"

"Biarkan dia menemukan seseorang yang mencintainya. Seseorang yang melihat dirinya bukan sebagai beban, bukan sebagai budak, tapi sebagai seorang wanita yang berharga. Seseorang yang mau melindunginya, menghargainya, dan menghapus semua luka yang pernah dia rasakan."

 Matanya yang buram oleh usia berkaca-kaca.

 Liam sadar, harapannya mungkin terdengar mustahil. Hidup tidak sebaik itu. Namun, jika ada satu hal yang masih bisa ia lakukan sebagai pamannya, sebagai lelaki yang pernah berjanji kepada kakaknya untuk menjaga putrinya, maka itu adalah mendoakannya.

 Sebab, itu satu-satunya hal yang masih bisa ia lakukan.

 Angin malam berhembus masuk melalui celah dinding yang retak, membawa kesunyian yang semakin menyayat hati. Liam menatap langit-langit rumah itu, merasakan dingin yang merayap ke tulangnya.

"Pergilah, Arcelia… pergilah sejauh yang kau bisa. Jangan pernah kembali."

Liam menutup matanya dengan perasaan sedikit lebih tenang.

Di suatu tempat di luar sana, ia berharap keponakannya menemukan cahaya yang selama ini tak pernah ada di hidupnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Penjaga Dunia

    Sebuah gerakan secepat kilat menyambar ke arah Arcelia yang tengah terhuyung, nyaris kembali terjerembab ke tanah. Seseorang menangkap tubuhnya sebelum jatuh.“Ratuku... apa yang terjadi?” suara itu terdengar panik, gemetar, seolah ketakutan kehilangan sesuatu yang sangat berharga.Arcelia menatap wajah Azrael yang pucat karena cemas. Ia melingkarkan lengannya di leher sang Kaisar, mencoba tersenyum meski tubuhnya masih diliputi nyeri yang membakar.“Yang Mulia...” napasnya berat, namun suaranya terdengar tegas dalam kelemahan, “...apakah kau pernah mendengar tentang Wakil Bayangan Dunia?”Azrael menyipitkan mata, rahangnya mengeras. “Penjaga dunia?” gumamnya. “Mereka adalah penakluk dari para iblis perusak yang mencoba menaklukkan dunia fana.”“‘Mereka’? Jadi jumlah mereka lebih dari satu?” tanya Arcelia, bibirnya bergetar namun matanya tetap tajam.Azrael mengangguk pelan. “Ya... mereka bukan satu. Tapi mereka memiliki seorang pemimpin—selalu seorang wanita. Karena hanya kelembutan

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Titik Pertemuan Tiga Dunia

    Setelah kembali dari dunia fana dan dia sudah selesai dengan masa pemulihan, Arcelia masih bingung mencari jawaban. Sebagai Ratu Iblis yang mengemban tugas menjaga keseimbangan dua dunia sebagaimana diamanatkan oleh leluhur, Arcelia harus memiliki tekad dan juga keberanian di atas rata-rata.Jika para tetua, penasehat istana atau pun para pangeran bahkan Azrael pun tak bisa membantu memberikan jawaban maka dia harus belajar dan mencarinya sendiri. Konon, segala hal tentang masa lalu ada tertulis di kitab-kitab kuno yang ada di perpustakaan tertua di negeri iblis, hanya para bangsawan yang bisa masuk kesana.Perpustakaan Tertua di Istana Iblis…Tempat itu sunyi seperti makam kuno. Cahaya merah redup dari lentera iblis memantulkan bayangan panjang di rak-rak buku berabad-abad usianya. Arcelia duduk membungkuk di depan meja batu yang penuh dengan manuskrip kuno, matanya menari cepat di atas huruf-huruf yang hampir tak terbaca.Punggungnya tegang. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Jangan Cemburu, Kaisar!

    Api merah yang menyelamatkan Arcelia belum sepenuhnya padam.Asap hangat menyelimuti tubuhnya seperti pelindung, namun dari tengah cahaya membara itu, perlahan, siluet seorang pria muncul. Langkah demi langkah ia menjadi nyata. Rambut gelap sebahu, mata menyala merah menyala, jubah panjang berkibar pelan seperti bayangan neraka. Wajah dingin dan agungnya muncul dari balik cahaya api—Azrael.Tubuhnya berdiri kokoh di belakang Arcelia. Satu tangannya terulur, melingkari pinggang sang ratu, menariknya mendekat ke sisi kirinya. Perlindungan yang sekaligus menjadi pernyataan: ini milikku.Eden menatap tak percaya, gemetar. “Siapa… siapa kau?”Azrael menatap Eden tanpa berkedip. Sorot matanya tajam seperti pisau yang tak perlu bergerak untuk menyayat.“Aku adalah Kaisar dari Neraka,” katanya pelan, namun suaranya menggema ke segala arah, “Dan kau baru saja mencoba menyakiti Ratuku.”Nada bicaranya tidak meninggi. Tapi bumi di bawah kaki Eden retak pelan.Eden mundur, napasnya memburu. “Kau…

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Terbukanya Portal Dua Dunia

    Langit iblis yang biasanya merah darah perlahan memudar menjadi kelabu. Tak ada pertanda kehancuran, namun udara terasa gelisah. Arcelia berdiri di balkon istana, memandangi celah antara langit dan tanah yang perlahan memancar cahaya aneh. Cahaya itu… tidak berasal dari dunia ini.Lucien datang terburu-buru. “Ratu… sesuatu muncul di celah antara dunia. Portal terbuka… tapi bukan karena kita.”Azrael segera memanggil para penasehat. Ternyata, celah tersebut bukan milik iblis, bukan pula dari dunia fana biasa. Itu... adalah lubang waktu, retakan kecil dari masa lalu yang menginginkan jawaban.“Portal itu terhubung ke masa lalu seseorang. Dan satu-satunya yang bisa melewatinya adalah orang yang masih memiliki ikatan batin kuat dengan tempat itu,” ujar Vareth.Semua mata tertuju pada Arcelia.“Haruskah?” Tanya Arcelia.“Yang Mulia, jangan khawatir kekuatan Yang Mulia di sana masih berfungsi dengan baik jika pun ada hal-hal yang membuat Yang Mulia harus bertempur” Jelas Vareth.Arcelia mena

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya    Irisan Kehidupan Ratu di Kerajaan Iblis

    Arcelia, perempuan yang tidak lagi mencari tempat di dunia… tapi telah menciptakan tempatnya sendiri. Dia tersenyum menatap semua yang ada di sana dengan senyum menawannya. Semua yang ada di sana masih diliputi ketegangan meskipun pertarungan sudah selesai.Suara hening menggema seperti gema waktu. Lalu… satu suara terdengar.“Hidup Ratu Arcelia.”Disusul suara lain. Lalu bergemuruh.“Hidup Ratu Arcelia!”Para pangeran yang semula menyimpan ragu, kini berdiri dari kursi kehormatan mereka. Kaelthor, yang dikenal paling keras, menjatuhkan tinjunya ke dada dan membungkuk dalam, penuh hormat. Lucien—yang biasanya ringan dan santai—terdiam, matanya berkaca-kaca, lalu tersenyum dan berseru, “Yang Mulia, Anda membuat dunia berhenti hari ini, panjang umur Ratu Arcelia…”Seluruh arena istana, dari panglima, para tetua dewan, hingga para pengawal dan rakyat yang menyaksikan dari bayangan balkon tinggi, bersujud, bersorak, dan berteriak nama ratunya.Arcelia berdiri di tengah semua itu, tak lagi

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Pertarungan Takdir

    Malam sebelum pertempuran….Ruang bawah tanah istana itu sunyi, hanya diterangi cahaya kebiruan dari kristal sihir yang tergantung di langit-langit. Peta energi Arcelis tergantung di udara, berputar perlahan—warna hitam keunguan menyelubunginya, tak seperti aura makhluk hidup biasanya.Arcelia berdiri di depan proyeksi itu. Wajahnya tenang, tapi matanya menyimpan badai. Jelas berbahaya.Lucien berdiri di sisinya, satu tangannya menunjuk ke area samar di sekitar dada Arcelis. “Lihat ini,” katanya pelan. “Retakan halus. Energi di sekitar jantungnya tidak stabil.”Azrael menyipitkan mata. “Apa itu berarti… dia punya titik lemah?”Lucien mengangguk. “Menurut penelitianku, Arcelis bukan makhluk utuh. Ia disusun dari berbagai fragmen keinginan dan emosi manusia yang paling kotor—pengkhianatan, iri hati, dendam, obsesi. Semuanya dimanifestasikan, tapi tidak benar-benar menyatu. Titik retak ini—”“—adalah tempat di mana fragmen itu berkonflik,” potong Lira yang sedari tadi memperhatikan proye

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Ratu Yang Terlahir

    Malam turun dengan selimut kelam yang sunyi, tak seperti malam-malam sebelumnya di Istana Neraka yang biasanya riuh oleh denting obor api dan nyanyian bayangan. Malam ini, seluruh kerajaan menahan napas. Esok hari adalah pertarungan yang bisa menentukan takdir dua dunia—dan takdir seorang Ratu.Di dalam kamarnya, Arcelia duduk di depan cermin besar. Rambutnya dibiarkan tergerai, kulitnya pucat tertimpa cahaya biru dari kristal api yang menggantung di langit-langit. Tapi tak ada keraguan dalam mata itu. Hanya ketenangan… dan kedewasaan yang perlahan tumbuh dari luka-luka lama.Lira masuk perlahan, membawa secangkir ramuan hangat. “Yang Mulia… semua sudah disiapkan. Para penasihat juga telah memastikan arena telah dilindungi oleh sihir pengikat. Tidak akan ada intervensi dari luar.”Arcelia mengangguk. “Terima kasih, Lira. Kau sudah bekerja sangat keras, aku bangga padamu!.”Lira tersenyum, tersipu, tapi matanya masih menyimpan kekhawatiran. “Apakah Anda… yakin ingin melakukan ini?”“Buk

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Keberanian Arcelia

    Beberapa hari kemudian – Hari yang ditentukan untuk pengujian sudah datang, di Aula Pengujian Istana Iblis semua petinggi istana Iblis datang dan berkumpul.Langit di atas istana tampak kelam, awan sihir menggelayut rendah. Aura magis pekat menyelimuti bangunan kuno tempat Upacara Pengujian Cahaya dan Kegelapan akan dilakukan. Hanya mereka yang benar-benar berdarah pilihan yang mampu bertahan hidup melewati ritual ini—yang lainnya akan lenyap menjadi abu sihir dan waktu.Arcelia berdiri di sisi kiri aula, mengenakan jubah ratu yang lebih sederhana dari biasanya, hanya dihiasi simbol dua dunia di bagian dada. Matanya menatap lurus ke tengah ruangan, di mana Arcelis berdiri sendirian di atas lingkaran sihir kuno.Di sisi berlawanan, Kaisar Azrael duduk di atas singgasana pengamatan, diapit oleh para penasihat dan pangeran-pangeran kepercayaannya, termasuk Lucien dan Kaelthor.Arcelis terlihat tenang. Terlalu tenang. Wajahnya tanpa ragu. Bahkan tidak ada sedikit pun getaran ketakutan di

  • Dinikahi Kaisar Iblis dan 9 Putranya   Arcelia Yang Terancam

    Langit di atas istana iblis pekat, tanpa bulan maupun bintang. Angin dingin menari di antara tiang-tiang batu, menabur ketegangan yang menggantung di udara.Arcelia duduk sendirian di balkon pribadi kamarnya. Rambut panjangnya tergerai lepas, dibiarkan tertiup angin malam. Kedua tangannya mengepal di atas pangkuan, dan matanya menatap kosong ke arah hamparan langit kelam. Dalam dadanya, ada sesak yang tak bisa dijelaskan. Dan di balik matanya, ada badai yang ia redam.Dia mendengar langkah berat yang dikenalnya sangat baik. Tapi dia tidak menoleh. Tidak kali ini. Tubuhnya terasa kaku untuk digerakkan.“Arcelia….” suara bariton itu memanggilnyaDengan mata merah dan tubuh yang masih terasa kaku dia menoleh, lantas tersenyum samar. Memberi hormat dengan formal kepada Azrael, tidak seperti biasanya. Kaisar Azrael dapat merasakan perubahan kecil pada sikap Ratunya, namun itu tak membuatnya urung untuk menanyakan pertanyaan yang sudah mengganggunya."Kenapa kau tidak menceritakannya padaku

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status