Beranda / Rumah Tangga / Dinikahi Majikan Jutek / Bab 3 Terpaksa Menikah

Share

Bab 3 Terpaksa Menikah

Penulis: Al Fahri
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-01 20:17:55

"Rangga! Aku butuh bantuanmu." Setengah berbisik aku berbicara pada kekasihku melalui sambungan telepon. Aku sudah keluar dari ruangan Bu Nabila.

"Bantuan apa, Al? Katakanlah. Jika aku mampu, pasti akan aku lakukan," balas Rangga di seberang sana.

"Aku butuh uang tiga puluh juta."

"Apa!" Sudah bisa ditebak. Kekasihku di kampung pasti terkejut. "Untuk apa, Al?" sambungnya bertanya.

"Katakan saja. Apa kamu bisa membantu?" Aku berharap penuh pada pria yang aku cintai. Impianku hanyalah bersama dia, bukan pria dewasa yang pantas menjadi bapakku seperti, Fikri Kamali. Aku akan semakin takut saat membayangkan wajahnya, walau terlihat tampan di mata wanita dewasa.

"Tentu saja aku ingin membantumu, tapi dari mana aku harus mencari uang sebesar itu. Ayahku tak mungkin memberikan secara cuma-cuma, karena dia pelit," terang Rangga di seberang sana.

"Baiklah tidak apa-apa. Tapi mungkin setelah telepon ini berakhir, maka berakhir pula hubungan kita." Air mataku tiba-tiba merembes keluar.

"Apa maksud kamu, Alsava? Katakan kalau ini hanya lelucon." Rangga memprotes.

Segera kuakhiri sambungan telepon dengan Rangga yang detik itu pula akan menjadi mantan kekasih. Aku tak bisa berbicara lagi. Kusenderkan punggung ini pada dinding tembok kamar bersamaan dengan tumpahan air mata yang mengalir deras di pipi.

Tak boleh ada yang tahu mengenai deritaku hari ini, termasuk orang tuaku yang telah kembali sehat.

Aku memeluk lutut yang kutekuk. Kusembunyikan wajah sendu dibaliknya. Pernikahan itu mungkin akan benar-benar terjadi karena aku tak punya pilihan lain. Bahkan Rangga, pria yang kucintai pun tak mampu menyelamatkanku.

Bisa-bisanya Pak Fikri menyetujui permintaan Bu Nabila, dia bahkan telah mengirimkan sejumlah uang pada keluargaku di kampung. Dia dan Bu Nabila juga telah mengatakan niatnya pada keluargaku.

Aku kini berada di rooftop kediaman Kamali. Sepintas ingin meloncat dan mengakhiri semuanya, tapi bagaimana dengan orang tuaku. Mereka akan terpukul. Itu hanya akan memperburuk keadaan.

Derttt...

Ponselku bergetar. Bu Nabila menelepon. Mungkin dia mencari keberadaanku. Setelah memperbaiki perasaan, gegas kugeser tombol berwarna hijau pada layar ponsel.

"Iya, Bu!"

"Kamu dimana? Saya menunggu di ruang keluarga sekarang." Suara Bu Nabila memerintah di balik telepon.

"Baik, Bu," balasku, kemudian benda pipih itu kutunkan dari telinga.

Semoga wajah ini tak menampakan sendu usai menangis. Gegas kulangkahkan kaki menuju ruang keluarga. Aku duduk di sofa yang berseberangan dengan majikanku, Fikri Kamali dan Nabila Maharani. Kuukir senyum manis di hadapan sepasang suami istri itu.

"Pernikahan akan berlangsung minggu depan. Apa kamu sudah siap?" Suara Bu Nabila terdengar lembut.

Namun, wajahku seketika mendongak terkejut. Jangankan untuk menolak, protes saja aku tak sanggup. Wajah Bu Nabila teramat mengkhawatirkan jika aku menyakiti perasaannya. Dia mempercayakan sepenuhnya padaku. Wajah pucat tanpa polesan make up semakin memperjelas kalau penyakit Bu Nabila memang sudah parah.

Lagi-lagi aku hanya mengangguk tanpa bisa bersuara. Ada yang tengah kubendung sekuat tenaga, yakni air mata. Jangan sampai pasang manik ini menjatuhkan bulir kesedihan di hadapan Bu Nabila. Wanita yang kebaikannya bak peri, membuatku tak bisa menolak permintaannya.

Akhirnya satu minggu yang tak kunantikan sudah tiba. Aku duduk di depan cermin yang besar. Seseorang tengah memoles wajahku dengan make up pengantin. Keluargaku juga telah tiba di kediaman Kamali karena acara pernikahan akan dilangsungkan di sini.

"Mengapa Ibu harus menyetujui pernikahan ini?" Aku memberanikan diri bertanya saat Ibu kandungku duduk di kursi sebelah. Ada bulir bening yang berusaha kubendung pada pasang manikku.

Ibu mengusap punggung tanganku. "Bu Nabila, sudah menceritakan niat baiknya pada, Ibu. Lagi pula, Pak Fikri pria mapan. Dia bahkan mampu menghidupi kamu sampai tujuh turunan." Bola mata wanita yang telah melahirkanku nampak berbinar.

Tak kusangka Ibu mengharapkan sesuatu yang lebih dari sekedar keselamatan Ayah. Bulir bening seketika merembes keluar dari sarangnya saat Ibu telah berlalu.

"Jangan menangis, Nona. Ini bisa membuat make up luntur kembali," protes MUA. Aku diam saja lalu menghapus air mataku. Dia pun kembali memoles wajah sendu ini.

Semua nampak duduk dengan rapi di kursi yang sudah disediakan. Aku berjalan didampingi Ibu. Kulihat tatapan Ayah yang duduk di kursi roda nampak berbinar melihatku memakai kebaya pernikahan. Apa yang telah terjadi dengan kedua orang tuaku, sehingga tampak bangga atas pernikahan ini. Jujur, aku tak mau jadi istri kedua apalagi menikah dengan pria yang seusia Ayah. Wajah Pak Fikri terlalu menyeramkan saat kubayangkan.

Aku telah duduk di depan penghulu. Sementara di sampingku nampak pria yang sebentar lagi akan jadi suami, Fikri Kamali. Meski pun ia tampan dengan brewok bak raja arab, tapi dia bukan pria yang aku inginkan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Alsava Mahira binti Mahmudin dengan mas kawin sebuah mobil pajero berwarna putih dibayar kontan!"

"Bagaimana saksi? Sah?"

"Sah!"

Aku tercengang. Tak kusangka kalau maharnya adalah sebuah mobil yang akan diserahkan pada orang tuaku. Pantas saja Ayah dan Ibu merasa senang. Napasku tiba-tiba tersengal. Kuusap wajah ini dengan kasar, berharap semua hanya mimpi.

Pernikahan ini hanya digelar sederhana. Tatkala acara selesai, keluargaku langsung berpamitan pulang. Mereka dengan bangga langsung membawa mobil pajero berwarna putih yang merupakan mahar yang diberikan, Pak Fikri.

Ditengah-tengah perasaan tegang yang menyelimuti pikiran, sebelah tangan terasa menepuk bahu membuatku membeliak terkejut.

"Omah!"

Bagaimana tidak terkejut. Mamahnya Bu Nabila menarik tanganku. Saat ini kami berada di ruang sebelah, sedikit menghindar dari keramaian.

"Apa yang kamu harapkan dari menantu saya?" Omah Rani bertanya. Wanita paruh baya itu nampak melayangkan tatapan nanar kepadaku.

"Apa maksudnya, Omah? Saya tidak paham." Aku sedikit aneh. Tatapan Omah tak seramah biasanya. Seperti belati tajam yang hendak menusuk ulu hati.

"Saya tahu, kamu mengincar harta menantu saya kan?! Awas kamu ya. Saya tak akan biarkan gadis yang berlaga polos seperti kamu, merebut harta yang seharusnya menjadi milik, Nabila!" tuduh Omah Rani bernada ancaman. Ia meluruskan jari telunjuknya pada wajahku.

Aku menggelengkan kepala menepis tuduhannya. "Tidak seperti itu, Omah."

"Halah! Apalagi yang diincar wanita miskin seperti kamu kalau bukan uang!" cibirnya begitu tajam. Omah Rani kemudian pergi membawa raut wajahnya yang sinis.

Sementara aku masih berdiri dengan napas yang terasa kian sesak. Aku mengusap dada yang isinya bergemuruh resah.

Tak kusangka Omah Rani menjadi galak, padahal sebelumnya sangat baik padaku.

"Sedang apa sendirian di sini, Al?" Suara Bu Nabila menyadarkanku dari lamunan singkat.

"Tak apa-apa, Bu." Aku menundukan wajah. Kusembunyikan keresahan yang menghasut jiwa.

"Malam ini kamu sudah bisa tidur di kamar pengantin bersama suami kamu, Mas Fikri."

Wajahku mendongak paksa mendengar penuturan Bu Nabila. Bagaimana bisa dia membiarkan suaminya tidur bersamaku.

"Jangan malam ini, Bu. Saya mohon!" Aku menautkan kedua tangan memasang wajah memelas. Sungguh mengerikan jika membayangkan pria dewasa seperti Pak Fikri, menyentuh tubuh mungilku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 35 Ketahuan

    Pagi ini aku memilih menyudahi konflik batin ini. Aku menghampiri Pak Fikri yang duduk sendirian di sofa dengan tatapan kosong ke depan. Aku duduk di sofa yang berseberangan dengannya.Pria itu terkejut tatkala aku datang dengan tiba-tiba. Dia menoleh menatapku masih bersalah."Pak, hari ini saya sudah membuat keputusan." Pak Fikri terkejut saat mendengar ucapanku. "Keputusan apa, Al?" Suaranya bergetar saat bertanya padaku.Aku melihat kiri dan kanan terlebih dahulu. Memastikan bahwa di dekat ruangan ini tak ada Mama Fira."Mama kemana?" Aku bertanya terlebih dahulu."Mama sedang pergi ke minimarket membeli keperluan makanan," jawab Pak Fikri. "Ada apa, Al?" Suamiku itu bertanya lagi dengan suara lembut tak seperti biasanya yang selalu jutek dan sinis.Aku menghela napas terlebih dahulu. Mengatur perasaan yang terasa lebih baik dari sebelumnya."Kita tahu kan, Pak. Pernikahan ini hanya pura-pura saja. Tersisa waktu empat bulan lagi semuanya akan segera berakhir. Tapi kenyataannya sa

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 34 Berduka Dalam Kebahagiaan Suamiku

    "Apa!" Mama Fira terkejut mendengar jawaban dari Pak Fikri barusan."Iya, Ma. Akhirnya aku bisa memiliki anak," balas Pak Fikri pada mamanya.Aku melihat bola mata suamiku dan mamanya terlihat berbinar. Mereka berpelukan meluapkan rasa bahagia. Berbeda dengan diri ini yang rasanya hancur tak memiliki masa depan lagi setelah ini."Alhamdulillah. Akhirnya kamu akan jadi seorang Ayah, Fikri." Mama Fira masih memeluk tubuh Pak Fikri terlihat sangat terharu dengan kehamilanku."Iya, Ma. Penantian yang sungguh panjang."Aku hanya diam dalam kesedihanku melihat dua manusia di depan saling meluapkan kebahagiaan. Aku kembali meneteskan air mata di pipi. Dalam diam dan bibir yang rapat aku dipapah oleh Mama Fira berjalan ke kamarku. Bukan ke kamar belakang, tapi Mama Fira membawaku ke kamar Pak Firki. Tubuh lemasku dibaringkan di atas ranjang yang empuk tapi tubuh ini terasa sakit. "Kamu istirahat ya. Mama akan buatkan kamu minuman yang segar." Mama Fira terlihat keluar dari kamar. Aku masih

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 33 Hamil

    "Bagaimana keadaanya, Dok?" Pak Fikri langsung bertanya kepada Dokter tentang keadaanku setelah pemeriksaan selesai. Aku masih berbaring karena rasanya mual. Bukannya menjawab pertanyaan Pak Fikri, Dokter malah menyuruh asistennya mengantarkan aku ke kamar mandi untuk buang air kecil, padahal aku sedang tidak ingin pipis.Tanpa bisa membantah, aku segera mematuhi perintahnya. Aku masuk ke dalam kamar toilet. Kemudian buang air kecil yang diminta dimasukkan ke dalam wadah kecil. Kemudian air pipis itu dibawa asisten Dokter.Aku mengerutkan kening. "Aneh banget sih. Itu air pipis kan bau."Setelah itu aku kembali duduk di depan Dokter, berdampingan dengan Pak Firki.Beberapa menit kemudian, asisten Dokter yang tadi menemaniku di toilet nampak membawa sebuah alat tes yang sepertinya membuat bola mata Pak Fikri membulat."Kok ada testpack?" Pak Fikri ternyata mengetahui alat medis itu. "Iya, Pak. Testpack ini hasil pemeriksaan air seni milik Nona Alsava barusan. Hasilnya positif," jelas

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 32 Kehangatannya

    Terpaksa membuka pintu. Aku menghampiri Mama Fira yang baru saja masuk ke dalam rumah."Al, bagaimana kabarmu?" Mama Fira yang selalu baik, menyapu dengan suara ramah.Aku segera meraih dan mencium punggung tangan wanita paruh itu. "Kabar saya sehat, Ma. Bagaimana dengan kabar, Mama?" balasku berbalik tanya padanya."Baik kok. Mama dengar kamu sakit. Maaf ya Mama tak sempat menengok ke rumah sakit. Baru pulang dari luar kota makanya baru sempat datang ke sini," cerita Mama."Tidak apa-apa kok, Ma. Saya sehat. Kemarin memang asam lambung kumat. Tapi sekarang sudah membaik, Ma," terangku.Wanita paruh baya yang sangat baik itu membelai rambut ini dengan lembut membuat aku merasa diperhatikan."Al, jaga kesehatan ya. Asam lambung jangan disepelekan. Itu berbahaya." Mama Fira menyarankan."Iya, Ma. Makasi ya. Mama selalu baik pada saya," balasku semakin terharu."Mama akan masak buat kamu. Kamu sudah makan?" Aku menggelengkan kepala. Aku memang malas makan karena kesal pada Pak Fikri."Y

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 31 Berani

    Pagi menjelang siang ini, kami bertiga sudah duduk di kursi ruang makan. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut ini. Hanya Ibuku dan Pak Fikri saja yang berbicara memperlihatkan keakraban. Aku tak perduli dengan topik pembicaraan mereka. Jiwa ini terasa rusak."Al, hari ini Ibu akan pergi ke mall diajak Fikri jalan-jalan. Kamu mau ikut gak?" Tiba-tiba Ibu bertanya disela-sela lamunanku. Aku menoleh pada wanita paruh baya itu. Wanita yang sangat aku hormati. Bahkan diri ini rela hancur hanya untuk kebahagiaannya."Ibu pergi berdua saja. Aku sedang malas kemana-mana, Bu. Rasanya lemas," jawabku dengan pelan. Lagi pula selangkangan ini masih terasa perih."Hmm Ibu percaya deh. Kamu pasti kecapean ya." Ibu malah menggodaku.Terserah Ibu saja mau berpikir apa pun. Aku hanya mengulum senyum saja saat Ibu menggodaku. Seakan mengiyakan tebakan Ibu."Baiklah, Ibu pergi dulu ya," pamit Ibu setelah aku mengiyakan.Tak lama setelah Ibu berlalu keluar, nampak Pak Fikri menghampiriku."Al, Ibu

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 30 Akibat Kenakalannya Malam Tadi

    Ibu malah tersenyum mendengar pertanyaan dariku. Padahal aku bertanya cukup serius padanya."Ibu kok malah senyum-senyum sih. Aku serius nanya sama Ibu. Semalam itu minuman apa?" tanyaku lagi kian penasaran saja."Memangnya apa yang kamu rasasakan semalam?" Lagi-lagi Ibu malah berbalik tanya."Ada yang berbeda dari biasanya, Bu," jawabku."Beda bagaimana?" Ibu bertanya lagi membuatku semakin merasa aneh saja."Sudah dong, Bu. Jangan berbalik tanya lagi. Aku serius nanya sama Ibu, minuman apa yang semalam Ibu berikan padaku dan Pak Fikri?" Dengan kembali nanar aku bertanya pada Ibu.Akhirnya Ibu menyudahi senyumannya. "Minuman semalam adalah jamu penyubur rahim sekaligus menambah stamina agar kalian sering berusaha untuk mendapatkan momongan," jawab Ibu yang membuat bola mataku membulat sempurna.Ya ampun Ibu. Bisa-bisanya Ibu telah menghipnotis aku dan Pak Fikri semalam. Aku jadi semakin yakin kalau ketidak sadaran semalam adalah pengaruh dari jamu yang diberikan Ibu.Dadaku terasa pa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status