Setelah subuh, Azizah bersiap untuk pergi dari rumah. Ibunya membantu mengangkat tas baju yang akan ia bawa. Azizah menyempatkan diri untuk mencium kedua adiknya yang masih tertidur.
Kemudian Azizah memeluk ibunya yang ringkih dengan berlinang air mata. "Azizah pergi ya, Bu. Ibu jaga adik-adik. Nanti kalau Azizah punya uang, Azizah akan kirim buat Ibu," ucapnya sambil berlinang air mata. "Kamu jaga diri baik-baik, Nak. Gak perlu mikirin Ibu sama adik-adik mu," lirihnya dengan suara tersendat karena menahan air matanya yang seperti sungai yang meluap. "Cepatlah pergi sebelum ayahmu bangun," ujarnya seraya mendorong anaknya ke pintu. Begitu Azizah keluar dari pintu, ibunya segera mengunci pintu. Tubuhnya luruh ke lantai dengan bersandar di daun pintu. Isak tangisnya yang memilukan dia tutup dengan kedua telapak tangan agar suaranya tidak sampai ke telinga suaminya. Sedangkan dari luar, Azizah juga merapatkan tubuhnya ke daun pintu yang sama dan berkata, "Azizah sayang sama Ibu dan adik-adik. Jika suatu saat Azizah menjadi orang sukses, Azizah akan bawa Ibu dan adik-adik. Ibu harus mau pisah dari Ayah," lirihnya dengan berlinang air mata. Kemudian Azizah segera meninggalkan rumah dengan berat hati, karena takut ayahnya akan segera bangun lalu menahannya. Selangkah demi selangkah ia berjalan menyusuri jalan raya yang masih lengang. Ia ingin segera sampai di tempat tujuan. Karena berjalan tergesa-gesa, dia hampir ditabrak sebuah mobil sport mewah keluaran terbaru. "Akh...." Tas yang dibawanya terjatuh dibawah kakinya. Pengemudi itu turun dari mobilnya. Azizah ingin marah, tapi melihat wajah tampannya, dia malah terpana. Namun, tanpa basa-basi pria ini langsung berkata kasar kepada Azizah. "Apa kamu tidak punya mata?" tanya pria itu dengan nada yang lembut tetapi dengan kalimat yang kasar. Azizah menatap laki-laki itu tak percaya. Bagaimana bisa dia bicara seperti itu? Dia hampir saja menghilangkan nyawa Azizah, tapi bukannya minta maaf, dia malah berkata kasar padanya. Azizah menstabilkan tubuhnya yang masih berguncang hebat karena terkejut dan rasa takut. Matanya berkedut dan napasnya dia hempaskan kasar, baru kemudian dia mulai bicara. "Maaf, karena tadi saya tidak melihat ada mobil yang ugal-ugalan dari arah belakang saya, sebab mata saya ada di depan. Untungnya saya sempat melihat kebelakang, jika tidak saya pasti sudah almarhum sekarang," jawabnya dengan kesal tapi dengan nada yang sama lembutnya dengan lelaki itu. Mendengar kalimat Azizah, membuat dia sadar kalau dia memang salah. Karena tadi dia menunduk untuk mencari ponselnya yang terjatuh, dia tidak melihat ke jalan. "Maafkan saya. Tadi saya memang salah. Apa ada yang luka?" "Tidak ada luka luar," jawabnya enteng. "Apa ada luka dalam? Kalau begitu, saya akan antar kamu ke rumah sakit." Raut kecemasan terlihat di wajah lelaki itu. Azizah melengos kesal. "Tidak usah, terima kasih," ucapnya sambil mengambil tasnya yang ada di kakinya. "Anda mau ke mana? Biar saya antar." "Sepertinya aku harus menerima tawaran orang ini jika tidak mau disusul oleh ayah. Lagi pula, aku tidak punya uang untuk bayar ongkos angkutan umum," batinnya. "Boleh kalau tidak merepotkan. Saya mau ke jalan mawar," ucapnya dengan senyum sumringah. "Ayo kalau begitu," ucap lelaki itu sambil masuk ke dalam mobilnya. Azizah masih berdiri di samping pintu mobil, dengan pikirannya sendiri. Dia berharap akan dibukakan pintu oleh yang punya mobil. Tapi sekian detik lamanya berdiri, tak juga dibukakan, membuat Azizah agak sedikit serba salah. "Kok dia tidak membukakan pintu mobil untukku? Kalau di filem-filem kan pintu mobilnya dibukakan untuk sang cewek yang baru dikenalnya? Oh iya, ini kan di dunia nyata," kekehnya sambil menepuk jidatnya. Bergegas dia membuka pintu mobil dan duduk di samping pengemudi, setelah yang punya mobil memanggilnya untuk masuk. "Heeh, iya...." Setelah di dalam, Laki-laki berwajah ganteng dan kulit yang putih mulus dengan sedikit jambang yang tertata rapi itu memecah suasana dengan mengajak Azizah untuk berkenalan. "Nama kamu siapa?" "Saya Azizah," jawabnya seraya mengulurkan tangannya. "Saya Yanto. Emm, maaf soal yang tadi. Saya benar-benar tidak sengaja." "Sudahlah. Tidak apa-apa, kok." Azizah kemudian diam seribu bahasa. Pikirannya sekarang berada di rumahnya. Air matanya yang dengan susah payah dihilangkannya tadi, sekarang hampir jatuh lagi, meski tak jadi jatuh. Sebisa mungkin jangan sampai orang melihat air matanya. Tidak berapa lama, mereka sampai di sebuah rumah berukuran besar. "Saya berhenti di rumah besar ini ya," ucapnya sambil menunjuk sebuah rumah yang mempunyai pagar tinggi dan ada pos satpam. "Kamu turun di sini?" Yanto menunjuk balik rumah yang di tunjukkan Azizah. Dia tersenyum kecil, karena rumah itu adalah rumahnya sendiri. "Iya.... Saya diterima bekerja di rumah ini. Dan ini adalah hari pertama saya bekerja. Terima kasih atas tumpangannya," ucapnya, lalu keluar dari mobil dan minta izin ke satpam untuk masuk ke dalam pekarangan rumah. Setelah mendapat izin, Azizah melambaikan tangan ke arah mobil yang masih belum beranjak dari depan gerbang rumah itu. Lalu dia masuk sesekali dia melihat ke belakang. "Kenapa mobil itu tidak pergi juga?" batin Azizah. Sesampainya di dalam, Azizah langsung disambut oleh majikannya. "Saya senang kamu datang sepagi ini, Azizah," ucapnya, lalu dia memanggil seseorang. "Mak Icun..." Tak berapa lama tampak seorang wanita paruh baya datang tergesa-gesa. " Ya, Nyonya...." "Kenalkan, ini Azizah." "Azizah, ini Mak Icun." "Mak Icun antar dia ke kamarnya, nanti Mak Icun kasih tahu apa-apa saja kerjaannya, ya," titahnya kepada wanita paruh baya bernama Mak Icun Itu. Sebelum dia mengekor dengan Mak Icun, Azizah masih menyempatkan melihat ke belakang. Dia heran melihat mobil yang dia tumpangi masih terpampang di tempatnya berhenti tadi. "Kenapa tu mobil gak pergi-pergi ya? Dia tidak punya pekerjaan apa, aneh!""Kesabaranku sudah habis. Aku pastikan kamu akan mendapatkan balasannya Azizah," gumam Rudi.Keesokkan harinya, Azizah terbangun di dalam mobil. Seingatnya dia semalam berada di sebuah kamar dengan suaminya Yanto setelah merayakan malam tahun baru."Aduh," ringisnya seraya memegang kepalanya yang terasa berat. Di luar mobil, dia melihat tiga orang laki-laki sedang berbicara, lebih tepatnya sedang bernegosiasi. Satu orang yang tidak dikenalnya, sementara yang dua orang lagi adalah orang yang dikenalnya. Mereka adalah Rudi dan Doni. Azizah kembali menajamkan penglihatannya. Ya, ternyata memang mereka berdua, tidak salah lagi. Azizah segera membuka pintu mobil untuk melarikan diri. Tapi ternyata pintunya terkunci dan tidak bisa dibuka.Ketiga orang itu sekarang masuk ke dalam mobil dan tersenyum sinis kepada Azizah."Dimana saya?! Kenapa saya ada di sini?! Ayah dan Rudi kenapa kalian juga ada di sini?!"Dengan sinis Rudi menjawab pertanyaan Azizah."Kami di sini untuk menjualmu! Uangnya
Hari-hari berlalu tanpa ada kegaduhan. Doni seperti menghilang ditelan badai semenjak dia melancarkan aksinya. Yuni sudah mulai tenang. Azizah juga tidak lagi mencemaskan adik-adiknya akan diculik oleh sang ayah.Malam ini adalah malam tahun baru. Mereka semua yang ada di rumah Yanto sedang bersiap-siap untuk merayakan tahun baru ke sebuah pantai.Setelah menempuh perjalanan beberapa jam, akhirnya mereka sampai di sebuah pantai yang indah."Ayo masuk, Sayang." Elena menuntun Azizah masuk ke sebuah villa yang sangat indah."Ini adalah villa kita." "Indah sekali, Ma." Azizah memandang takjub keindahan villa itu. "Kamu akan lebih kagum lagi jika melihat pemandangan laut dari balkon. Ayo mama tunukkan," ajak Anita kemudian.Sesampainya di balkon, Azizah benar-benar terpesona dengan pemandangan laut yang tampak dari sana.Elena mencoba memanfaatkan waktu untuk mendekati Yanto disaat Azizah sibuk dengan mertua, ibu dan adik-adiknya."Sayang. Sudah lama kita tidak ke sini, ya?" Elena meran
Tok. Tok. Tok.Suara ketukan pintu membuat perhatian Azizah teralihkan. Dia yang tadinya saling pandang dari balik kaca transparan bersama sang suami, kini menoleh ke arah pintu."Masuk," seru Azizah.Ternyata Rudi yang datang dengan membawa beberapa laporan."Setelah memeriksa sejenak, Azizah berucap dengan nada dingin."Kenapa laporannya jadi berbeda dengan aslinya?!""M_maksudnya?""Pak Dino sudah menyerahkan tentang laporan gaji karyawan yang banyak potongannya. Saya harap Pak Rudi segera menyelesaikannya dalam satu bulan. Laporan ini sangat tidak akan bagus jika sampai ke tangan Pak Yanto. Jadi tolong kerja samanya. Berhenti jadi orang culas, karena itu akan menyengsarakan dirimu sendiri. Atau... kamu mau mendekam di penjara?!"Yanto terperangah dan berkeringat dingin mendengar kata-kata Azizah. Dalam hatinya berkata, "Sombong sekali dia sekarang. Baru sehari menjadi bos sudah sok-sokan gayanya. Tapi aku ti
Rudi merasa bersyukur karena Azizah menolak menolong Pela secara halus. Karena dia tidak mau kebusukannya di perusahaan akan ketahuan oleh Pela. Mau ditaruh di mana mukanya jika dia ketahuan korupsi. Pela pasti akan membatalkan rencana pernikahan mereka. Rudi menyeka keringat yang ada di keningnya dan menghembuskan napas secara perlahan."Azizah benar, Sayang. Dan... menurutku, sebaiknya kamu tidak usah bekerja lagi. Kita kan mau menikah, jadi, biar aku saja yang bekerja.""Umm, so sweet...." Pela menggenggam tangan Rudi dengan mesra..Azizah sedikit merasa kecewa mendengar Rudi melarang Pela untuk bekerja. Apalagi melihat kemesraan yang mereka tunjukkan di depan Azizah. Dia bermonolog dalam diam."Ternyata Rudi memang sangat mencintai Pela. Jika tidak, dia tidak akan melarang Pela untuk bekerja. Pela memang sudah mengisi hatinya. Sedangkan aku hanya sekedar penjaga jodoh sepupuku. Nasibnya memang jauh lebih baik dariku. Walaupun sekarang aku sudah menikah, suamiku tetap milik perempu
Elena terperangah hingga matanya melotot mendengar ancaman dari Azizah. Tapi Azizah mengulang kembali ancamannya."Kalau kamu berani mempermalukan aku di depan para tamu, aku pastikan semua orang akan mengetahui tentang perselingkuhan mu dengan Nofer mantan pacarmu."Elena terperangah mendengar ancaman dari Azizah. Dia tidak menyangka gadis lugu seperti Azizah akan berani mengancamnya."S_siapa Nofer? Jangan mengada-ada, kamu! Beraninya kamu mengancamku dengan membuat kebohongan!"Mendengar Elena mengatakan itu, Azizah tertawa kecil. "Elena, Elena. Aku pernah melihatmu bermesraan dengan Nofer di Mall, seperti halnya yang mas Yanto lihat. Tadinya aku pikir, cuma aku yang lihat. Tapi ternyata, mas Yanto juga melihatnya. Yah aku kasihan melihatmu bertengkar dengan mas Yanto. Tapi jika kamu mempermalukan aku nanti, bukan cuma dengan mas Yanto, tetapi, kamu akan bertengkar dengan mama dan papa mertua juga. Sebagai bonusnya, kamu akan menjadi bahan perbincangan semua orang. Bagaimana, Elen
"Kurang ajar! Kenapa aku bisa ketahuan. Yang lebih parahnya lagi, paman juga terseret. Gara-gara dia, paman harus dirawat di rumah sakit."Selama ini aman-aman saja. Tidak ada pemeriksaan gaji karyawan atau pun tentang uang bahan baku. Rudi bekerja sama dengan pamannya untuk menilap uang perusahaan karena dilihatnya sang Presdir jarang masuk ke perusahaannya. Tapi semenjak dia menikah, dia jadi sangat rajin memeriksa segala sesuatunya. Keadaan jadi sangat buruk untuk Rudi dan pamannya.Walau terasa lama, tapi akhirnya waktu berlalu. Rudi masih menimbang-nimbang apakah ia akan datang menghadiri pesta yang diadakan oleh bosnya. Pesta untuk memperkenalkan istrinya.Tapi dia memang harus pergi ke pesta itu, karena Yanto sudah memberikan signal kepadanya dengan memberikan keputusan jangka waktu jatuh tempo pelunasan uang gaji karyawan yang ia korupsi.Dia segera menghubungi Pela. Pela sangat senang sekali karena Rudi mau mengajaknya ke pesta yang diadakan bosnya. Tapi sayangnya dia merasa