Share

Aku Mencintaimu

Setelah makan malam, pekerjaan Sabrina belum juga selesai. Ia harus membereskan meja makan dan mencuci piring-piring yang kotor sendirian.

Setelah berkutat dengan piring-piring kotor hampir setengah jam, akhirnya pekerjaan Sabrina selesai juga. "Alhamdulilah," ucap Sabrina sembari mengelap keringatnya.

Sabrina sudah tak sabar ingin beristirahat karena badannya terasa sangat pegal setelah bekerja seharian membersihkan rumah.

"Sabrina!"

Sabrina menghentikan langkahnya. Lalu melihat ke arah sang pemanggil. "Ada apa, Mas Bram?"

"Bisa temani aku keluar sebentar?"

"Tapi .... "

"Aku sudah izin pada Seno. Kamu tidak usah khawatir kalau tidak percaya, kamu bisa tanyakan padanya."

"Baik, Mas tapi tunggu sebentar, aku ganti baju dulu dan pamit ke Mas Seno."

"Baiklah, aku tunggu di mobil." Bram keluar terlebih dahulu.

Sedangkan Sabrina, ia ke kamar untuk berganti baju dan pamit pada suaminya.

"Mas, tadi Mas Bram minta aku buat nemenin dia," ucap Sabrina begitu sampai di kamar.

"Hmm." Seno hanya berdehem tanpa melihat ke arah Sabrina. Ia tengah asyik memainkan ponselnya.

"Aku boleh pergi?" tanya Sabrina lagi untuk memastikan.

"Ya," balas Seno singkat. Ia masih fokus pada layar ponsel miliknya.

Setelah selesai bersiap, Sabrina mendekati Seno dan mengulurkan tangannya untuk pamit.

"Berangkat dulu, Mas."

"Udah sana!" Seno mengabaikan uluran tangan Sabrina malah merubah posisinya menjadi memunggungi Sabrina.

Sabrina hanya bisa mengembuskan napas panjang lalu ia beranjak pergi untuk menemani Bram yang sudah menunggunya.

"Maaf, Mas lama," ucap Sabrina, berjalan menghampiri Bram yang tengah berdiri di samping mobilnya sambil bersedekap.

"Tidak apa-apa, kita pergi sekarang?"

"Iya, Mas."

Bram membukakan pintu mobilnya untuk Sabrina.

"Terima kasih." Sabrina merasa senang dan berkhayal, andaikan yang melakukan hal ini adalah Seno. Mungkin ia akan merasa lebih senang lagi. Meskipun hanya di bukakan pintu mobil, tapi menurut Sabrina itu adalah hal romantis.

🥀🥀🥀

Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan antara Bram dan Sabrina. Hal itu membuat Sabrina mengantuk apalagi memang hari ini ia sangat lelah. Hingga tak sadar ia tertidur.

Bram yang melihat Sabrina tertidur menjadi makin kasihan padanya karena sebagai seorang menantu, Sabrina seakan tak pernah dihargai malah di jadikan pembantu.

Tak ingin membangunkan Sabrina yang tengah tertidur pulas. Meskipun sudah sampai tempat tujuan, Bram tidak turun dari mobil. Ia lebih memilih untuk tetap diam di dalam mobil dan memandangi wajah Sabrina.

"Andaikan aku dulu yang bertemu denganmu. Aku akan pastikan, hidupmu bahagia denganku," gumam Bram pelan.

Entah mulai darimana, perasaan itu muncul secara tiba-tiba. Bram sudah berusaha menghapus rasa yang tak wajar itu tetapi ia tak bisa lakukan, justru rasa itu makin kuat.

"Apa yang harus akau lakukan?"

Kini Bram tak tahu apa yang harus ia lakukan. Rasa pada calon tunangannya kian lama kini kian menghilang. Hubungan mereka pun terasa hambar. Bram ingin mengakhiri hubungan itu tapi ia tak tahu alasan apa yang tepat dan ia juga tak bisa mengakhirinya begitu saja karena ia takut rasa untuk Sabrina malah akan semakin bertambah parah.

"Eh Mas, sudah sampai ya? Maaf aku ketiduran."

Ucapan Sabrina membuyarkan lamunan Bram.

"Tidak apa-apa, aku tahu kamu capek. Harusnya aku yang minta maaf karena ajak kamu pergi."

"Tidak apa-apa, Mas." Sabrina mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia paham kalau saat ini tengah berada di parkiran pusat perbelanjaan.

"Mau nyari apa, Mas?"

"Aku mau cari hadiah untuk Nela."

"Owh Mbak Nela ulang tahun?" tanya Sabrina lagi.

"Tidak, hanya sebagai kado untuk hari jadi kita yang ke lima."

Sabrina mengangguk paham. Ia tahu, Kakak iparnya memang sudah memiliki calon tunangan dan ia juga pernah beberapa kali bertemu saat di bawa ke rumah.

"Jangan lama-lama, Mas. Ayo cepat lamar, nanti di ambil orang Mbak Nelanya." Sabrina tersenyum menggoda Bram.

"Tidak masalah." Bram membalas santai godaan Sabrina.

"Ih Mas ini, sekarang bisa bilang gitu. Nanti pas kejadian, nangis-nangis."

"Gak lah, gak mungkin aku menangis karena hal itu. Kalau di ambil orang dan Nela mau, berarti bukan jodoh."

"Tidak segampang itu, Mas. Kalau Mas cinta sama Mbak Nela, harusnya di kejar dong. Masa pasrah."

"Apa aku harus memaksanya supaya mau denganku?" Bram menatap Sabrina.

"Iya, Mas. Kita harus mengejar orang yang kita cintai. Jangan menyerah dengan mudah. Sebagai wanita, mereka akan senang karena merasa diinginkan."

"Jadi aku harus mengejarmu?"

"Loh kok aku, Mas?"

"Aku mencintaimu."

"Eh .... " Sabrina salah tingkah. Meskipun ia yakin Bram tengah bercanda tetapi tatapan mata Bram seakan serius.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status