Share

3. Akhirnya Bebas

last update Huling Na-update: 2025-09-26 12:05:06

"Ini uang untuk kamu urusin tugas akhir kamu ya, Sayang. Gunakan sebaik-baiknya."

"Loh, Ibu dari mana uang sebanyak ini? Apa dari pak Amir?" Asri mengangguk.

"Pria tua itu ngasih dua puluh juta uang seserahan." Yasmin tersenyum.

"Serius?" Asri mengangguk.

"Katanya dia minjem sodaranya ha ha ha... "

"Ya, ampun, kasihan sekali Zeta. Nikah sama orang tua yang banyak utangnya." Ibu dan anak itu tertawa cekikikan.

"Tapi Ibu lega, gak harus kasih makan Zeta lagi. Umurnya udah dua puluh tahun, masa mau numpang terus sama kita." Yasmin mengangguk setuju.

"Buat acara nikah ini juga, Ibu minta Amir semua yang tanggung."

"Ibu pinter. Jadi uang seserahan utuh Ibu pegang." Asri mengangguk.

"Gak sangka loh, si Amir tua itu banyak duitnya, padahal pengangguran."

"Uang boleh kasbon dari sodara-sodaranya."

"Ditambah, amplop dari tamu, juga udah Ibu bawa. Ada tiga puluh amplop. Tetangga yang gak ikut ke sana, nitip sama yang lain. Nanti kita buka sama-sama." Yasmin tersenyum puas, begitu juga Asri.

"Udah, ah, udah bebas beban hidup Ibu. Sekarang kita makan siang dulu." Mereka pun membuka bungkusan plastik yang berisi nasi box dan juga kue.

**

Pengantin baru itu bukan pergi ke hotel, melainkan kendaraan roda empat itu berhenti di sebuah gang kecil. Sebuah jalan yang lebarnya hanya cukup untuk dua motor saja. Sebenarnya gak terlalu jauh juga dari rumah Asri.

Zeta terbangun saat Amir menepuk pelan pundaknya.

"Udah sampai." Zeta turun dari mobil dengan perlahan.

"Hotelnya di mana, Pak?" tanya Zeta bingung.

"Oh, jadi kamu mau aku bawa ke hotel aja? Tadi mukanya langsung pucat!" Zeta bernapas lega. Akhirnya apa yang tadi sempat lewat di benaknya, tidak benar-benar terjadi.

"Istri itu harus ikut ke mana aja suaminya, kan?" Amir tersenyum. Pria itu membukakan pintu rumahnya.

"Ayo, masuk!" Amir mempersilakan

Rumah itu berdiri di ujung sebuah gang yang tidak terlalu besar, dindingnya dari tembok yang catnya mulai pudar, sebagian terkelupas karena lama tak disentuh. Ukurannya mungil, hanya memiliki satu kamar tidur dan satu kamar mandi yang menempel di belakang.

Ruang tamu di bagian depan tak lebih dari beberapa meter persegi, cukup untuk menaruh kursi kayu tua dan meja kecil berdebu. Dapur berada di sudut paling belakang, sempit dengan meja beton yang permukaannya mulai retak, kompor berkarat masih tergeletak di sana.

Lantai rumah terbuat dari keramik kusam, beberapa sudutnya pecah. Udara di dalam terasa lembap, menyisakan aroma tanah dan debu yang mengendap karena rumah ini sudah lama tidak ditempati. Meski amat sederhana dan tampak lusuh, masih ada sisa kehangatan yang terasa samar, seolah menyimpan jejak kehidupan yang dulu pernah mengisinya.

"Kita tinggal di sini." Amir mengangguk.

"Kamarnya cuma satu. Kamu aja yang tidur di sana. Saya biar di luar." Amir membantu membawakan tas Zeta ke dalam kamar. Gadis itu masih memperhatikan keadaan sekeliling rumah. Ada sebuah benda yang menariknya untuk melihat lebih jelas.

"Ini rumah siapa, Pak?" tanya Zeta.

"Rumah saya dulu. Jelek ya, rumahnya? Maaf ya, berhubung saya orang gak punya jadi... "

"Segini juga alhamdulillah, Pak. Dari pada ngontrak. Mmm... yang di figura ini siapa, Pak?"

"Oh, itu almarhumah istri saya dan dua almarhumah anak saya." Zeta menelan ludah. Ia tahu jika Amir duda, tapi ia tidak menyangka kalau pria itu...

"Mungkin kalau anak saya masih ada, seumuran kamu." Zeta tak bisa berkata-kata lagi.

"Pak, saya turut berduka cita." Amir mengangguk sambil tersenyum.

"Udah dua belas tahun yang lalu mereka pergi karena sakit. Hmm... karena kamu sekarang sudah tahu, jadi jangan tanya lagi hal lain berkaitan dengan anak dan istri saya ya. Paham, kan?"

"B-baik, Pak. InsyaAllah saya paham!"

"Saya akan ganti baju, lalu bantu beresin rumah ini." Amir menggelengkan kepala.

"Kamu istirahat saja. Belum pernah tidur siang kan?" Zeta mengangguk.

"Makanya, sekarang kamu udah bebas. Langsung tidur saja biar nanti sore badannya seger."

"Saya panaskan nasi box tadi." Zeta berjalan ke dapur.

"Gak usah,  kamu istirahat saja."

Zeta masuk ke kamar yang disediakan untuknya. Kamar kecil yang tetap rapi, meskipun kasurnya belum dikasih seprei. Ada nakas dan meja rias mini di ujung kanan. Satu lagi, di atas nakas, ada sebuah figura berukuran lima R. Foto Amir dan almarhumah istrinya dalam balutan pakaian pengantin. Istri Amir cantik, meskipun foto mereka jadul. Amir pun nampak gagah dan tampan dengan memakai jas. Tubuhnya juga lebih gemuk. Beda dengan sekarang yang kurus.

Ah, iya, Zeta baru ingat jika ia tidak punya foto pernikahan dengan Amir.

Wanita itu pun mengganti bajunya, tapi yang ia temukan di dalam tas adalah pakaian robek semua. Pakaian tak pantas dikenakan di depan suami. Zeta membuka lemari, lalu menemukan baju daster lama yang sudah beraroma apek. Tapi, tetap ia kenakan dari pada harus memakai pakaian compang-camping.

Malam pun tiba, makanan sudah tersedia di meja makan minimalis. Zeta membantu menyiapkannya sementara Amir mandi.

"Zeta, siapa suruh kamu pakai baju istriku?!" suara menggelegar Amir membuat piring kaleng di tangan Zeta terlepas.

"Pak, i-ini karena pakaian saya ro..."

"Dasar kamu gak tahu diuntung, udah sukur aku nikahi, malah berani sekali sentuh barang istriku! Lepas baju ini, lepas!" Amir murka dan menarik baju daster yang dikenakan Zeta sampai robek.

Bersambung

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Diganti Mawaddah
Hmm.. bener juga yq Bun
goodnovel comment avatar
Mimin Rosmini
waduh.....kasihan amat nasib zeta..lepas dr kandang macan masuk kandang singa????
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   74. Menyerah

    “Yasmin?” panggil Asri dari balik pintu kamar. Tak ada sahutan.Ia mengetuk pelan, tapi tetap sepi. Dengan jantung berdegup tak karuan, Asri membuka pintu kamar perlahan.Matanya langsung membesar. Yasmin terbaring kaku di atas ranjang. Mata putrinya terbuka, tapi pandangannya kosong menatap langit-langit. Bibirnya pucat, napasnya pelan seperti tersendat.“Ya Allah, Yasmin! Yasmin!” Asri berlari mendekat dan mengguncang bahu anaknya. Tapi tubuh itu tak merespons.“Bu… badan Yasmin… gak bisa digerakin…”Asri terperanjat. “Apa, Nak? Maksudmu gimana? Kamu sakit di mana?”“Semua lemas, Bu, c-cuma tangan kiri aja yang bisa gerak dikit,” ucapnya terbata. Asri meraih ponsel dengan tangan gemetar. “Tunggu, Ibu panggil bantuan, ya. Sabar, Nak. Ya ampun…”Lima belas menit kemudian, dua tetangga datang—Bu Ida dan Pak Darto. Mereka membantu mengangkat Yasmin ke dalam mobil kecil milik Pak Darto.Sepanjang jalan, Asri menangis tanpa suara. Ia menggenggam tangan anaknya erat, berulang kali membis

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   73. Gugat Cerai

    "Permisi, Pak. Dokter Mira dan suaminya lagi gak ada di sini ya? Rumahnya kosong terus," tanya Yasmin pada salah satu satp yang kebetulan patroli di blok rumah Dokter Mira. "Iya, udah lama sekali gak keliatan, Mbak. Mbak siapa?""Oh, saya saudaranya.""Bisa lihat KTP-nya?""Saya gak bawa, Pak. Ya udah, terima kasih ya, Pak." Yasmin kembali naik ke motor dan langsung tancap gas. Ke mana mertua dan suamiku? Kenapa tidak ada yang tahu di mana mereka? Apa aku ke rumah sakit saja? Siapa tahu mertua perempuanku sedang jadwal praktek di sana? Gumam Yasmin. Motornya melaju melewati aspal jalan raya, selama kurang lebih lima belas menit saja. Begitu memarkirkan motornya, Yasmin bergegas menuju ruang informasi rumah sakit, di lobi rumah sakit. "Permisi, Mbak, apa hari ini dokter Mira Putri, dokter bedah, apa praktek hari ini?""Oh, sebentar saya cek ya." Perawat pun mengecek lewat layar monitor komputer. "Dokter Mira Putri cuti, Mbak."Wajah Yasmin semakin panik. "Cuti ke mana ya, Mbak?"

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   72. Pantas Bahagia

    Langit mulai benar-benar kelabu ketika Edo menerima panggilan tak terduga dari nomor Amir. Ia baru saja menurunkan belanjaan Shafa di dapur ketika ponselnya bergetar pelan di saku jaket.“Assalamu’alaikum, Do,” suara Amir terdengar tenang, tapi berat di ujungnya.“Wa’alaikumussalam, Tuan Amir. Ada yang bisa saya bantu, Tuan?”“Kalau tidak keberatan, saya mau bicara empat mata. Datang ke Sentul sore ini, ya? Ada hal penting yang ingin saya sampaikan… tentang Shafa. Alamatnya yang saya berikan kemarin."Edo sempat terdiam. Ada getaran kecil di dadanya, antara gugup dan bersalah.“Iya, Tuan. Insyaallah nanti saya ke sana.”Setelah panggilan berakhir, Shafa menatapnya dari dapur. “Siapa?”“Tuan Amir, Bu. Minta saya datang ke Sentul sore ini.”“Oh…” Shafa meletakkan sendok kayu di meja, wajahnya sedikit menegang. “Tentang kita?”“Mungkin, Bu. Tapi Ibu tenang aja. Saya akan ngomong baik-baik.”"Jangan panggil aku Ibu, lagi. Aku calon istri kamu. Tapi juga jangan panggil aku Sayang. Aku ga

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   71. Janji Edo

    Keesokan harinya, langit tampak mendung, tapi tidak hujan. Udara dingin sisa malam masih menggigit kulit, membuat uap kopi di meja dapur mengepul lembut. Edo duduk di kursi, memandangi ponselnya lama. Pesan yang ingin ia kirim ke Shafa sudah diketik sejak tadi subuh—tapi belum juga dikirim.“Bu Shafa, saya boleh bicara sebentar nanti? Ada yang mau saya sampaikan sebelum Ibu berangkat.”Pesan itu terasa sederhana, tapi jari-jarinya bergetar. Ia takut. Bukan takut ditolak, tapi takut kehilangan kesempatan untuk bicara sama sekali.Bu Erna muncul dari kamar dengan daster biru muda dan kerudung tipis. “Belum berangkat, Do?”“Sebentar lagi, Bu. Nunggu agak terang dikit. Saya mau antar Bu Shafa ke toko oleh-oleh hari ini.”"Emang suaminya, dokter Amir itu belum kembali? Masih nyariin istrinya yang muda?" Edo mengangguk. "Gak bisa salahin Bu Zeta dan tuan Amir juga, Bu. Bu Shafa menghilang selama sepuluh tahun dan kembali lagi, saat tuan Amir baru menikah dengan bu Zeta yang masih sangat mu

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   70. Isi Hati

    "Jadi, kamu akan kembali ke Austria?" "Iya, Pa. Mas Amir udah punya istri lagi, saat aku diobati di Austria.""Maafkan Papa ya. Papa lakukan ini semua, demi kebaikan kamu.""Kebaikan yang seperti apa, Pa? Jika akhirnya saya bukan cuma kehilangan anak-anak, tapi juga Mas Amir." Shafa menjeda ucapannya. "Pintu rumah Papa terbuka lebar untuk kepulangan kamu, Shafa.""Iya, Pa, makasih. Shafa akan carikan tiket.""Papa tadi pagi udah transfer uang ke kamu. Pakai uang itu untuk urusan kamu. Papa nitip bumbu pecal, keringan kentang mustofa, sama teri balado ya. Belikan juga teri yang belum dimasak." Shafa tertawa pelan. Papanya begitu rindu makanan khas Indonesia. Pantas saja nitip makanan. "Iya, nanti Shafa carikan dulu ya, Pa.""Tapi kamu gak papa, menyerah atas pernikahan kamu dan Amir?""Gak papa, Pa. Semua udah aku terima dengan sangat baik. Mas Amir juga menderita karena kabar aku meninggal selama 10 tahun. Wajar jika hatinya berpaling.""Baiklah, Papa dukung apapun itu keputusan ka

  • Dinikahi Pria Seumuran Ayahku   69. Permintaan Maaf

    Amir menahan napas. Dunia seolah berhenti. Suara sendok beradu dengan mangkuk di sekitar terasa jauh, samar—yang ada hanya Zeta, sosok yang selama ini menghantui mimpi dan hari-harinya. Tubuhnya kaku, tangan di atas meja mengepal tanpa sadar. Ia tidak bermimpi. Itu benar-benar Zeta.Zeta menatap ke arah pelanggan, sekilas matanya menyapu ke area tempat Amir duduk. Namun tatapan itu tidak menandakan pengenalan. Ia hanya tersenyum sopan, lalu melangkah ke arah dapur belakang. Tentu saja ia tidak mengenali suaminya itu karena Amir sangat kurus dan juga masih memakai kacamata hitam saat ini. Amir bangkit dari kursinya, kursi plastik bergeser keras menimbulkan bunyi yang membuat beberapa orang menoleh. Dina, pelayan tadi, menatap heran. “Ada apa, Pak?”“Boleh saya ke belakang sebentar?” suaranya serak.“Oh, maaf Pak, itu area karyawan—”Namun Amir sudah melangkah lebih dulu. Ia berjalan cepat ke arah pintu dapur, membuka tirai plastik bening yang memisahkan ruang makan dan area masak.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status