Semua orang yang berada di ruangan itu termasuk Ilona spontan menoleh ke sumber suara. Menatap sosok yang sudah berhari-hari setia memejamkan mata itu. Dan kini sepasang mata tajam itu tak lagi tertutup.
Ilona mengejapkan matanya berulang kali, khawatir yang terlihat di depan matanya saat ini hanyalah khayalan semata. Sekian lama ia menunggu lelaki itu sadarkan diri dan sekarang Reinhard sudah kembali membuka mata. Sayangnya, dirinya masih harus menghadapi beberapa orang tidak tahu diri di sini.“Lepaskan istriku!”Suara bariton Reinhard yang agak serak kembali menyeru. Sorot matanya yang sangat tajam menyiratkan jika lelaki itu ingin perintahnya segera dilaksanakan. “Apa kalian tuli? Aku sendiri yang akan membuat perhitungan pada kalian jika kalian menyakiti apalagi membahayakan anak dan istriku.”Lelaki yang baru saja terbangun dari tidur panjangnya itu menatap paman bibinya satu per satu. Sebelah sudut bibirnya terangkat membentuk seulas sen“Aku tidak menyangka kalau penampilan asli istri seorang Reinhard Rodriguez berbeda jauh dari yang terlihat di internet. Padahal kamu memiliki banyak pelayan di sini, sangat banyak malah. Kenapa tidak menyempatkan untuk berdandan di rumah?” Angel yang baru datang dari dalam rumah tiba-tiba menghampiri Ilona di halaman belakang. Ilona yang sempat terkejut mendengar suara seseorang di belakang hanya mendengus samar setelah menyadari siapa yang datang. Tak ada niatan untuk menoleh, wanita itu lebih fokus berceloteh dengan putrinya. Ilona baru saja memandikan Ruby beberapa menit lalu dan sekarang mereka sedang berjemur di taman belakang rumah. Hal ini memang sudah menjadi agenda barunya setiap pagi. Sayangnya, pagi ini ada yang mengacau. Wanita itu mengira Reinhard akan benar-benar menegur Angel dan seharusnya wanita itu tidak lagi mengusiknya. Namun, sepertinya teguran tersebut belum sampai pada sang empunya atau mungkin Angel memang terlalu bebal dan tida
Ilona melongo sembari menatap tas yang tiba-tiba telah berpindah ke tangannya dan tamu aneh yang sudah melengang memasuki rumahnya tanpa permisi. Selama beberapa saat wanita itu tercenung di tempat. Sepersekian detik kemudian ekspresi langsung berubah. Ilona mengejar langkah wanita itu dengan ekspresi kesal. Dari semua orang yang pernah ditemuinya, hanya wanita ini yang menganggapnya sebagai pembantu. Meski dirinya memang bukan berasal dari keluarga kaya raya, tetap saja ia tidak terima diperlakukan seperti ini. Beberapa langkah sebelum mencapai tempat duduk wanita berpakaian modis itu, Ilona melirik pakaian yang melekat di tubuhnya. Dress rumahan sederhana yang terpasang di tubuhnya ditambah dengan wajah pucat tanpa riasan memang membuatnya terlihat bagaikan langit dan bumi dengan wanita itu. Meskipun begitu, tetap saja dia tidak boleh memperlakukan orang sembarangan. Bahkan, mereka baru pertama kali bertemu dan wanita itu sudah berani menyuruhnya memb
Dengan langkah tegasnya, Reinhard bergerak menelusuri sebuah area pemakaman yang cukup sering ia kunjungi. Hanya ada beberapa orang yang berada di sana. Panas matahari yang bersinar terik pasti membuat sebagian orang memilih tidak berpanas-panasan. Namun, tidak bagi lelaki itu. Langkah Reinhard terhenti di salah satu pusara yang sangat terawat dengan baik. Lelaki itu berjongkok dan meletakkan buket bunga berukuran sedang di atas makam tersebut. Segaris senyum tipis yang nyaris tak terlihat terbit di wajah. “Maaf, aku datang terlambat. Ada banyak hal yang harus aku selesaikan belakangan ini. Tanggal kematianmu ternyata sama dengan hari kelahiran putriku. Andai kamu masih ada, kamu pasti senang bertemu dengannya,” ucap Reinhard sembari membuka kacamata hitam yang membingkai wajahnya. Helaan napas berat lolos dari bibir lelaki itu. “Sampai sekarang, aku masih tidak menyangka kamu akan pergi sangat cepat. Bahkan, sebelum aku mengetahui apa yang sebenarnya t
“Kenapa kamu hanya diam saja? Air ketubanku sudah pecah, sakit sekali!” Ilona mengguncang lengan Reinhard yang sedang ia cengkeram untuk menyadarkan lamunan lelaki itu. “Kita harus ke rumah sakit sekarang juga.”Air mata Ilona yang sedari tadi sudah menggenang di pelupuk matanya kini mulai meluruh dan membasahi wajahnya. Bibirnya tak berhenti meringis ketika kontraksinya kembali datang dan semakin lama nyerinya semakin tak tertahankan. Sekarang Ilona baru menyadari mengapa sejak tadi ia merasa ada sesuatu yang aneh dengan perutnya. Sesekali terasa nyeri meski tidak terlalu ketara dan hanya sekilas saja. Ternyata itu terjadi karena ia mulai mengalami kontraksi. Reinhard yang sebenarnya masih linglung malah mengernyit bingung mendengar kata-kata terakhir yang Ilona ucapkan. Setelah mencerna selama beberapa saat, lelaki itu langsung melotot kaget dan membuang selimut yang terpasang di tubuhnya ke sembarang arah. Reinhard langsung menggendong Ilona
Perut Ilona terasa sangat melilit dan seperti diremas-remas sangat kuat. Meskipun sudah beberapa kali mengalami pendarahan, sakitnya tidak pernah sampai seperti ini. Pinggangnya seperti akan patah dan bahkan untuk kembali berdiri tegak saja tidak bisa. Vania yang berdiri di samping Ilona langsung menanyakan apa yang terjadi. Tentu saja wanita itu tidak sanggup menjawab. Akhirnya Vania memilih langsung memapah Ilona ke dalam, sembari membantu Ilona duduk di sofa, ia berteriak memanggil semua orang. Sedangkan Ilona yang semakin kesakitan tak bisa menenangkan keadaan. Setelah Adrian dan Haura datang, Ilona langsung dibawa ke rumah sakit terdekat. Setelah mendapatkan pemeriksaan, Ilona di diagnosa mengalami kontraksi palsu. Usai diberi obat, nyeri yang dirinya rasakan berangsur menghilang hingga benar-benar tak terasa lagi. “Ya ampun, Ilona! Aku hampir jantungan! Aku pikir kamu akan melahirkan hari ini juga. Apa sekarang sakitnya sudah benar-benar tidak ter
“Surprise!” seru orang-orang yang kini berdiri di depan pintu rumah Ilona dan Reinhard bersamaan. Kedua sudut bibir Ilona yang semula melengkung ke bawah kini tertarik ke atas. Wanita itu mengerjapkan matanya berulang lagi, barangkali ada yang salah dengan penglihatannya. Akan tetapi, orang-orang yang berdiri di hadapannya tetap sama. Dan artinya ia tidak sedang berhalusinasi. Ilona spontan menoleh ke samping di mana suaminya berada. Tanpa perlu bertanya, ia sudah mengerti kalau kedatangan orang-orang ini karena campur tangan Reinhard. Manik matanya berkaca-kaca, hanya karena hal seperti ini saja, dirinya terharu. Reinhard tersenyum tipis sembari merangkul bahu Ilona. Pasangan itu pun malah seakan-akan asyik dengan dunia mereka sendiri dan mengabaikan tamu-tamu yang seharusnya mereka ajak masuk. Kalau bukan karena deheman seseorang, mungkin aksi saling tatap itu akan bertahan lebih lama lagi. “Hei, sampai kapan kalian akan saling tatap begini?