Ilona yang mengira Reinhard sudah pergi nekat turun dari ranjang sembari menahan nyeri di perutnya. Wajahnya langsung berubah pucat pasi, air matanya pun bercucuran karena sudah tidak kuat menahan nyeri. Namun, akhirnya ia malah terjatuh karena tak dapat menopang tubuhnya.
Reinhard yang sedang berbincang dengan asistennya langsung menghentikan langkahnya saat mendengar samar-samar suara Ilona yang memanggilnya. Lelaki itu langsung membuka kasar pintu ruangannya dan memacu langkah kembali ke sana dengan wajah panik luar biasa.Mendapati Ilona sudah terkapar di lantai membuat Reinhard langsung mengangkat tubuh wanita itu. “Ilona, apa yang terjadi?” tanya lelaki itu sembari menepuk-nepuk wajah Ilona yang sudah setengah sadar.“Sa-sakit.”Hanya satu kata itu saja yang dapat Ilona lontarkan. Nyeri yang menjalari tubuhnya sudah menyebar ke mana-mana. Bahkan, untuk memaksakan agar matanya tetap terbuka saja sangat sulit. Nyeri yang dirinya rasakan sa“Apa maksudmu?” Reinhard membalikkan pertanyaan Ilona dengan kening berkerut. Ilona menggeleng pelan. “Aku hanya bertanya. Menurutmu bagaimana dengan musuh dalam selimut? Mereka akan sulit ditemukan jika tidak benar-benar teliti.”Ilona berusaha tetap santai dan menetralisir kegugupannya. Sebenarnya, tanpa ditanyakan pun ia sudah tahu bagaimana respon Reinhard. Namun, ia juga ingin mendengar respon lelaki itu secara langsung. Sebab, itu yang akan terjadi suatu saat nanti. Hubungan Ilona dengan kakaknya memang tidak terlalu baik. Namun, tak mungkin ia blakblakan membongkar apa yang lelaki itu lakukan di hadapan Reinhard. Sebab, itu sama saja seperti menggali lubang kuburnya sendiri dan Ilona tak mau itu terjadi. Lebih tepatnya, tak ingin ikut campur. Jika nantinya Reinhard akan mengetahui kenyataannya tersebut, tentunya bukan dari mulutnya. Apa pun yang akan Reinhard lakukan nanti, biarlah menjadi urusan lelaki itu dengan kakaknya. Mem
“Aku baru tahu kalau Meisya adalah adik Reinhard, Bu. Aku juga tidak tahu dia hamil. Dia menghilang setelah mengakhiri hubungan kami.” Adrian berusaha melakukan pembelaan atas rahasia besar yang dirinya simpan selama ini. Setelah bertahun-tahun berlalu dan Adrian memilih menyimpan rahasia besarnya sendiri meskipun telah mengetahui berita tentang Meisya dari televisi, akhirnya lelaki itu memberanikan memberitahu ibunya. Dan sejak saat itu, ibunya selalu membahas hal ini dalam obrolan mereka. Hingga saat ini, Adrian masih dilanda penyesalan mendalam. Ia tidak tahu kalau ternyata Meisya menanggung beban besar seorang diri sebelum mengakhiri hidup. Jika ia tahu wanita itu telah berbadan dua, dirinya pasti bertanggungjawab. Sayangnya, di saat Meisya tiba-tiba mengakhiri hubungan mereka, Adrian tengah sibuk dengan keluarganya. Ayahnya bangkrut dan sakit parah. Sehingga ia benar-benar fokus dengan keluarganya dulu dan bekerja serabutan demi membiayai pengobata
“Nyonya Anindya menunggu Nyonya Ilona di ruang tengah.”Begitu kembali sepulang dari rumah sakit, sang kepala pelayan langsung menemui Ilona yang baru turun dari mobil. Memberikan informasi yang membuat Ilona terkejut bukan main. Namun, sebisa mungkin Ilona tetap berekspresi santai. Pantas saja ada mobil asing yang terparkir di pelataran rumah. Ilona sempat mengira jika itu adalah salah satu koleksi mobil Reinhard yang baru. Ilona memang tidak dapat mengenali mobil sang mertua. Sebab, mereka sangat jarang bertemu. Sebenarnya, Ilona pun tak ingin bertemu dengan sang mertua. Terutama jika tidak ada Reinhard di antara mereka. Bukannya takut, hanya saja setiap pertemuan mereka pasti berakhir buruk. Oleh karena itu, Ilona malas bertemu dengan mertuanya. “Reinhard sudah pulang?” tanya Ilona. Meskipun sebelumnya sang kepala pelayan mengatakan Anindya menunggunya, Ilona tak percaya. Pasalnya, tak mungkin wanita paruh baya itu sudi menemuinya.
“Seseorang menghamilinya. Aku tidak tahu siapa yang melakukannya. Bodohnya, aku baru tahu adikku hamil di hari kematiannya.”“Aku sudah mengerahkan semua orangku untuk mencari tahu, tapi hasilnya nihil. Dia tidak punya kekasih dan tidak dekat dengan laki-laki manapun saat itu. Aku curiga dia diperkosa. Mungkin itu yang membuatnya memilih mengakhiri hidupnya.”Reinhard langsung membeberkan fakta tersebut tanpa diminta dua kali. Padahal, sebenarnya Ilona tak berniat bertanya sampai ke sana. Ia hanya ingin mendengar sedikit cerita tentang adik iparnya yang telah tiada itu. Dirinya benar-benar tak mengenal adik iparnya sama sekali. Reinhard sangat tertutup tentang keluarga lelaki itu sejak masih berpacaran dengan Ilona. Lelaki itu pernah beberapa kali mendatangi rumahnya, bahkan berkenalan dengan orang tua dan kakaknya. Namun, Ilona tak pernah menginjakkan kaki di rumah mertuanya sampai sekarang. Ilona malah mengetahui tentang keluarga Reinhard dari
Ilona terhenyak dan kontan menghentikan langkah. Ia terdiam selama beberapa saat sebelum akhirnya berbalik dan menatap Reinhard yang berdiri beberapa meter di belakangnya. Lelaki itu menatapnya dengan sorot penuh tanya dan keingintahuan yang besar. Dan dugaan Reinhard salah. Se gila apa pun Ilona, ia tak mungkin meninggalkan Reinhard ketika lelaki itu masih koma hanya karena keluarganya jatuh miskin. Setidaknya, ia akan tetap menemani Reinhard hingga lelaki itu pulih sebelum menghilang. Alasan utama yang membuat Ilona membuat skenario pengkhianatan itu adalah karena ancaman Anindya. Wanita paruh baya itu mendatanginya tepat satu malam sebelum kecelakaan tersebut terjadi. Mengancam akan membuat keluarganya menderita jika tidak menjauh dari hidup Reinhard. “Kamu tidak setara dengan putra saya. Saya sudah mempersiapkan pasangan terbaik untuknya. Akhiri hubungan kalian atau saya bisa membuat seluruh rumah sakit menolak pengobatan ayahmu!”Pasangan
Mata Ilona mengerjap pelan. Bukan hanya isi ruangan di hadapannya yang membuatnya terkejut, tetapi juga kata-kata Reinhard. Ia yakin saat ini sedang tidak bermimpi dan tak mungkin juga pendengarannya bermasalah. Namun, Ilona masih menolak mempercayai apa yang dirinya lihat dan dengar. Ilona spontan bergerak mundur, hendak keluar dan pergi dari kamar ini. Dan saat itulah ia menyadari jika Reinhard telah menutup pintu. Bahkan, mungkin telah menguncinya. Padahal, Ilona hanya ingin menenangkan gemuruh di dadanya terlebih dahulu. Karena tak mungkin melarikan diri, akhirnya Ilona memberanikan untuk membalas tatapan intens Reinhard. Jika lelaki itu mengatakannya berbulan-bulan lalu, Ilona pasti dengan mudah menyangkal kalau Reinhard hanya membual. Namun, sekarang terasa berbeda. “Ke-kenapa?” Hanya itu yang meluncur dari bibir Ilona dari sekian banyak kata yang dapat terucap. Matanya masih melebar sempurna dengan wajah memucat. Alih-alih senang menden