Ilona yang mengira Reinhard sudah pergi nekat turun dari ranjang sembari menahan nyeri di perutnya. Wajahnya langsung berubah pucat pasi, air matanya pun bercucuran karena sudah tidak kuat menahan nyeri. Namun, akhirnya ia malah terjatuh karena tak dapat menopang tubuhnya. Reinhard yang sedang berbincang dengan asistennya langsung menghentikan langkahnya saat mendengar samar-samar suara Ilona yang memanggilnya. Lelaki itu langsung membuka kasar pintu ruangannya dan memacu langkah kembali ke sana dengan wajah panik luar biasa. Mendapati Ilona sudah terkapar di lantai membuat Reinhard langsung mengangkat tubuh wanita itu. “Ilona, apa yang terjadi?” tanya lelaki itu sembari menepuk-nepuk wajah Ilona yang sudah setengah sadar. “Sa-sakit.” Hanya satu kata itu saja yang dapat Ilona lontarkan. Nyeri yang menjalari tubuhnya sudah menyebar ke mana-mana. Bahkan, untuk memaksakan agar matanya tetap terbuka saja sangat sulit. Nyeri yang dirinya rasakan sa
Beberapa sentimeter sebelum bagian depan motornya dan mobil itu bersentuhan, Ilona sempat mengerem kendaraannya. Ia menghela napas lega karena baru saja terselamatkan dari maut yang berada tepat di depan matanya. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Apalagi setelah Ilona menyadari mobil siapa yang nyaris bertabrakan dengannya. Dalam keadaan yang masih syok berat, Ilona langsung memutar balik kendaraannya ke arah lain. Bersiap melarikan diri sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Namun, sang pemilik mobil malah lebih dulu turun dan langsung menghalangi jalannya. “Kamu ingin pergi ke mana?” tanya Reinhard sembari menahan stang motor yang Ilona kendarai. “Ingin menghindariku? Siapa yang mengizinkan kamu mengendarai motor sendirian, hah?! Dan apa kamu tidak sadar apa yang baru saja kamu lakukan? Kamu membahayakan dirimu sendiri dan anakku!”Ilona menggerutu dalam hati. Setelah berhasil keluar rumah tanpa kendala, sekarang dirinya malah be
Ilona langsung dapat menyimpulkan siapa orang yang mengirimkan cek dan surat tersebut pada Romeo. Masalahnya, tidak ada satu pun orang yang mengetahui utangnya pada lelaki itu. Entah dari mana Reinhard mendapatkan informasi tersebut. Bahkan, detail nominal utangnya pun lelaki itu ketahui. Ilona tidak menyangka Reinhard mencari tahu sampai sedalam itu. Perasaannya mendadak tidak enak. Jangan-jangan Reinhard sedang merencanakan sesuatu untuknya. “Jadi, kamu masih berani berkomunikasi dengan mantan kekasihmu itu?” Reinhard yang sudah berdiri di belakang Ilona langsung merebut benda pipih yang ada di tangan wanita itu. “Oh, ternyata dia sudah mengadu padamu?”Ilona yang tidak menyadari sejak kapan Reinhard datang sampai sudah berdiri di belakangnya terlonjak hebat. Manik matanya melebar sempurna dengan tatapan syok. Padahal sedari tadi pintu kamarnya tertutup, tetapi ia sama sekali tidak mendengar suara pintu terbuka ataupun langkah kaki lelaki itu.
Setelah tak sengaja terkena tinjuan Adrian, Ilona kehilangan keseimbangannya. Ia tergelincir dan nyaris terjatuh jika Reinhard tidak berlari ke arahnya. Lelaki itu langsung merengkuh tubuh Ilona erat sebelum wanita itu terjatuh. Jantung Ilona nyaris lepas dari tempatnya. Kedua manik matanya berubah berkaca-kaca dan di detik berikutnya tangisnya pun pecah. Wanita itu terisak pelan. Bukan karena merasakan sakit di bagian tubuhnya. Melainkan karena takut terjadi sesuatu yang buruk pada janin dalam perutnya ini. Reinhard menggeram rendah seraya menggendong Ilona. Lelaki itu menoleh ke arah Adrian yang masih berdiri membatu di tempat sebelumnya dengan tatapan bengis. “Kalau sampai terjadi sesuatu yang buruk pada istri dan anakku, aku akan membunuhmu!”Reinhard bergerak cepat menuju kamar yang ia dan Ilona tempati. Setelah membaringkan wanita itu di atas ranjang, ia langsung mencari ponselnya dan menghubungi dokter pribadinya sekaligus dokter kandungan Ilona.
Ilona terbelalak mendengar informasi yang baru saja Reinhard beberkan itu. “Kenapa kamu melakukan itu?!”Ilona memang meminta Reinhard melunasi utang keluarganya. Namun, bukan berarti lelaki itu bisa membeli rumah ini dan mengganti nama. Pantas saja kakaknya masih sangat antipati pada Reinhard sampai sekarang. Ternyata inilah yang Reinhard lakukan di belakangnya. Baik kakak maupun ibunya tak pernah bercerita tentang pemindahan nama kepemilikan rumah ini. Atau mungkin, mereka menganggap dirinya sudah tahu. Pantas saja di awal-awal pernikahannya dengan Reinhard, kakaknya sulit dihubungi. Reinhard seakan sengaja ingin membuatnya dimusuhi oleh keluarganya sendiri. Padahal Ilona tak tahu apa-apa. Jika ia tahu sejak awal, dirinya pasti mencegahnya. Sebab, sekarang sama saja, rumah ini bukan milik keluarganya lagi. Dan Reinhard bisa mengusir mereka kapan saja. Reinhard yang sudah selesai dengan kegiatannya langsung meletakkan sepiring nasi goreng bera
Ilona terbelalak dengan mulut menganga lebar melihat sosok yang berdiri di hadapannya. Wanita itu mengerjapkan matanya berulang kali, khawatir ada yang salah dengan penglihatannya. Ekspresinya kontan berubah menegang dalam sekejap. Ilona merutuk dalam hati, seharusnya dirinya melihat siapa yang datang dari jendela, bukan langsung membukakan pintu. Sayangnya, ia sudah terlampau kesal pada tamu tak tahu diri yang terus menekan bel tanpa henti. Kalau tahu siapa yang datang, Ilona bersumpah tidak akan membuka pintu sampai pagi sekali pun. Ketika Ilona hendak menutup kembali pintu tersebut, lelaki yang berdiri di hadapannya langsung menahan dan melayangkan tatapan tajam. Jarak di antara mereka yang terlalu dekat menyebabkan Ilona kehilangan fokusnya selama beberapa saat. Ilona kembali mengerjapkan mata dan mengubah ekspresinya menjadi datar. Ia mundur selangkah namun masih mencengkeram daun pintu. “Apa yang kamu lakukan di sini?” Akhirnya wanita itu memberan